NovelToon NovelToon
Seharum Cinta Shanum

Seharum Cinta Shanum

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Selingkuh / Cinta Terlarang / Ibu Mertua Kejam / Pelakor jahat
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Shanum dan Wira Wiguna sudah menikah selama 6 tahun dan memiliki seorang anak bernama Mariska namun kebahagiaan mereka harus diuji saat Niar, mertua Shanum yang sangat benci padanya meminta Wira menikah lagi dengan Aura Sumargo, wanita pilihannya. Niar mau Wira menikah lagi karena ingin memiliki cucu laki-laki yang dapat meneruskan bisnis keluarga Wiguna. Saat itulah Shanum bertemu Rivat, pria yang membuatnya jatuh cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Takut

Shanum menuntun Mariska menyusuri jalanan, jauh dari kemegahan rumah sakit dan kekejaman Niar. Air mata masih mengering di pipinya, namun ia harus kuat demi putrinya. Mariska terus terisak pelan, sesekali mendongak menatap ibunya dengan mata penuh ketakutan.

"Ma... Mama... Papa nanti bagaimana?" tanya Mariska lirih, suaranya parau karena menangis. Ia masih trauma dengan pengusiran brutal yang dilakukan neneknya.

"Papa akan baik-baik saja, sayang," Shanum mencoba tersenyum, meskipun hatinya hancur. "Nanti kalau Papa sudah sembuh, Papa pasti mencari kita."

Shanum terus berjalan hingga akhirnya mereka tiba di sebuah gang sempit yang diapit oleh rumah-rumah penduduk. Di ujung gang, terlihat sebuah rumah kontrakan sederhana dengan cat dinding yang mulai pudar. Ini adalah satu-satunya tempat yang bisa ia temukan dengan sisa uang yang ia miliki.

Ia membuka kunci pintu dengan tangan bergetar. Bagian dalam rumah itu tidak besar, hanya ada satu ruang tamu kecil yang langsung terhubung dengan dapur mini, serta satu kamar tidur dan kamar mandi. Tidak ada perabot mewah, hanya ada kasur tipis di lantai kamar dan sebuah meja kecil di ruang tamu.

Shanum menuntun Mariska masuk. Mariska masih sedih dan takut dengan brutalnya Niar tadi. Ia meringkuk di sudut ruangan, memeluk boneka beruangnya, matanya menatap kosong ke sekeliling. Lingkungan yang asing ini, ditambah dengan kejadian traumatis tadi, membuat Mariska semakin rapuh.

"Ma... Riska takut..." bisik Mariska, suaranya bergetar.

Shanum berlutut di hadapan putrinya, memeluknya erat. "Tidak apa-apa, Sayang. Kita aman di sini. Mama akan selalu menjaga Riska." Ia menciumi pucuk kepala Mariska berulang kali. "Di sini tidak ada Nenek Niar. Kita akan tenang di sini."

Ia menata beberapa pakaian mereka yang terlempar dari tas tadi. Kamar yang kosong itu terasa dingin, namun Shanum bertekad untuk menjadikannya tempat yang nyaman bagi mereka berdua.

"Mama akan masak sesuatu yang enak, ya? Nanti kita makan bersama," kata Shanum, berusaha mengalihkan perhatian Mariska.

Mariska hanya mengangguk pelan, masih terisak. Ia masih trauma dengan kejadian pengusiran itu. Bayangan wajah murka Niar dan dorongan brutalnya masih terbayang-bayang di benaknya. Shanum tahu, butuh waktu lama untuk menyembuhkan luka di hati putrinya.

Shanum menatap sekeliling rumah kontrakan itu. Ini adalah awal baru bagi mereka. Tidak ada kemewahan, tidak ada kemegahan, tapi ada ketenangan. Ia harus kuat, demi Mariska, dan demi Wira yang suatu hari nanti akan kembali padanya. Perjuangan Shanum belum berakhir.

****

Di ruang perawatan Wira yang kini sudah dipindahkan ke kamar rawat biasa, Aura Sumargo semakin gencar memainkan perannya sebagai tunangan setia. Hampir setiap hari ia datang, membawa makanan kesukaan Wira, membacakan buku, atau sekadar bercerita tentang "masa lalu" mereka yang sebenarnya fiksi belaka. Wira, dengan ingatannya yang kosong, hanya bisa menerima semua informasi itu mentah-mentah.

"Ingat, Wira, dulu kita sering sekali menghabiskan akhir pekan di vila Papa di Puncak," kata Aura lembut, tangannya mengusap lengan Wira. Ia menunjukkan foto-foto lama yang sudah ia siapkan, beberapa di antaranya adalah foto editan mereka berdua.

"Kita suka sekali hiking dan menikmati pemandangan matahari terbit dari sana."

Wira menatap foto itu, mencoba mencari secercah ingatan. "Aku... aku tidak ingat."

"Tidak apa-apa, sayang. Perlahan-lahan pasti akan kembali," Aura tersenyum meyakinkan, sorot matanya penuh sandiwara. Ia tak henti-hentinya mencuci otak Wira dengan narasi yang telah ia ciptakan. Ia selalu menekankan betapa dalamnya cinta mereka, betapa sempurna hubungan mereka, dan betapa ia adalah satu-satunya wanita yang ada dalam hidup Wira.

Niar dan Sheila, yang hampir selalu hadir saat Aura berkunjung, selalu mendukung Aura dengan penuh semangat. Mereka menjadi duo pendukung yang sempurna, menguatkan setiap kebohongan yang Aura lontarkan.

"Betul sekali, Nak," timpal Niar, duduk di samping Wira. "Kalian itu pasangan yang serasi. Mama selalu berharap kalian segera menikah." Niar bahkan sering bercerita tentang rencana pernikahan mereka yang "tertunda" karena kesibukan Wira.

"Iya, Mas Wira," tambah Sheila. "Aura ini sudah seperti keluarga kita sendiri. Dia selalu ada untuk Mas. Dia sangat setia."

Setiap kali ada celah, Niar akan menyelipkan narasi tentang Shanum, namun dengan nada negatif. Ia akan mengatakan bahwa Shanum adalah "mantan pembantu" yang mencoba mengambil keuntungan dari kekayaan Wira, atau seorang "penguntit" yang mencoba mendekati Wira saat ia sedang sakit. Semua itu dilakukan agar Wira tidak pernah menaruh curiga pada Shanum jika suatu saat mereka bertemu.

"Dia wanita yang tidak baik, Nak. Kau beruntung tidak mengingatnya," bisik Niar pada Wira, seolah memberi nasihat tulus.

Aura memainkan perannya dengan sangat meyakinkan. Ia selalu tampil sempurna, sabar, dan penuh perhatian, seolah ia adalah lambang calon istri idaman. Ia tahu, dengan bantuan Niar dan Sheila, Wira tidak akan pernah meragukan ceritanya. Ingatan Wira yang kosong adalah kanvas kosong yang bisa ia lukis sesuka hatinya. Dan ia melukis dirinya sebagai satu-satunya wanita yang pantas mendampingi Wira.

****

Di ruang tamu mewah keluarga Wiguna, Niar sedang duduk santai, menyesap tehnya dengan anggun. Senyum puas masih terukir di bibirnya, membayangkan Wira yang kini berada dalam genggamannya berkat amnesianya. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Pintu utama terbuka, dan masuklah Anne, adik ipar Niar, dengan ekspresi sinis yang sudah menjadi ciri khasnya.

Anne langsung menatap Niar, tangannya bersedekap. "Wah, senang sekali kelihatannya. Puas sudah mencuci otak anak sendiri?" suara melengking Anne sengaja dibuat keras, memastikan setiap kata menusuk Niar. Ia tahu persis bagaimana memancing amarah kakak iparnya itu.

Niar tersentak, cangkir tehnya nyaris terlepas dari tangan. Wajahnya langsung memerah padam. "Apa kau bilang?! Mencuci otak?! Jaga bicaramu, Anne!"

"Kenapa? Tersinggung?" Anne terkekeh sinis. "Memang itu kenyataannya, kan? Kau memanfaatkan kecelakaan Wira, memanipulasi ingatannya, dan menyuruh wanita lain mengaku-ngaku tunangannya. Kau itu memuakkan, Niar! Ibu macam apa kau ini?!"

Kata-kata Anne menghantam Niar telak. Amarah Niar langsung meledak. Ia bangkit dari duduknya, menatap Anne dengan mata menyalang. "Tutup mulut busukmu, Anne! Kau tidak tahu apa-apa! Ini demi kebaikan Wira!"

"Kebaikan apa?!" balas Anne, tak gentar sedikit pun. "Kebaikan bagimu itu sama dengan memisahkan anak dari ibunya, suami dari istrinya?! Kau memang iblis, Niar! Kau tidak pantas disebut seorang ibu!"

Niar tak terima dengan penghinaan itu. Ia melangkah maju, tangannya terangkat. "Berani sekali kau menghina aku?!" Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Anne. Suara tamparan itu nyaring, membuat suasana semakin memanas.

Anne meringis, namun tatapan matanya semakin tajam. "Oh, jadi kau mau main fisik lagi, hah?!" Tanpa ragu, Anne membalas dengan tamparan tak kalah keras di pipi Niar. "Rasakan itu, nenek sihir!"

Keduanya kini saling berhadapan, napas terengah-engah, wajah memerah penuh amarah. Perkelahian fisik yang sering terjadi di antara mereka kini kembali pecah. Terjadilah cekcok dan baku hantam yang brutal. Mereka saling menjambak rambut, saling menampar, dan saling mendorong. Suara teriakan dan makian memenuhi ruangan.

"Kau pikir kau siapa?! Berani-beraninya mengurusi hidupku!" Niar menggeram, mencoba menendang kaki Anne.

"Aku hanya mengatakan kebenaran, kau wanita gila!" Anne membalas dengan dorongan kuat ke dada Niar.

Kedua wanita itu terus bergumul, merusak perabotan di sekitar mereka. Vas bunga di meja samping terjatuh dan pecah, bantal sofa terlempar, dan beberapa hiasan dinding nyaris ikut roboh. Para pembantu yang berada di rumah hanya bisa mematung ketakutan, tidak ada yang berani mendekat untuk melerai pertengkaran sengit itu. Niar dan Anne, dalam amarah yang membutakan, tidak peduli dengan siapa pun yang menyaksikan kegilaan mereka.

1
Rohmi Yatun
dari awal cerita kok wira sama Bpk nya tu gk pinter jdi laki2.. heran aja🤔
Hatus
Shanum yang sabar ya.. terkadang mendapat suami baik ada aja ujiannya, apalagi jika ujian itu dari mertua 🥹
Hatus
Padahal, senang itu di puji🤭
Hatus
Romantisnya 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!