NovelToon NovelToon
Dibayar Oleh CEO Kejam

Dibayar Oleh CEO Kejam

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:389
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Baru beberapa menit berada di perjalanan, Velove mulai mengeluarkan alat pompa ASl dari dalam paperbag yang tadi sengaja dia bawa dari apartemen, kemudian perempuan itu membuka satu persatu tiga kancing teratas pada kemeja yang sedang dia pakai saat ini.

Hal itu ternyata tidak luput dari perhatian Dimas yang sedang menyetir di sebelahnya, lelaki itu sesekali melirik ke arah sang sekretaris yang saat ini sedang mengeluarkan dua bongkahan kembarnya dari dalaman yang dia pakai.

“Kamu mau ngapain?” Tanya Dimas yang kini tengah menatap jalanan di depannya.

“Tadi pagi saya nggak sempet buat pompa ASI saya.” Jawab Velove yang ada di sebelah lelaki itu seraya memijat dengan pelan dua bongkahan kembarnya itu.

“Shhh… aww!” Perempuan itu meringis kecil karena merasa dadanya sakit, mungkin karena efek semalam ASl-nya itu tidak dia pompa dan juga tidak dihisap oleh Dimas membuat bongkahan kembarnya terasa mengencang dan sakit saat disentuh.

Mendengar suara ringisan dari perempuan yang ada di sampingnya, Dimas lantas menoleh dan mendapati sang sekretaris sedang memijat bongkahan kembar itu di sebelahnya.

Lelaki menelan ludahnya kelat ketika melihat apa yang sedang dilakukan oleh sekretarisnya itu, wajahnya mulai terasa memanas, Dimas menarik napasnya dalam-dalam untuk kembali mengendalikan dirinya.

“Awww!” Velove masih saja meringis kecil.

“Sakit?” Dimas bertanya saat ringisan kecil dari perempuan itu kembali terdengar.

Velove lantas menoleh dan mendapati Dimas yang sedang menatapnya, tapi kemudian lelaki itu kembali memfokuskan dirinya pada jalanan. “Nggak terlalu, cuma agak sakit dikit.” Jawab Velove yang masih memijit pelan bongkahan kembarnya itu.

“Mau saya bantu pijitin?” Dimas menawarkan hal itu seraya melepas tangan kirinya dari kemudi mobil.

“Eh? Ng—nggak, nggak usah. Saya bisa sendiri, Pak Dimas fokus nyetir aja.” Perempuan itu segera menolak penawaran dari Dimas tersebut. Dipijat oleh dirinya sendiri saja sudah sakit, apalagi jika hal itu dilakukan oleh Dimas.

Tapi, bagaimana lelaki itu bisa fokus jika keberadaan Velove di sebelahnya benar-benar membuat dirinya hampir kehilangan akal dan kehilangan konsentrasinya, padahal ini bukan pertama kalinya sang sekretaris berpenampilan seperti ini di depannya, tapi Dimas masih belum terbiasa untuk menahan dirinya.

Setelah itu suasana hening menyelimuti mereka berdua yang ada di dalam mobil, Dimas yang fokus mengendarai mobil hitamnya karena kini sudah memasuki jalur bebas hambatan, sedangkan Velove di tempatnya sudah mulai memompa ASI-nya dan berusaha untuk menahan suaranya.

“Pertemuannya nanti jam berapa?” Lelaki itu kembali bersuara tapi dengan mata yang masih tertuju ke depan.

“Jam sebelas nanti Pak, sebelum makan siang.” Balas perempuan itu seadanya.

“Setelah makan siang saya ada jadwal apa lagi?” Dimas kembali bertanya.

Sambil memegang alat pompa ASl di bongkahan kembarnya, perempuan itu meraih tablet yang tadi sempat dia keluarkan dari dalam tas walaupun dengan sedikit kesusahan. “Jam setengah dua kita jalan ke lokasi buat survei, lokasinya lumayan jauh dari kota, kata asisten Pak Wira waktu perjalanan dari kota kurang lebih satu setengah jam.”

Dimas lantas menganggukan kepalanya paham dan Velove kembali meletakan tablet miliknya setelah Dimas tidak lagi bertanya padanya, perempuan itu kembali melanjutkan aktivitasnya yang sedang memompa ASl.

Lelaki itu masih bisa merasakan sang sekretaris marah padanya karena dari tadi Velove seakan terus berusaha menghindar dari tatapannya, perempuan itu juga hanya berbicara seperlunya.

Padahal beberapa hari belakangan ini hubungan keduanya sudah mulai membaik, mereka sudah bisa berbicara lebih santai dan tidak terlalu kaki. Tapi untuk apa perempuan itu marah? Apa karena Dimas yang tidak ingat padanya? Atau karena perempuan tidak dikenal yang mengobrol dengan lelaki itu?

***

“Terima kasih atas kerja samanya, Pak Wira.” Dimas menjabat tangan lelaki yang ada di depannya sebelum kemudian mereka sama-sama beranjak dari sana.

Velove selalu setia mengikuti langkah Dimas yang ada di depannya, tidak lupa perempuan itu juga menampilkan senyum manis pada wajahnya. Perempuan itu tidak sendirian di belakang Dimas dan juga Pak Wira, tapi bersama dengan sekretaris Pak Wira yang sama sepertinya, sedang menemani atasan bekerja.

“Ya, sama-sama Pak Dimas, saya harap kerja sama kali ini bisa berjalan lancar dan menguntukan untuk kedua pihak.” Balas Pak Wira yang kini berjalan beriringan keluar dari kafe tempat mereka bertemu.

Setelahnya kedua orang itu berpisah di tempat parkir, dimana Pak Wira bersama dengan sekretarisnya masuk ke dalam mobil dan Dimas bersama dengan Velove juga masuk ke dalam mobil miliknya.

“Kamu mau makan siang apa?” Tanya Dimas seraya memasang sabuk pengamannya.

“Saya ikut mau Pak Dimas aja.” Jawab Velove yang juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh lelaki itu.

“Coba kamu cari rekomendasi di internet, makanan yang enak di sekitaran sini apa.” Titah lelaki itu seraya menyalakan mesin mobilnya.

Velove yang mendengarnya segera menghidupkan layar ponsel yang ada di tangannya, perempuan itu menggulir layar itu untuk mencari rekomendasi makanan sesuai dengan keinginan Dimas.

“Bapak suka bebek nggak?” Tanya Velove yang saat ini masih menatap ke arah ponsel miliknya.

Mendengar pertanyaan dari sang sekretaris, Dimas lantas menganggukan kepalanya sebagai jawaban. “Kamu mau makan bebek?” Kini lelaki itu yang balik bertanya.

Perempuan itu mendongakkan kepalanya untuk menatap ke arah Dimas. “Iya, kita makan bebek goreng aja Pak. Di deket sini saya lihat di internet ada.” Ucap Velove.

“Ya udah kamu lihat di gmaps alamatnya.”

Setelah itu Dimas melajukan kuda besinya itu sesuai dengan arahan yang sekretarisnya berikan, sepertinya suasan hati Velove sudah mulai lebih baik dari yang sebelumnya. Karena memang perempuan itu bukan tipe orang yang bisa marah lama, apalagi cuma karena hal yang semalam.

Tidak lebih dari dua puluh menit, mobil hitam itu sudah sampai di parkiran restoran yang mereka tuju. Lantas kedua orang itu segera keluar dari dalam mobil dan berjalan beriringan masuk ke dalam restoran, mereka hanya memesan masing-masing satu menu.

***

“Kamu bawa jaket?” Tanya Dimas seraya melirik ke arah sang sekretaris saat mobil miliknya itu baru saja berhenti.

Kini mereka berdua sedang berada di lokasi survei dan ternyata lokasi itu berada di dataran tinggi yang membuat udara di sekitarnya cukup dingin.

Mendengar pertanyaan dari Dimas lantas membuat Velove menggelengkan kepalanya, perempuan itu tidak membawa jaket karena memang dia hanya membawa beberapa pakaian ke apartemen Dimas dan dia juga tidak berpikiran untuk membawa jaket dari kostannya.

Melihat sang sekretaris yang menggelengkan kepalanya, Dimas kemudian membuka sabuk pengaman yang ada di pinggangnya, lalu kemudian lelaki itu membuka jas yang dipakai olehnya.

“Pakai jas saya, di luar dingin.” Ucap lelaki itu seraya menyodorkan jasnya pada sang sekretaris.

Velove terhenyak sejenak saat lelaki itu menyodorkan jas padanya, lalu kemudian perempuan itu menggelengkan kepalanya. “Nggak usah Pak, saya gapapa gini aja. Biar Pak Dimas aja yang pake jasnya.”

“Saya bilang pakai, kemeja kamu tipis.” Lelaki itu meletakan begitu saja jas tersebut di atas paha Velove dan kemudian dia langsung keluar dari dalam mobil, meninggalkan Velove yang masih terdiam di dalam sana.

Tidak ingin membuat Dimas diluar sana menunggu lama, Velove segera memakai jas milik lelaki itu yang tadi diberikan padanya. Setelah itu dia langsung keluar dari dalam mobil menyusul langkah Dimas yang sudah terlebih dulu mendahuluinya.

Begitu udara luar menyapanya kulitnya, bulu kuduk Velove langsung merinding, mungkin kalau Dimas tidak memaksanya dan dia menolak untuk memakai jas itu, sekarang dia sudah menggigil kedinginan. Dengan langkah cepat perempuan itu menyusul langkah Dimas agar posisi dirinya tidak terlalu jauh dari lelaki itu.

“Lain kali kalo lagi tugas di luar pakai celana aja, jangan rok.” Ucapan itu keluar dari bibir Dimas saat Velove baru saja sampai di belakang punggung lelaki itu.

“Baik, Pak.”

Walaupun rok yang dia pakai tidak terlalu pendek, tapi memang sedikit membuat kesulitan jika beraktivitas di lapangan seperti ini. Kalau di kantor mungkin tidak akan masalah karena dia hanya duduk atau sesekali berjalan, bahkan untuk menuruni atau naik ke lantai lain pun dirinya bisa menggunakan lift.

Berbeda dengan bekerja langsung di lapangan, dimana dia bisa saja menjumpai hal-hal lain yang menyulitkan dirinya. Mungkin lain kali jika memiliki kerja di lapangan lagi, Velove akan memakai pakaian yang nyaman saja untuk melakukan aktivitas di luar ruangan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!