Bagi Fahreza Amry, hinaan dan cemoohan ayah mertuanya, menjadi cambuk baginya untuk lebih semangat lagi membahagiakan keluarga kecilnya. Karena itulah ia rela pergi merantau, agar bisa memiliki penghasilan yang lebih baik lagi.
Namun, pengorbanan Reza justru tak menuai hasil membahagiakan sesuai angan-angan, karena Rinjani justru sengaja bermain api di belakangnya.
Rinjani dengan tega mengajukan gugatan perceraian tanpa alasan yang jelas.
Apakah Reza akan menerima keputusan Rinjani begitu saja?
Atau di tengah perjalanannya mencari nafkah, Reza justru bertemu dengan sosok wanita yang pernah ia idamkan saat remaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Investasi
"Bagaimana seharian Dhea tadi bersama Bu Marisa? Main apa saja?" tanya Reza kepo. Entah kenapa akhir-akhir ini dia jadi sering menanyakan hal itu pada anaknya.
"Baik, kok. Emmm..." Dhea menopang dagunya seraya melihat ke atas seolah sedang berpikir. "Tadi Tante Icha ngajakin Dhea berkebun, menanam bunga dan sayuran. Seru deh, Yah." Dhea bertepuk tangan dengan gembira.
"Habis itu, terus kita memasak. Tante Icha juga mengenalkan Dhea dengan bermacam-macam bumbu dapur dan namanya." Dhea begitu antusias bercerita. Wajahnya tampak sangat bahagia.
Reza tersenyum mendengar jawaban Dhea. Dia bersyukur anaknya tumbuh di lingkungan yang sehat dan bersama orang yang tepat.
Reza melihat kedekatan antara Dhea dan Marisa yang begitu alami tidak dibuat-buat. Kepribadian Marisa yang lembut, tetapi juga tegas pada saat tertentu, membuat Dhea merasa nyaman dan aman di dekatnya. Reza sendiri merasa lega melihat hubungan yang harmonis antara putrinya dan Marisa-bosnya. Dia merasa bahwa Marisa adalah orang yang tepat untuk menjaga dan mendidik Dhea.
Lalu bagaimana dengan hatinya? Entahlah, Reza masih meraba-raba perasaannya sendiri. Tiba-tiba ponselnya berdering dan tertera nama Dimas di layar.
"Dhea main sendiri ya, ayah mengangkat telepon dari Om Dimas sebentar," kata Reza seraya mengangkat ibu jarinya ke arah Dhea.
"Iya, Yah," sahut Dhea yang langsung melanjutkan bermain dengan mainannya, tanpa menoleh ke arah Reza.
"Halo, Dim. Ada kabar apa?" tanya Reza begitu teleponnya tersambung.
"Ada yang mau menjual sawah lagi, nih. Orangnya butuh banget, rugi kalau kamu nggak beli," beritahu Dimas.
"Benarkah? Emang dia mau jual berapa, terus luas lahannya berapa?" tanya Reza seraya membetulkan posisi duduknya.
Dimas lantas menceritakan secara detail seperti yang dikatakan pakliknya tanpa ditambah ataupun dikurangi. Reza pun mendengarkannya dengan seksama.
"Bagaimana, apa kamu berminat?" tanya Dimas kemudian.
"Kalau menurutku kamu harus membelinya apapun caranya. Dengan begitu kamu bisa membungkam mulut pedas mantan mertuamu itu dengan keberhasilanmu, Za." Dimas memprovokasi Reza.
"Biar dia nanti kejang-kejang setelah tahu bahwa ternyata kamulah yang telah membeli sawah-sawahnya," imbuhnya sambil tertawa lebar.
Hening tercipta untuk sementara, tak ada pembicaraan di antara mereka. Reza tampak berpikir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sementara Dimas menunggu keputusan sahabatnya itu.
"Apa keputusanmu?" tanya Dimas dengan tidak sabar.
"Tapi tabunganku masih kurang, Dim," jawab Reza.
"Gampang, bisa pake uangku dulu," kata Dimas memberi solusi.
"Kenapa bukan kamu saja yang beli?" tanya Reza.
"Aku nggak minat. Lagian aku hanya ingin membantumu untuk membalas kesombongan mereka saja." Dimas beralasan.
"Deal, ya?" tanya Dimas lagi.
"Oke, kamu urus saja, aku terima beres." Reza menyerahkan kepengurusannya pada Dimas.
Kesepakatan terjadi dan sambungan telepon pun terputus. Reza langsung mentransfer sejumlah uang ke rekening milik Dimas.
*
Pagi harinya transaksi jual beli pun terjadi antara Pak Bondan dan Pak Bejo. Bahkan Pak Bejo tidak lagi menawar harga yang ditetapkan oleh Pak Bondan. Kemudian Pak Bejo mengirim pesan pada Dimas untuk segera mentransfer uangnya.
Ting
Pemberitahuan dari m-banking milik Pak Bondan dengan sejumlah uang yang sesuai dengan harga yang telah disepakati oleh keduanya, tertera di layar ponsel Pak Bondan. Pria paruh baya itu pun tersenyum lebar. "Alhamdulillah," katanya dalam hati, dengan perasaan lega.
"Terima kasih atas kerjasamanya ya, Jo," ucap Pak Bondan seraya memberikan sertifikat sawahnya kepada Pak Bejo.
Kemudian Pak Bejo menerimanya dan meneliti sertifikat tersebut. Dia pun langsung pamit pulang setelah urusan selesai.
"Bapak yakin, masih berniat ikut investasi?" tanya Rinjani berusaha menggoyahkan hati bapaknya.
Namun, sepertinya keputusan Pak Bondan sudah tidak bisa diganggu gugat lagi.
"Lha iya, to. Kamu ini bagaimana, sih. Toh, nanti kalau bapak berhasil, kamu juga ikut menikmati hasilnya, kan," kata Pak Bondan dengan yakin.
Pria paruh baya itu sepertinya sangat tertarik oleh keuntungan yang sangat menggiurkan dari investasi tersebut.
Rinjani akhirnya hanya bisa menatap ayahnya dengan pandangan yang rumit, ketika sang ayah keluar dari rumahnya dan pergi begitu saja.
Sementara di rumah Pak Bejo, Dimas sudah menunggu. Dan begitu melihat pakliknya itu datang dia langsung tersenyum lebar menyambutnya.
"Tos." Dimas mengangkat telapak tangannya dan disambut oleh Pak Bejo dengan tersenyum pula.
"Ini sertifikatnya. Paklik sudah menelitinya dan itu asli," kata Pak Bejo seraya menyerahkan sertifikat pada Dimas.
"Terima kasih, atas bantuannya, Paklik." Dimas menyalami Pak Bejo dan langsung pamit pulang.
*
Pak Bondan mendatangi rumah Pak Muktar dan disambut dengan baik oleh sang pemilik rumah. Keduanya lantas berbincang mengenai investasi tersebut.
Pak Muktar menjelaskan lebih terperinci tentang keuntungan yang akan didapat. Pak Bondan mendengarkan dengan antusias lalu tiba-tiba dia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi perbankan.
"Berapa yang harus saya transfer, Pak?" tanya Pak Bondan kepada Pak Muktar.
Pak Muktar tersenyum dan memberikan nomor rekeningnya beserta nominal uang yang harus ditransfer kepada Pak Bondan. "Silakan transfer ke nomor rekening ini, Pak. Saya akan segera memprosesnya."
Pak Bondan segera melakukan transfer dan menunjukkan bukti pembayaran kepada Pak Muktar. Lalu pria itu pun tersenyum puas.
Pak Muktar berdiri lalu mengulurkan tangannya menyalami Pak Bondan. "Terima kasih, Pak Bondan. Saya akan segera menghubungi Bapak untuk memberikan informasi lebih lanjut tentang perkembangan selanjutnya."
Pak Bondan pun berdiri dan menyambut uluran tangan Pak Muktar. Setelah itu, dia keluar dari rumah Pak Muktar dengan perasaan lega dan berharap investasinya akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar.
. bangau yg terbang tinggi aja berakhir jadi kecap kok🤧🤧
yg ketutup kabut mata siapa?
coba pikir dengan benar!!!
Pak Bondan sini aku bisiki tapi jangan kaget....itu sawah nya Reza mantan menantu mu