Terpaksa Menikahi Narapidana

Airin termenung di dalam kamar nya yang ada di apartemen. Ia sebentar lagi akan menikah. Tapi, ia tidak seperti pengantin lain nya yang sibuk ke sana kemari untuk mempersiapkan pernikahan nya.

Semua hal telah di atur oleh mertua nya. Ukuran Airin pun telah diketahui dan di catat oleh semua pelayan yang ada di sana.

Airin tak boleh lelah dalam menyiapkan semua itu. Mertua nya tak ingin Airin kepikiran. Dan saat ini, ia malah tak tahu harus melakukan apa.

Yang terus berputar di dalam kepala nya itu, adalah kejadian kemarin. Ia berada di dalam rumah yang sama dengan Leo.

Leo pun beberapa kali menggendong nya. Tapi, Airin masih baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda pemerko-saan yang terjadi pada nya.

Padahal, banyak kesempatan yang bisa di ambil oleh Leo saat mereka berdua di tengah hujan lebat itu.

"Nona Airin. Apa yang sedang Nona pikirkan?" ucap pelayan yang ada di sana.

"Eh. Tak ada. Oh ya, sudah berapa lama kamu bekerja di sini?"

"Saya baru dua tahun bekerja di sini."

"Kalau begitu, kamu pasti tahu tentang calon suami ku, Leo? Apakah dia benar-benar seorang narapidana?"

"Hmmm,,, saya tidak tahu tentang hal itu. Pekerjaan saya hanya membersihkan apartemen ini. Saya tidak Bernai berkata dan bertanya apapun. Maafkan saya, Nona Airin."

"Sudah lah. Bukan salah mu."

"Nona, apa anda mau makan?"

"Nanti saja. Saya sedang tidak berselera." Ucap Airin.

"Apa kamu memang ingin ma-ti, supaya tak perlu menikahi ku?"

Airin yang tadi nya sedang duduk, langsung kaget bukan main. Leo tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar nya dan bicara.

Suara nya pun sangat mengerikan. Seperti seorang pembu-nuh yang akan membu-nuh target nya.

"Kau ini kenapa? Kenapa sedikit-sedikit mengaitkan semua nya dengan pernikahan kita. Dan lagi, jika mau bicara itu tolong jangan membuat ku kaget."

"Salah mu sendiri. Kenapa kau kaget. Dia saja tidak kaget."

Leo malah menunjuk pelayan yang ada di sana. Memang benar pelayan itu tidak kaget. Karena ia sudah terbiasa selama dua tahun mendengar suara seram milik Leo.

"Jangan sama kan aku dengan wanita lain. Aku tidak suka."

Kali ini, giliran Airin yang marah. Apa yang dikatakan oleh Leo tadi, membuat diri nya yang sudah pernah di khianati, langsung merasa sensitif.

"Nona. Jangan berpikir yang macam-macam. Saya dan Tuan, tidak seperti yang anda bayangkan."

"Mana aku tahu. Kamu sudah lama bekerja di sini dan bersama nya. Aku bukan ahli dalam hal itu."

"Jika kau tak suka dia, jangan menuduh ku. Aku bisa langsung membu-nuh nya saat ini juga."

Leo sudah bersiap mengeluarkan sesuatu dari balik celana nya. Namun, ia di hentikan oleh Airin.

"Kau ini! Apa kau mau huku-man mu bertambah jika membu-nuh orang. Lagian, bu-nuh orang kok mudah sekali bagi mu."

"Apa kau khawatir pada ku?"

"Tidak. Dan kau, pergi lah dari sini.Aku tadi hanya bercanda. Maafkan aku." Airin pun meminta maaf pada pelayan nya.

"Jangan, nona Airin. Anda tak perlu meminta maaf. Saya akan pergi. Permisi."

Pelayan muda itu lebih baik pergi daripada nanti ia yang di salahkan. Untuk sementara, ia akan membiarkan Tuan muda nya bersama sang calon istri.

Setelah kepergian pelayan itu, Leo langsung menggendong Airin dan membawa nya ke meja makan. Kebetulan makanan sudah tersedia di sana.

"Makan lah. Jangan sampai baju pengantin mu kedodoran."

"Kau memang paling suka menghina ku."

Airin pun langsung mengambil makanan yang banyak dan melahap nya.

"Pelan-pelan saja makan nya."

"Kenapa? kau takut aku gemuk? lalu baju pengantin nya akan tidak muat?"

"Tidak. Jika baju itu tidak muat, itu bukan salah mu. Salah penjahit nya yang tidak bisa melihat ukuran mu dengan benar."

Leo mengatakan hal itu sambil membersihkan makanan yang ada di mulut Airin. Ia juga mengambil kan minum untuk calon istri nya yang suka sekali tantrum.

"Kamu sungguh aneh. Aku bingung dengan sikap mu."

"Apa nya yang aneh? Aku hanya menyuruh mu makan. Apa itu salah ku juga, Airin?"

"Tidak. Bang Napi tidak pernah salah."

"Airin ..."

"Iya."

"Makan lah dan jangan banyak bicara. Jika kurang, aku akan menyuruh pelayan membuatkan mu makanan yang banyak."

"Huft.."

Airin hanya menghembuskan nafas nya dengan sulit. Akan tetapi, ia tetap makan. Hidup butuh makan dan Airin tidak boleh ma-ti sebelum membalas den-dam.

*****

Di kediaman keluarga nya Arman. Mereka saat ini sedang kesal pada anak kaki nya itu. Arman tidak mau menikah jika bukan dengan Meta.

Ia benar-benar ingin menikah dengan gadis itu. Papa dan Mama nya juga tak bisa berkutik. Mereka terpaksa mengizinkan Arman dan juga Meta menikah.

Namun, pernikahan itu harus di langsung kan lebih cepat dari pernikahan nya Leo dan Airin. Arman tidak mau di dahului oleh paman nya itu.

"Arman. Menikah itu bukan sesuatu yang mudah. Kita harus menyiapkan segala nya. Tempat, dekorasi dan juga mahar."

"Pa, aku tidak mau paman Leo mendahului ku. Aku mau nya, aku yang lebih dulu menikah dengan Meta."

"Tapi, nak. Bagaimana dengan nenek mu?"

"Ma, Pa. Orang tua Arman bukan nenek tua itu. Arman anak Mama dan Papa. Tak perlu dia tahu. Dan, Papa kan punya kuasa. Kami menikah siri saja dulu. Nanti baru di sahkan. Bagaimana?"

"Apa calon istri mu mau?"

"Ya pasti mau. Ini juga ide nya. Dengan seperti itu, nenek tidak akan bisa memisahkan kami lagi."

"Tapi, nak. Apa kamu tidak bisa memilih wanita baik-baik yang lainnya? Meta itu pencuri. ia bisa menghancurkan masa depan mu."

"Ma. Mama tenang saja. Nanti, jika Meta sudah jadi istriku, akan ku didik dia jadi istri yang baik dan penurut. Ia seperti itu karena Ibu nya yang matre. Aku jadi kasihan pada nya. Selama ini, ia selalu di manfaatkan oleh Ibu dan Ayah nya."

"Kalau begitu, kita harus menyelamatkan Meta." Ucap Mama dan Papa nya Arman secara bersamaan.

Mereka benar-benar orang yang bo-doh. Bisa-bisa nya di bodohi oleh Meta yang selama ini di manjakan dengan limpahan kasih sayang dan harta benda.

Bukan itu saja. Meta bahkan sudah menggantikan Airin menjadi sekretaris pribadi nya Arman.

Entah apa jadi nya perusahaan itu ketika berada di tangan Arman dan juga Meta. Semoga saja, kehancuran nya tidak perlu waktu yang lama.