NovelToon NovelToon
Istri Kedua Suamiku

Istri Kedua Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Spiritual / Kehidupan di Kantor / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Suami ideal
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: ARSLAMET

Sebuah keluarga yang harmonis dan hangat,
tercipta saat dua jiwa saling mencinta dan terbuka tanpa rahasia.
Itulah kisah Alisya dan Rendi—
rumah mereka bagaikan pelukan yang menenangkan,
tempat hati bersandar tanpa curiga.

Namun, kehangatan itu mendadak berubah…
Seperti api yang mengelilingi sunyi,
datanglah seorang perempuan, menembus batas kenyataan.

“Mas, aku datang...
Maaf jika ini bukan waktu yang tepat...
Tapi aku juga istrimu.”

Jleebb...
Seketika dunia Alisya runtuh dalam senyap.
Langit yang dulu biru berubah kelabu.
Cinta yang ia jaga, ternyata tak hanya miliknya.

Kapan kisah baru itu dimulai?
Sejak kapan rumah ini menyimpan dua nama untuk satu panggilan?

Dibalut cinta, dibungkus rahasia—
inilah cerita tentang kesetiaan yang diuji,
tentang hati yang terluka,
dan tentang pilihan yang tak selalu mudah.

Saksikan kisah Alisya, Rendi, dan Bunga...
Sebuah drama hati yang tak terucap,
Namun terasa sampai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARSLAMET, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dalam diam yang saling mengerti

Langit di luar jendela perlahan berubah gelap, dan suara-suara tamu yang berpamitan satu per satu memudar dari halaman rumah. Lampu-lampu mulai dinyalakan. Aroma teh jahe dan kayu manis menggantung di udara, sementara tirai digerakkan angin malam yang masuk perlahan dari celah jendela.

Di ruang tamu, Rendi dan Alisya duduk berdampingan di sofa. Rasya sudah tertidur sejak satu jam yang lalu—lelah setelah seharian bermain dan berlarian ke sana kemari menyapa tamu-tamu ayah bundanya.

Alisya menyandarkan kepalanya di bahu Rendi. Mereka tak banyak bicara. Hanya duduk dalam diam yang nyaman. Kadang, cinta tak butuh kata-kata, hanya kehadiran yang terasa.

“Aku lihat kamu peluk aku tadi, kayak nggak ada orang,” bisik Alisya dengan suara mengantuk namun lembut.

Rendi tersenyum kecil. Tangannya membelai rambut istrinya perlahan.

“Maaf, aku lupa dunia waktu itu.”

Alisya tertawa kecil, menepuk dadanya pelan. “Kamu memang selalu seperti itu. Tapi… aku suka. Meskipun aku malu.”

Rendi mengangkat wajah istrinya, menatapnya sejenak. “Terima kasih sudah bantu semua hari ini. Rumah ini... tanpa kamu, nggak akan seperti ini.”

Alisya memejamkan mata. “Kadang aku berpikir, apa cukup hanya jadi istri yang menyiapkan makanan, menyambut tamu, dan memeluk anak saat ia lelah?”

Rendi memeluknya lebih erat. “Kamu bukan cuma istri. Kamu rumahku. Tanpa kamu, semua ini cuma tempat tinggal.”

Dan malam pun menyelimuti mereka dengan tenang. Tak ada suara selain detak jam dinding dan angin yang menggoyangkan daun di luar jendela.

...****************...

Sementara itu, di tempat lain—di sebuah apartemen mungil di tengah kota—Bunga baru saja membuka pintu.

Ia melepas sepatunya perlahan, meletakkan tasnya di sofa, dan duduk sejenak. Kesunyian menyambutnya. Lampu kuning temaram di sudut ruangan menyala samar, menemani bayangannya sendiri.

Dari meja makan, ia mengambil sisa kotak kue yang tadi diberikan Alisya sebelum pulang. “Buat kamu, Bunga. Kue kacang ini aku yang bikin,” kata Alisya siang tadi, sambil tersenyum hangat.

Bunga menatap kotak itu lama. Senyum kecil muncul di wajahnya, lalu perlahan memudar.

Ia berjalan menuju balkon, membawa secangkir teh yang baru saja ia seduh. Dari lantai tujuh belas, kota terlihat sunyi dalam kerlap-kerlip lampu. Udara malam sedikit dingin. Rambutnya dibiarkan terurai, ditiup angin tanpa perlawanan.

Dalam hening, ia berbicara dengan dirinya sendiri.

“Alisya baik sekali… terlalu baik. Aku bisa merasakan bahwa dia mencintai Rendi dengan damai. Dan Rendi… dia melihat Alisya dengan mata yang penuh pulang.”

Tapi ada satu sisi dalam dirinya yang tak bisa disangkal. Sebuah ruang kecil di hatinya yang masih menyimpan sesuatu. Bukan harapan, mungkin. Tapi bayang. Diam dan setia di sudut pikirannya.

Ia menggigit kue kacang pelan, dan untuk sesaat, hangatnya terasa seperti pelukan.

“Aku bukan bagian dari rumah itu… tapi aku bersyukur pernah duduk di dalamnya hari ini.”

Ia menatap langit malam, mencari sesuatu di antara bintang-bintang yang nyaris tertutup awan. Mungkin pertanyaan. Mungkin penghiburan.

Dan dalam diam itu, ia membisikkan doa yang tak bersuara:

Semoga bahagia itu tetap tinggal di rumah mereka... dan semoga hatiku suatu hari, juga punya tempat untuk pulang.

...****************...

Malam menyapa perlahan, menutup hari dengan pelukan angin lembut dan langit yang mulai mengatup kelopaknya. Di balik jendela kamar, lampu-lampu kota terlihat samar, seperti bintang-bintang yang malu-malu menampakkan diri di permukaan bumi. Di dalam kehangatan kamar itu, Rendi dan Alisya saling bersandar dalam keheningan yang akrab, seperti dua daun yang lama hanyut dalam aliran yang sama.

Alisya memeluk Rendi dengan mata yang mulai berat. Lengan suaminya masih menjadi tempat ternyaman untuk lelap, dan detak jantungnya—ritme yang ia kenal sejak masa remaja—masih menjadi lagu tidur terbaik yang pernah ia dengar.

“Aku masih mencintaimu seperti dulu,” bisiknya sambil memejam, “Seperti pertama kali kamu ngajak aku duduk di taman belakang sekolah itu. Ingat nggak?”

Rendi tersenyum pelan. “Ingat. Kamu pakai baju putih abu-abu dan duduk sambil makan roti isi cokelat. Kamu nggak tau, sejak hari itu aku nggak bisa lihat roti cokelat tanpa ingat kamu.”

Alisya terkekeh kecil, matanya belum benar-benar tertutup. Tapi di balik tawanya, ada kelelahan, ada kerinduan yang tak pernah benar-benar pergi meski mereka telah menikah dan tinggal serumah bertahun-tahun. Mungkin begitulah cinta, ia tidak tinggal diam, melainkan tumbuh bersama rindu yang tak pernah habis.

Rendi mengusap rambut Alisya yang sebahu, halus dan harum, seperti aroma kenangan yang tak lapuk digerus waktu.

“Sayang…” ucap Rendi pelan, suaranya seperti berbisik pada malam itu sendiri. “Aku harus bilang sesuatu.”

Alisya membuka mata sedikit, menoleh, “Hm?”

“Aku belum tahu kapan tepatnya, tapi nanti aku harus ke Yogyakarta,” lanjut Rendi, masih dalam nada yang tenang. “Sama Bunga. Untuk cek lokasi pembangunan dan urusan kontraktor. Mungkin beberapa hari, mungkin seminggu. Tapi aku mau kamu tahu dari sekarang, biar nanti nggak kaget.”

Alisya terdiam sejenak. Matanya benar-benar terbuka kini, menatap wajah suaminya yang tak sepenuhnya bisa ia baca. Namun ia tak mendebat, tak mencurigai. Ia hanya... diam. Lalu pelan, ia mendekap Rendi lebih erat.

“Kamu percaya aku, kan?” tanya Rendi, menunduk menatap matanya.

Alisya mengangguk. “Aku percaya. Cuma…” suaranya menipis, “...aku pasti kangen.”

Rendi mencium keningnya. “Aku juga bakal kangen kamu.”

Lalu ia menatap langit-langit kamar sejenak, seolah mencari cara menenangkan hatinya sendiri. “Aku takut kamu kesepian. Gimana kalau kamu tidur di rumah Ibu sementara aku di sana? Biar ada teman ngobrol, ada yang masakin.”

Alisya tidak perlu berpikir lama. “Aku kangen Ibu juga. Sudah lama nggak tidur di kamarku di sana. Kayaknya itu ide bagus.”

Rendi tersenyum kecil. Ada rasa lega yang samar di sana.

Namun kebersamaan mereka tak bertahan lama malam itu. Ponsel Rendi tiba-tiba berdering—nama ‘Ayah’ terpampang di layar. Ia segera mengangkat, tapi tak ada suara jelas di seberang. Hanya helaan napas berat, suara televisi dari kejauhan, dan akhirnya, keheningan.

Rendi menggenggam ponsel lebih erat. Wajahnya berubah. Ada sesuatu yang tidak bisa ia katakan. Sesuatu yang belum ingin ia bagi.

Tanpa berkata apa-apa, ia memeluk Alisya. Erat. Seakan ada beban yang tak mampu ia bagi dengan kata-kata.

“Rendi?” bisik Alisya, mengusap punggung suaminya. “Ayah kenapa?”

Rendi tak menjawab. Ia hanya memejam, membenamkan wajahnya di bahu istrinya. Alisya tahu, pelukan itu adalah bahasa paling jujur malam itu. Dan seperti biasa, ia tak memaksa. Ia hanya memeluk balik, seerat yang ia bisa.

“Aku di sini,” katanya, nyaris tak terdengar, “Kalau kamu belum bisa cerita sekarang, nggak apa-apa. Tapi kamu nggak sendiri.”

Waktu berjalan lambat. Jam di dinding berdetak seperti menahan napas. Dan di dalam kamar yang temaram, hanya ada dua hati yang saling menggenggam erat. Tak semua harus dibicarakan malam ini. Yang penting adalah kehadiran. Pelukan. Dan kepercayaan yang tetap tinggal meski waktu mulai membuka jarak.

Dan malam pun menyelimuti mereka dalam diam yang penuh makna.

1
❤ Nadia Sari ❤
Bapak kandung dan ibu tirinya matre bgt pasangan yg cocok 😝
Iis Dawina
bakalan susah trendi kluar dr situasi ini.apalg bunga hmil mending pisah aja sm alisya.ksihan dia cmn jd bhn ejekan nntinya
❤ Nadia Sari ❤
Biarkan mereka bahagia di atas penderitaanmu krn karma sedang mengintip mereka... Jgn lama2 berpikir segera pisah resmi Alisya
Yati Syahira
wkwkk pasangan selingkuh yg munafik
Iis Dawina
pergi dan jgn kembali hiduplah dgn baik" si apalagi ada ank...biarkan orang" yg ktnya mencintaimu mengagumimu menghormatimu hidup dlm rasa bersalah .klo memang mereka punya hati..hai bunga ktnya kau wanita baik, wanita baik tak an tega menyakiti wanita lain.dan kau rendi ktnya cinta..klo cinta tak an mungkin menyakiti..semuanya munafik
Erna Sanusi
begitu gampang rasa itu pergi. hanya karena nafsu semata. begitu mahal nya sebuah kesetiaan.
Yati Syahira
laki munafik
❤ Nadia Sari ❤
Ceritanya bikin penasaran
❤ Nadia Sari ❤
Pergilah Alisya jangan mau dimadu biar Randy menyesal
Iis Dawina
berpisahlah alisya krn nnti mertuamu kan selalu memihak madumu..demi perusahaan dan suami km akn sll nurut
❤ Nadia Sari ❤
lanjutttt
Iis Dawina
mendingan mundur alisya...ga blk bner klo ortu dah ikut campur mah
Yati Syahira
sdh panjang bab tdk terungkap perselingkuhan suaminya aneeh bikin males baca
ARSLAMET: biar makin penasaran kak , hehehe staytune trus ya
total 1 replies
D͜͡ ๓KURNI CACAH
wanita sebaik dan secantik sabar alisha kok bisa si di sakiti Sama laku laku kampret Kya si Rendi
D͜͡ ๓KURNI CACAH
ngk rela bgt alisha di Madu
D͜͡ ๓KURNI CACAH
kampret Rendi sama bunga kok bisa nikah ...dasar laki laki apa pun ala San nya tetap tak di benarkan
Rubyna
kok gak ada kejelasan tiba tiba menikah karna apa, dan bunga seharus nya menolak tau kan kalau Rendi susah beristri
ARSLAMET: dukungan nya kaka , selalu berharap yang terbaik untuk tulisan ku dan semua hal hehe
Rubyna: semangat ya, noveltoon gak kayak dulu, asal kontrak sudah dapat cuan sekarang susah
total 4 replies
❤ Nadia Sari ❤
ketikannya kok center semua?
ARSLAMET: @ terimakasih sebelumnya atas sarannya ..
❤ Nadia Sari ❤: bagus yg awal aku tadi bacanya kayak lagu
total 3 replies
pembaca
lanjut kan tuk menuju sukses
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!