Ziudith Clementine, seorang pelajar di sekolah internasional Lavante Internasional High School yang baru berusia 17 tahun meregang nyawa secara mengenaskan.
Bukan dibunuh, melainkan bunuh diri. Dia ditemukan tak bernyawa di dalam kamar asramanya.
Namun kisah Ziudith tak selesai sampai di sini.
Sebuah buku usang yang tak sengaja ditemukan Megan Alexa, teman satu kamar Ziudith berubah menjadi teror yang mengerikan dan mengungkap kenapa Ziudith memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi!
Derasnya hujan sore itu membuat Arkana malas-malasan mengikuti sesi latihan basket, dia masih merebahkan diri di atas kasur di kamar asramanya.
"Ada apa? Biasanya kau sangat rajin latihan. Bahkan meski tidak ada jadwal untuk bertanding, kau satu-satunya orang yang suka mendribble bola di lapangan." Tanya Bruno kepada Arkana, mereka teman satu kamar.
"Kau tidak lihat jika di luar sana sedang hujan deras? Aku malas pergi ke lapangan. Palingan juga cuma aku yang akan hadir untuk latihan di tengah derasnya hujan." Sahut Arkana menutupi matanya dengan lengan kanan.
"Hahaha.. Kau latihan di lapangan indoor! Kau bicara seakan-akan disuruh latihan di bawah guyuran hujan saja." Bruno melepas kaosnya lalu merebahkan diri di kasur yang ada di sisi lain ruangan tersebut.
"Diam lah! Kau terlalu berisik."
Bruno tidak ambil pusing, setelah mengikuti jam tambahan di kelasnya tadi dia merasa badannya sangat lelah. Belajar di sekolah dari pagi sampai sore, malamnya harus mengerjakan tugas dari sekolah, membuat Bruno atau siapapun di Lavente merasa lelah. Kadang mereka merasa jika waktu untuk istirahat sangatlah kurang karena saking banyaknya tugas dan mata pelajaran yang harus mereka pelajari setiap harinya. Oleh karena itu, ketika bisa terbebas dari tugas seperti ini, banyak anak-anak dengan pikiran normal akan menghabiskan waktu dengan beristirahat saja di kamar mereka.
Jika ada istilah 'anak-anak normal' berarti ada juga anak-anak yang tidak normal begitu? Jawabannya iya! Bukan tidak normal dalam segi fisik atau mental, tapi menjurus pada kelakuan mereka yang kadang melewati batas toleransi orang-orang pada umumnya.
Arkana mengacak rambutnya kasar. Kenapa malah dia memikirkan Megan? Beberapa hari selalu bersama dengan gadis itu membuat otaknya buntu! Satu-satunya yang dia pikirkan hanya Megan dan Megan saja.
"Sialan!"
Arkana memasukkan asal botol minum serta handuk kecil ke dalam tas. Dia bergerak begitu cepat sampai Bruno tak menyadari kepergian teman satu kamarnya jika tidak mendengar bunyi pintu yang ditutup keras.
___________________
Gadis itu mengendap-endap menuju rooftop. Jika orang lain, mungkin tidak sudi melakukan hal ini. Bayangkan saja, di saat banyak orang yang lebih memilih meringkuk di bawah selimut tebal di dalam kamar asrama di tengah derasnya hujan, Megan malah membuat dirinya sendiri repot karena ingin menyelamatkan nyawa orang yang saat ini ada di rooftop sana.
Dari buku yang Megan baca, kematian selanjutnya adalah usaha bunuh diri yang mulus terjadi dengan cara menjatuhkan diri dari rooftop asrama karena dilakukan di tengah derasnya hujan. Tidak ada yang peduli, karena sejatinya mereka hanya memperdulikan dirinya sendiri.
Dengan nafas terengah-engah, Megan sampai juga di rooftop. Namun sialnya, dia melihat gadis yang akan melompat itu sudah duduk di pinggir bangunan. Gadis tersebut menatap ke atas langit, mendongakkan wajahnya berharap terpaan air hujan bisa menghapus dosanya.
"Candy! Tolong jangan lompat!!" Megan berlari ke arah Candy.
Ya, gadis cantik itu bernama Candy. Si manis yang sering tersenyum. Senyumnya itu membuat siapa saja turut mengulas senyuman karena kecantikan yang terpancar dari wajahnya sangatlah sedap dipandang.
"Berhenti di sana, Megan. Aku tidak ingin kau terpeleset dan jatuh mendahului ku." Ucap Candy dengan suara merdunya.
"Aku mohon, jangan lakukan perbuatan konyol itu, Candy!!" Teriak Megan yang pasti bisa didengar dengan jelas oleh Candy.
"Megan, apa kau tau kenapa aku ke sini? Kenapa kau berpikir aku akan bunuh diri? Apa ada yang memberitahu mu tentang rencana ku? Ah, padahal aku sengaja tidak menceritakan pada siapapun... Ternyata tetap saja ada yang mengetahui niat ku ini. Menyebalkan sekali ya? Ternyata di dunia ini tidak ada yang benar-benar bisa dirahasiakan dari siapapun?" Candy tersenyum sendu.
"Padahal aku hanya berkata sembarangan waktu itu, aku tidak bermaksud untuk menyuruhnya bunuh diri.. Aku hanya tidak suka melihat dirinya yang lemah dan pasrah, bahkan memilih tersenyum meski habis ditampar orang. Dia itu bodoh atau bagaimana? Disuruh-suruh apapun dia selalu mau.. Bahkan disuruh bunuh diri pun dia lakukan.. Apa kau mendengarku Ziudith? Kau bodoooh!! Kau itu terlalu lemah, kau terlalu pemaaf, kau terlalu baik, dunia yang kejam ini bukanlah tempat mu Ziu, kau tidak pantas berada di antara kumpulan para monster itu!"
Candy menangis. Dia mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu, hari di mana dia sangat menyesali pertemuannya dengan Ziudith hingga saat ini. Waktu itu Candy sedang berada di perpustakaan, dia mendengar suara rintihan tangis tertahan dari seseorang. Rasa penasaran mendorong Candy mencari tahu bunyi suara tangisan itu berasal.
Dia langsung mengenali sosok berkacamata yang menutupi wajahnya dengan tangan untuk meredam suara tangisannya. Saat di dekati, gadis berkacamata itu malah ketakutan.
Percakapan ini terjadi ketika Ziudith masih hidup beberapa bulan yang lalu.
"Kau rupanya. Apa kau memang berniat ingin menakuti orang-orang yang sedang membaca buku di sini? Selain menangis, apakah kau punya keahlian yang lain?" Candy mendekati Ziudith lalu menyodorkan satu pack tisu kecil pada gadis berkacamata tersebut.
"Ma-maafkan aku.. A-aku akan pergi dari sini. Maaf.."
Entah kesalahan apa yang harus Candy maafkan dari sosok seorang Ziudith. Mereka saja jarang, nyaris tidak pernah berkomunikasi, bisa-bisanya Ziudith terus menerus meminta maaf seakan-akan dia sudah melakukan banyak kesalahan pada diri Candy.
"Apa ada yang mengganggu mu lagi?" Tanya Candy tidak peduli dengan ungkapan permintaan maaf yang Ziudith lakukan barusan.
Ziudith bergeming. Dia menatap Candy dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Tenang saja. Aku bukan mereka yang selalu menindas mu." Ungkap Candy disertai senyuman.
Sejak saat itu Ziudith merasa tidak sendiri di sekolah yang terasa seperti neraka bernama Lavente. Tidak ada yang tahu kedekatan mereka, hanya berbagi cerita konyol dan menertawakan nasib masing-masing. Tidak ada kata iri dalam diri Ziudith pada sosok baik hati bagai ibu peri yang murah senyum itu. Tapi semua berubah ketika orang-orang mulai mencium kedekatan mereka. Candy yang tidak ingin hidup tenangnya di Lavente terganggu oleh gunjingan siswa lain memilih menjauhi Ziudith.
Ziudith tahu, cepat atau lambat kedekatannya dengan Candy pasti akan berakhir. Tapi ternyata kehilangan dengan cara dijauhi rasanya sangat menyakitkan.
"Candy... Aku ingin bercerita padamu..."
"... Aku tidak tahu harus bercerita pada siapa, aku takut... Orang itu menyakitiku Candy, dia.."
"Candy.. Aku lelah dengan semua ini.. Aku telah kehilangan segalanya, aku--"
"Kau apa? Kenapa kau masih saja mendatangi ku?? Aku sudah bilang jangan dekat-dekat denganku, Ziu!"
Bahkan Ziudith belum mengatakan apapun, dia belum selesai bercerita. Tapi bentakan Candy membuat nyalinya menciut.
"Jika kau lelah, ya pergi saja! Dunia ini bukan untuk orang-orang lemah seperti mu, Ziu!" Kalimat itu terdengar menyakitkan bagi Ziudith.
"Per-pergi? Pergi kemana? Aku tidak punya tempat tujuan, aku sendiri di dunia ini..." Ziudith nampak ketakutan, matanya merah dan bengkak. Mungkin saja itu karena dia habis menangis terlalu lama.
"Jika begitu, kau bisa berkumpul dengan keluarga mu di dunia yang lain."
Tanpa ekspresi Candy mengatakan semua itu pada Ziudith yang telah hancur. Ziudith pikir perkataan Candy memang ada benarnya. Untuk apa dia hidup di dunia yang kejam ini? Untuk apa dia bertahan di tengah kerasnya cobaan yang tidak ada hentinya bagi si yatim piatu itu? Jika 'pergi' adalah jalan keluar untuk semua masalahnya.. Maka Ziudith akan dengan senang hati pergi meninggalkan dunia ini.
Pagi harinya, Candy menangis tiada henti. Dia merutuki kebodohannya. Dia memaki dirinya sendiri, semua yang dia katakan pada Ziudith untuk 'pergi' benar-benar gadis itu lakukan. Gadis berkacamata itu pergi untuk selamanya.
Yang makin membuat Candy terpuruk, ternyata Ziudith menemuinya untuk menceritakan tentang pelecehan seksual yang dia alami. Belum sempat gadis berkacamata itu menyelesaikan ceritanya, Candy malah meminta Ziudith untuk pergi. Semua itu Candy ketahui dari hasil otopsi jenazah Ziudith. Ya, gadis malang kesepian itu meregang nyawa dengan membawa banyak duka, lara dan segudang rahasia.
Kan Megan pemeran utamanya
tadinya kami menyanjung dan mengasihaninya Krn nasib tragis yg menimpanya
tapi sekarang kami membencinya karena dendam yg membabi-buta
dikira jadi saksi kejahatan itu mudah apa?
dipikir kalo kita mengadukan ke pihak berwajib juga akan bisa 'menolong' sang korban sebagaimana mestinya?
disangka kalo kita jadi saksi gak akan kena beban moral dari sonosini?
huhhhh dasar iblissss, emang udh tabiatnya berbuat sesaddddd lagi menyesadkannn😤😤😤
karna kmn pun kamu pergi, dia selalu mengikutimu
bae² kena royalti ntar🚴🏻♀️🚴🏻♀️🚴🏻♀️
Megan tidak pernah jahat kepada ziudith,tapi kenapa Megan selalu di buru oleh Ziudith???!
Apakah Megan bakal kecelakaan,smoga enggak ah.. Jangan sampe
mau diem, diteror terus.. mau nolong, ehh malah lebih horor lagi juga🤦🏻♀️