Kiara terpaksa menikahi Orion karena satu tujuan yaitu untuk balas dendam. Dirinya merasa dipermainkan oleh Leonard Arven Hadinata, anak sulung sebuah keluarga konglomerat Hadinata. Kiara dan Leo sudah menjalin hubungan cukup lama dan dijanjikan akan dinikahi suatu hari nanti. Namun sang pria justru menghilang tanpa satu alasan. Kiara hingga merasa sedih dan kecewa.
Kiara melakukan sebuah pernikahan kontrak dengan Orion Alaric Hadinata, sang putra tidak sah alias anak haram Hadinata. Dari Aditya Pramana Hadinata, sang kepala keluarga dengan seorang wanita yang tak diketahui siapapun. Sekaligus adik tiri dari sang putra sah yaitu Leonard.
Orion menyetujui pernikahan itu karena ia juga ingin menghancurkan keluarga yang selama ini merawatnya dari kecil. Juga untuk mencari tau dimana keberadaan ibu kandungnya sekarang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NABABY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ikatan
Malam semakin larut. Kiara terus duduk disamping Orion yang sudah tertidur pulas. Ia perlahan melepas sepatu Orion, lalu kemudian melonggarkan dasinya.
"Mmmh..." Orion bergumam dalam tidur dan menampik tangan Kiara yang berusaha melonggarkan dasinya.
Kiara menghela nafas panjang. Terbesit rasa kasihan pada Orion. Ia tau hidup yang dijalani pria yang tengah tertidur pulas ini tak mulus seperti hidupnya saat kecil. Hidup di panti asuhan tidaklah mudah. Ia harus merelakan soal kasih sayang orang tua. Ia harus sadar bahwa dirinya tak diinginkan. Dan ia harus rela, keberadaannya merupakan sebuah beban hingga ia harus hidup di panti asuhan. Anak-anak terlantar yang dibuang. Mereka mempunyai ikatan untuk saling memeluk, saling melindungi, dan saling menghibur memberi kehangatan seperti yang dilakukan Kiara sekarang.
"Kiara..." Orion memanggilnya lirih. Kedua matanya terbuka meski sedikit.
Kiara mendekat, "Tidurlah. Aku tau kau lelah." Balas Kiara lirih.
"Dingin..." Gerutu Orion setengah tertidur.
Nadanya sedikit manja, berbeda dengan dia yang biasanya. Kiara mengangguk paham, ia langsung mengambil selimut. Beberapa saat kemudian, saat Kiara kembali, ia melihat Orion sudah terduduk di sofa.
"Kamu kenapa bangun? Tidurlah. Ini aku bawakan selimut untukmu." Ucap Kiara mencoba menyelimuti kaki Orion.
"Aku mau air." Orion terlihat cemberut sambil menunjuk kearah dapur.
Kiara geleng-geleng, sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat. Tapi dia tak menolak permintaan Orion. Ia langsung mengambil air, menuangkannya ke gelas lalu kembali ke ruang tamu dan memberikannya pada pria itu.
"Minumlah."
Orion langsung meneguk air itu. Tak perlu waktu lama, air dalam gelas itu kembali kosong.
"Ini pertama kalinya ada orang yang merawatku saat mabuk. Terima kasih Kiara."
Kiara kembali tersenyum. Ia hanya bisa mengangguk.
"Tidurlah di kamarmu. Aku akan berada disini beberapa saat lagi."
"Kau tak apa? Kau masih merasa pusing? Mual? Bagaimana jika kamu muntah saat aku tidak ada?" Suara Kiara terdengar khawatir.
Orion tertawa kecil. Sikap Kiara baginya sungguh sebuah sikap yang jarang ia dapat. Setiap dirinya mabuk, ia hanya akan langsung masuk kamar. Jika dia muntah, dia muntah sendiri, tak ada yang membantu. Jika dia butuh air, dia harus pergi ke dapur. Semuanya dia lakukan sendiri. Namun kali ini ada seseorang yang mau menemaninya. Dan Kiara lah orang tersebut.
"Bisa kau bantu aku menuju kamarku?" Orion masih memegangi kepalanya. Ia tak berharap Kiara mau membantunya. Bahkan pertenyaaan yang ia lontarkan hanya sebuah basa-basi.
Kiara mengangguk. Dia langsung mendekat pada Orion dan mencoba memapah Orion. Sedangkan Orion langsung terkesiap tak menyangka adegan seperti ini akan terjadi. Matanya membelalak lalu mencoba menghindar dari Kiara.
"Kamu kenapa sih? Katanya suruh bantuin ke kamar." Kiara agak bingung melihat sikap Orion yang berubah seketika.
"Maaf. Sepertinya aku bisa sendiri." Orion langsung berjalan menuju anak tangga meski agak sempoyongan.
Kiara terus mengawasinya dari belakang. Tidak lucu jika suaminya tiba-tiba terjatuh saat menaiki tangga. Dengan telaten tangan Kiara membuat ancang-ancang untuk menangkap Orion jika sewaktu-waktu dia terjatuh. Namun sampai lantai dua, Orion bisa melewatinya.
"Aku sudah tak apa-apa. Pergilah ke kamarmu." Tangan Orion mengkibas-kibas seolah-olah mengusir Kiara pergi.
"Baiklah, baiklah... Silahkan anda tidur tuan Orion. Saya pamit dulu." Kiara langsung berbalik dan menuju kamarnya.
Tubuh Kiara hilang sesaat setelah masuk ke kamarnya sendiri. Orion menghela nafas sambil memegang dahinya.
"Gadis itu benar-benar merepotkan." Orion menggeleng sebelum sesaat ia menghambur ke kamarnya juga.
......................
"Hai, kau sudah bangun?" Kiara melihat Orion yang baru saja turun dari lantai dua.
Sementara Orion masih berjalan malas karena masih merasa pengar akibat mabuk semalam.
"Sarapanmu ada di meja makan. Aku berangkat dulu ya." Ucap Kiara sembari memasukkan beberapa barangnya dalam tas.
"Kau ingin berangkat sekarang? Bukankah ini masih terlalu pagi?"
"Kenan sakit, jadi aku harus membeli beberapa stock untuk nanti. Jangan lupa minum tehnya agar pusingmu agak baikan. Bye... Rekan" Kiara keluar begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Orion.
"Kenapa dia selalu memanggilku rekan sih?" Orion mengerutkan dahi lalu beranjak menuju ke meja makan.
Disana sudah tersedia sebuah sandwich dan juga teh. Orion tersenyum. Meski pernikahan hanya sebuah kontrak, tapi Kiara melakukan tugasnya sebagai istri begitu baik. Bahkan sandwich yang ia buat begitu lengkap. Ada daging, selada, bahkan keju dan telur. Ia memakan sarapan yang dibuatkan Kiara dengan lahap.
Seusai sarapan selesai ia tak lupa mencuci piring dan mengelap meja. Setelah semua usai, ia pun bergegas untuk berangkat ke kantor.
......................
"Orion! Kau dipanggil ke ruang kerja CEO sekarang juga." Salah sati rekan kerja Orion bernama Dani menghampirinya.
"Baiklah. Aku akan segera kesana." Dengan malas ia beranjak pergi.
Orion begitu malas untuk masuk dalam ruangan itu. Bagaimana tidak, ia harus menghadapi seseorang yang bahkan terus ia hindari. Mengalahkannya? Sebuah hal yang hampir mustahil.
Orion dengan tenang membuka pintu. Ia membungkuk sejenak sebelum berdiri didepan Leo yang masih sibuk membaca beberapa berkas.
"Orion, adikku. Aku ingin memberitahumu sesuatu." Leo tersenyum manis, namun berbeda arti jika ditujukan pada Orion.
"Ada apa kak?"
"Karena kita ada kerjasama dengan proyek geothermal di Dieng, bisakah kau menjadi perwakilan perusahaan untuk kesana untuk meninjau kerjasama kita?" Leo melihat Orion dengan tatapan yang susah untuk diartikan.
Belum sempat Orion menjawab, Leo kembali berbicara.
"Ini adalah proyek yang penting. Ayah sangat menantikan kerjasama ini berjalan dengan lancar. Jadi kau tidak mungkin membantah tugas dadi ayah kan?" Leo mengangkat satu alisnya dengan tersenyum sinis.
"Baiklah, akan aku lakukan." Jawab Orion dengan menghela nafas cukup panjang.
"Bagus. Aku akan membuat surat tugasnya sekarang. Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun, termasuk istrimu. Baiklah kau boleh keluar sekarang."
Mata Orion langsung membulat saat mendengar ucapan Leo soal tak perlu mengkhawatirkan istrinya. Pasti ada sesuatu dibalik ia harus dinas keluar kota ini. Orion terus memikirkan ucapan kakaknya.
"Sial! Jadi dia berusaha menjauhkanku dengan Kiara? Hah! Sungguh trik yang licik." Orion menyeringai seram sambil mengepalkan tangannya keras.
Ia berusaha untuk tenang dan memikirkan cara agar Leo dan Kiara tak menjadi dekat lagi. Jika hati Kiara mulai goyah akan pernikahan kontrak ini, rencana yang selama ini ia susun akan sia-sia begitu saja. Karena kunci dari semua rencananya adalah Kiara seorang.
"Apapun aku akan membuat kalian tidak bisa bersama lagi. Tidak sebelum aku mencapai tujuanku." Gumam Orion.
Orion kembali menuju meja kerjanya. Ia tau apa yang harus ia lakukan sekarang.
"Kak Leo. Maaf, tapi rencanamu kali ini harus gagal." Orion tersenyum licik.
Dia sudah tau apa yang harus dilakukannya sekarang. Kiara tak akan bisa bertemu dengan Leo selama ia pergi.