Takdir yang mempertemukan mereka berdua, takdir pula yang membawa mereka kedalam hubungan yang rumit.
Faiha Azkiya, seorang muslimah yang mempunyai mimpi menjadi wanita yang kuat dan tangguh. Pundaknya saat ini dituntut menjadi kokoh, untuk menghidupi dirinya dan sang nenek. Ingin rasanya ia menyerah pada takdir, namun semuanya itu berbanding terbalik. Dimana, takdir itu malah merubah kehidupannya.
Azzam Arsalaan. Pemberontakkan, kejam dan ditakuti oleh hampir semua orang dalam dunia bisnis. Bahkan dunia hitam pun sangat tidak ingin terlibat sesuatu dengannya. Ia akan sangat murka jika kehidupannya terusik, tiada kata 'ampun dan maaf' darinya. Jika tidak, maka nyawa mereka akan lenyap saat itu juga.
Akankah takdir itu dapat menyatukan mereka dan bahagia? Atau sebalinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Flashback On...
Azzam kini berada didalam ruang kerjanya, menatap jauh ke arah luar jendela. Merenungi setiap perkataan yang Kiya ucapkan dan jelaskan kepada Azzam, merutuki kisah hidupnya yang selama ini sudah terlalu bebas dan melupakan agamanya.
Bagaimana bisa aku melupakan hal terpenting dalam hidupku, bagaimana bisa!!! Apakah aku pantas untuk mendapatkannya? Dia terlalu sempurna untuk kumiliki, aku sungguh hina. Heh, menjijikan!
Ppprrraanngg!!!
Azzam memukul kaca jendela tersebut dengan menggunakan kepalan tangannya, membuat kaca tersebut pecah dan berhamburan. Darah mengalir cukup banyak dari punggung tangannya.
Flashback Off...
" Tuan!!!." Teriak Kiya, saat melihat ada tetesan darah dari tangannya Azzam.
Tanpa pikir lagi, Kiya berjalan dengan cepat mendekati Azzam yang hanya berdiam diri. Mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menghentikan aliran darahnya, terlihat disana sebuah alas meja yang menggunakan sebuah kain. Kiya menariknya tanpa memikirkan lagi pernak pernik diatasnya, yang saat ini sudah berhamburan.
" Tuan! Tangan anda berdarah, kenapa bisa begini?" wajah Kiya tampak panik dengan hal tersebut.
Membalut tangan Azzam menggunakan kain, disaat ingin memapah Azzam untuk duduk. Tangan Kiya itu tertahan oleh Azzam, Kiya menatap heran dengan bosnya itu.
" Katanya tidak boleh bersentuhan, ini!." Azzam mengarahkan matanya, terlihat tangan Kiya menyentuh tangan Azzam.
" Darurat bodoh!!!." Balas Kiya terhadap ucapan Azzam.
Setelah mendudukkan Azzam, menanyakan dimana letak kotak obat yang sebelumnya ia bawa. Dengan menunjukkan jarinya, Azzam memberitahukan kepada Kiya.
" Tetap diam disini dan jangan membantah!." Meninggalkan Azzam, Kiya langsung berlari turun kelantai dasar menuju dapur, meminta kepada bik Ipa baskom yang berisikan air hangat dan kain handuk bersih.
Heh, ternyata dia lebih menyeramkan dari singa betina yang sedang marah. Azzam.
Setelah mendapatkan barang-barang yang ia perlukan, Kiya kembali berlarian kecil menuju lantai atas. Dengan nafas yang sedikit memburu, ia berhenti sejenak. Dan segera melanjutkan langkahnya kembali. Membersihkan darah yang masih keluar dari punggung tangan Azzam dengan perlahan, melepaskan serpihan kaca yang tertingal. Sungguh sangat miris hati Kiya melihatnya luka itu.
" Baiklah, sudah selesai. Lebih baik anda beristirahat saja tuan, tadi bik Ipa mengajak anda untuk sarapan." Jelas Kiya kepada Azzam.
" Kau juga ikut sarapan bersamaku, ayo!." Azzam menggenggam tangan Kiya dan berjalan menuju lantai bawah.
Ya ampun ni orang, asal tarik saja. Nggak paham-paham kalau dijelasin. Kiya.
" Idak usah mengumpatku didalam hati, lebih baik kau utarakan. Agar aku bisa lebih jelas mendengarnya." Tanpa menoleh, Azzam berbicara kepada Kiya.
" Eh! Anda peramal, tuan? Tapi, tangan anda." Kiya mempertegas perkataannya.
Azzam tanpa menjawabnya, dan masih saja mengenggam tangan Kiya. Hingga mereka sampai di ruang makan. Azzam menarik kursinya dan duduk, memandang berbagai menu makanan yang tersedia. Ia langsung mengambil dan menikmatinya, terasa sedikit berbeda dari biasanya.
" Bik, bik Ipa." Azzam memanggil.
" Iya tuan, saya." Dengan sedikit berlarian kecil, Ipa menghampiri tuannya.
" Siapa yang memasak?." Tanya Azzam dengan penuh selidik.
" Ee, anu tuan. Itu, non Kiya yang memasak." Ipa menjawabnya dengan penuh rasa ragu, akan tuannya marah.
" Hem, kembalilah." Azzam memerintahkan Ipa untuk kembali kedapur, dan ia mulai menatap Kiya dengan tatapan yang sungguh sangat menghakimi.
Sedangkan Kiya, ia sudah merasa panas dingin dengan tatapan dari bosnya itu. Berharap tidak akan terjadi sesuatu yang membuatnya marah, atau dia akan mendapatkan hukuman.
" Aku mau, kau membuatkanku sarapan setiap hari kerja. Dan bawa keruang kerjaku di kantor, tidak ada penolakan. Gajimu akan aku berikan dua kali lipat." Azzam meneruskan makannya, hingga piringnya itu bersih.
Kiya hanya mendengus kesal atas sikap tuannya yang mau menang sendiri, lalu Azzam berjalan meninggalkan Kiya sendirian di meja makan. Sungguh hari yang teramat melelahkan bagi seorang Kiya, menghadapi sikap bosnya yang sangat aneh. Kiya bermaksugd untuk membereskan hidangan yang ada, dan ia bertanya kepada Ipa. Kemana akan berakhirnya makanan-makanan itu setelah tuannya makan? ' Dibuang ', dan kalimat itu sangat membuat Kiya geram.
Tanpa izin dan bertanya lagi, Kiya mengajak para asisten rumah tangga disana untuk menikmati hidangan tersebut. Awalnya mereka takut, namun Kiya menyakinkan mereka jika ia yang akan bertanggung jawab atas semuanya. Menikmati hidangan yang tersisa, memang miris mendengarnya. Daripada mubazir, lebih baik dinikmati bersama-sama. Mereka tertawa dan saling bersenda gurau satu sama lain, tidak terlihat perbedaan disana. Tanpa mereka ketahui, Azzam melihat itu semua.
Kau memang tidak ada duanya Kiya, kau adalah milikku. Dan sampai kapanpun, kau tetap milikku. Azzam.
......................
Saat ini, Zaffar sedang bersama para anak buahnya. Terjadi sesuatu dengan keadaan bisnisnya, penurunan nilai saham dan para investor sedang menarik saham dari mereka satu persatu.
" Kenapa bisa begini! Aargghh!!!" Teriak Zaffar dengan mengacak-acak rambutnya hingga berantakan tak berbentuk lagi.
Semua para anak buahnya tidak ada satupun yang berani membuka suara, mereka sangat mengetahui sikap pemimpinnya itu disaat marah. Zaffar sangat marah ketika bisnisnya sedang dipermainkan oleh seseorang.
" Cepat kalian dapatkan siapa yang sudah mempermainkanku seperti ini. Cepat!!!." Suara itu sangat kuat dan membuat para anak buahnya menjadi serba salah.
" Lihat saja, akan kutemukan siapa dalang dibalik semuanya ini. Akan kubuat dia lebih menderita dari yang aku alami saat ini, pergilah!!! Jangan ada yang kembali, sebelum kalian menemukan siapa pelakunya." Zaffar semakin menggila, betapa frustasinya ia saat itu.
Semua para anak buahnya segera melakukan penyelidikan dan pencarian, terhadap pelaku penyerangan aset dari milik bos mereka. Sudah sangat dipastikan, Zaffar mengalami kerugian yang sangat besar, bahkan terancam akan gulung tikar dalam dunia perbisnissan.
"Jika dugaanku ini benar, dan dia adalah pelakunya. Akan kupastikan dan kubuat dia menderita, bahkan akan meminta kematian dari tanganku!!!."
......................