Dituduh pembunuh suaminya. Diusir dari rumah dalam keadaan hamil besar. Mengalami ketuban pecah di tengah jalan saat hujan deras. Seakan nasib buruk tidak ingin lepas dari kehidupan Shanum. Bayi yang di nanti selama ini meninggal dan mayatnya harus ditebus dari rumah sakit.
Sementara itu, Sagara kelimpungan karena kedua anak kembarnya alergi susu formula. Dia bertemu dengan Shanum yang memiliki limpahan ASI.
Terjadi kontrak kerja sama antara Shanum dan Sagara dengan tebusan biaya rumah sakit dan gaji bulanan sebesar 20 juta.
Namun, suatu malam terjadi sesuatu yang tidak mereka harapkan. Sagara mengira Shanum adalah Sonia, istrinya yang kabur setelah melahirkan. Sagara melampiaskan hasratnya yang ditahan selama setelah tahun.
"Aku akan menikahi mu walau secara siri," ucap Sagara.
Akankah Shanum bertahan dalam pernikahan yang disembunyikan itu? Apa yang akan terjadi ketika Sonia datang kembali dan membawa rahasia besar yang mengguncang semua orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Sementara itu, di kamar lantai bawah, suasana jauh berbeda. Sonia duduk bersandar di kursi, wajahnya pucat, namun matanya tajam menatap Shanum yang berdiri di dekat kasur sambil memerhatikan si kembar yang sedang berguling-guling di atas kasur.
“Bagaimana, Mbak Shanum?” tanya Sonia pelan dengan suara bergetar.
Shanum menunduk. “Sepertinya ... tidak bisa, Bu. Aku masih punya ayah di kampung. Beliau sudah sepuh. Aku ingin menemaninya. Sebaiknya gunakan jasa baby sitter saja, seperti diminta Non Soraya.”
Mendengar nama itu, Sonia menatapnya cepat. “Selama saya tidak ada, Soraya sering ke sini?” tanyanya, nada suaranya meninggi tanpa sadar.
Shanum tampak kikuk. “Bisa dibilang kadang-kadang. Sepertinya kalau dia punya waktu luang, dia datang membawa mainan untuk si kembar.”
Sonia diam lama. Tatapannya menelusuri wajah Shanum, dari sorot matanya hingga ke jemari yang sibuk menahan Arsyla atau Abyasa agar tidak jatuh dari kasur. Ada sesuatu di balik tatapan itu, campuran antara curiga dan rasa ingin tahu.
“Bu, saatnya si kembar mandi,” ucap Shanum gugup, mencoba mengakhiri percakapan.
“Mandinya di sini saja. Aku ingin melihat mereka,” kata Sonia lembut tapi tegas. Shanum tak bisa menolak.
Arsyla dan Abyasa berdiri di atas kasur, tertawa ceria. Dunia mereka masih murni, belum mengenal luka dan persaingan hati orang dewasa.
“Papa!” teriak mereka serentak setelah melihat orang yang membuka pintu.
Sagara muncul dengan senyum lebar. Pandangannya lembut, seolah ingin menenangkan seluruh badai di ruangan itu.
Pria itu menggendong kedua anaknya, satu di kanan, satu di kiri. Tawa mereka memenuhi kamar, seolah menghapus duka yang menggantung.
“Shanum, anak-anak belum mandi?” tanya Sagara.
“Ini mau diajak mandi, Pak,” jawab Shanum.
“Kalau begitu, ayo!” kata Sagara ceria, lalu menatap Sonia. “Sayang, kamu istirahat dulu ya. Jaga kesehatanmu, biar cepat sembuh.”
Kata Sayang meluncur ringan, tetapi menghujam hati Shanum seperti belati. Suaranya lembut, tetapi maknanya tajam. Selama ini kata itu juga diucapkan untuknya. Dan kini kata yang sama, dengan nada yang sama, berpindah arah kepada Sonia. Selama ini pria itu juga memanggilnya dengan "Sayang" ketika berduaan. Pancaran mata wanita itu menunjukkan luka yang dibuat oleh Sagara.
Shanum tersenyum tipis, meski matanya mulai basah. Ia menunduk, pura-pura sibuk dengan jilbabnya.
"Tium, Papa." Arsyla mencium pipi Sagara.
"Tium," lanjut Abyasa yang juga mencium pipi Sagara sebelah kanan.
“Papa, tium Mama!” seru Abyasa dengan logat lucu sambil menunjuk Shanum.
Waktu seolah berhenti. Ada tiga jantung dewasa yang hampir jatuh dari tempatnya mendengar ucapan Arsyla. Shanum melihat Sonia dari ujung matanya. Wanita itu terlihat menoleh kepadanya.
Sagara tercekat. Sonia menoleh ke arah Shanum. Sedangkan Shanum berdiri kaku, antara ingin tersenyum atau menunduk dan menghilang.
“Itu ... anak-anak menyuruh Ibu mencium Bapak,” kata Shanum akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar.
Sonia tersenyum. Senyum yang samar, namun menyimpan makna dalam. “Oh, begitu, ya,” katanya pelan. Ia menatap Sagara, lalu Shanum, lalu kembali ke bayi-bayi mereka yang tak tahu apa-apa.
Sagara menatap Shanum lekat-lekat. Ia bisa melihat segala hal yang tak diucapkan di sana ada rasa sakit, penyesalan, dan cinta yang tetap berusaha hidup walau hampir mati.
Di dalam hati kecilnya, Sagara tahu mencintai dua wanita bukanlah kebanggaan. Itu ujian, dan dia sedang berada di tengahnya.
Sonia memperhatikan semuanya, lalu menatap Sagara dengan sorot mata yang lembut tapi menuntut. “Mas, sini.”
“A, iya, Sayang,” ucap Sagara mendekat. Ia mencium kening Sonia dengan lembut. “Papa sudah cium Mama.”
“Baru melihat kemesraan seperti saja aku sudah merasa cemburu. Aku jadinya lupa diri siapa aku sebenarnya,” batin Shanum.
"Papa, tium Mama." Abyasa menunjuk Shanum dan itu membuatnya terkejut setengah mati.
Sagara menoleh ke arah Shanum. Begitu juga dengan Sonia. Keduanya tak sadar bahwa dua pasang mata kecil sedang memperhatikan dengan polos.
Suasana kamar terasa berubah tegang. Apalagi Ekspresi Sagara dan Shanum yang terlihat sedang menyembunyikan sesuatu.
“Sebaiknya kalian segara mandi, nanti keburu sore,” ucap Shanum sambil mengambil alih Abyasa dari gendongan Sagara.
apakah abyasa anak shanum