NovelToon NovelToon
Balas Dendam Si Pecundang

Balas Dendam Si Pecundang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Identitas Tersembunyi / Dendam Kesumat / Persaingan Mafia / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: nurliana

kehilangan bukan lah kesalahan ku, tetapi alasan kehilangan aku membutuhkan itu, apa alasan mu membunuh ayah ku? kenapa begitu banyak konspirasi dan rahasia di dalam dirimu?, hidup ku hampa karena semua masalah yang datang pada ku, sampai aku memutuskan untuk balas dendam atas kematian ayah ku, tetapi semua rahasia mu terbongkar, tujuan ku hanya satu, yaitu balas dendam, bukan jatuh cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

pergi tampa pamit

Kamar Zelena – Pagi Hari

Cahaya pagi menyelinap masuk melalui celah tirai jendela kamar. Di meja belajar yang menghadap ke taman kecil di luar, Zelena duduk diam menatap deretan botol obat di hadapannya. Wajahnya lelah dan murung.

Tangannya menopang dagu, dan tatapannya kosong.

“Sampai kapan aku harus minum ini semua…? Apa selamanya?” gumamnya pelan, seperti bicara pada diri sendiri.

Pintu kamar terbuka perlahan.

Leon masuk dengan langkah santai dan senyum ringan di wajahnya. Ia langsung duduk di atas meja belajar, persis di samping Zelena.

“Enggak selamanya,” jawab Leon tenang. “Hanya sampai kamu sembuh. Aku yakin, nanti kamu nggak perlu minum obat ini lagi.”

Zelena menoleh, tersenyum tipis. Ada rona hangat di matanya, seperti nyaman hanya dengan melihat kehadiran Leon.

“Tapi rasanya nggak enak, Kak… pahit banget,” keluhnya sambil memanyunkan bibir.

Leon memiringkan kepalanya, lalu menatap Zelena dengan serius.

“Bagaimana kalau... kita ganti panggilan? Aku gak nyaman dipanggil 'kakak' terus. Gimana kalau kamu panggil aku ‘Mas’?”

Zelena langsung menggeleng pelan. “Nggak cocok. Aku tetap panggil Kakak aja. Lebih nyaman dan... aku suka.”

Walau ucapan Zelena pelan, tetapi Leon bisa mendengar nya, karena penggilan itu bisa membuat nya nyaman, mengapa tidak,

Leon tertawa kecil, pasrah. “Ya udah, kalau kamu lebih suka itu. Sekarang minum obatmu dulu. Setelah itu, kita cari rumah baru buat kita nantinya.”

Zelena menarik napas panjang, mengambil obat, dan mulai meminumnya satu per satu.

“Uhh… pahit,” rintihnya sambil mengerutkan wajah.

Leon berdiri dan mengambil sesuatu dari saku jaketnya. “Mau permen?”

“Mau, Kak. Mana?” karena rasa obat yang cukup pahit, Zelena meminta permen yang Leon tawarkan tanpa tahu apa maksud dari permen tersebut

Tapi alih-alih memberikan langsung, Leon membuka bungkus permennya, memasukkannya ke dalam mulutnya sendiri, lalu mendekati Zelena. Ia menyentuh tengkuk gadis itu dengan lembut, menarik wajahnya mendekat.

Zelena yang terkejut hanya sempat mengedip pelan. Belum sempat bertanya, bibir mereka bertemu.

Leon menciumnya perlahan, lembut tapi terasa hangat dan dalam. Permen yang sudah meleleh di mulutnya berpindah ke mulut Zelena. Nafas mereka saling menyatu, detak jantung pun berpacu lebih cepat.

Zelena terpejam, tubuhnya membeku di tempat. Tapi tidak ada penolakan hanya kehangatan yang membuat wajahnya memerah seketika, kedua nya menikmati ciuman yang cukup dalam itu, sampai

Tiba-tiba,

BRAK!

Pintu kamar terbuka keras. Amira muncul dengan napas terengah.

“ZELENA!!”

Zelena terlonjak. Matanya melebar, langsung mendorong tubuh Leon menjauh dengan refleks.

Leon cepat tanggap. Ia mengambil nampan berisi obat dan gelas, lalu berdiri.

“Saya keluar dulu,” katanya datar, namun tangannya sempat mengusap bibirnya sekilas sebelum berjalan keluar.

Zelena, yang masih syok, mengusap bibirnya juga sambil menunduk. Pipinya bersemu merah.

“Masuk, Amira… kamu datang sama siapa?” tanyanya mencoba bersikap biasa.

Amira mendekat sambil menatap curiga. “Aku sama Tama. Tapi dia masih di luar.”

Zelena langsung tegang. Ia takut Tama bertemu Leon. Belum sempat berkata apa-apa, ponselnya berbunyi. Pesan dari Leon.

"Aku keluar lewat pintu belakang. Sekarang udah di jalan. Nikmati permennya ya."

Zelena tersenyum kecil membaca pesan itu. Tapi senyum itu tak luput dari perhatian Amira.

“Kamu senyum-senyum… dari siapa pesannya, hah?” tanya Amira penasaran.

Sebelum Zelena sempat menjawab, Tama masuk ke kamar. Wajahnya terlihat cemas.

“Zelena.” Ia menghampiri dan menyentuh pipi Zelena lembut. “Kamu baik-baik aja, kan?”

Zelena sedikit mengelak, menunduk menghindari tatapan Tama. “Aku baik-baik aja, kamu lihat sendiri, kan?”

Amira ikut menimpali sambil tersenyum. “Iya, Tama. Gak usah khawatir berlebihan. Zelena baik-baik aja, kok.”

Mereka bertiga mengobrol cukup lama. Candaan kecil mulai mencairkan suasana. Hingga sore, Amira dan Tama memutuskan untuk pamit.

Halaman Depan Rumah – Sore Hari

Zelena mengantar mereka hingga ke mobil. Di sana, mereka bertemu dengan Kenzo yang baru saja tiba.

“Kak!” sapa Amira dan Tama bersamaan.

Kenzo membalas senyum mereka, lalu menatap adiknya. “Kamu dari tadi di rumah?”

Zelena sedikit bingung dengan pertanyaan itu. “Iya, Kak. Kenapa?”

Kenzo hanya melirik ke arah Amira dan Tama, tampak berpikir sejenak, lalu menjawab pendek, “Nggak, gak ada apa-apa.”

Setelah itu, Amira dan Tama pamit pulang.

“Besok sekolah ya, Zel?” tanya Amira sebelum masuk mobil.

“Iya, besok aku sekolah,” jawab Zelena sambil melambai.

Begitu mobil mereka pergi, Zelena masuk kembali ke dalam rumah. Ia masih tersenyum kecil, entah karena obrolan barusan... atau karena ciuman manis yang tadi.

Tiba-tiba Kenzo muncul dari arah dapur.

“Zel… kamu udah tahu belum, Leon pergi ke Jepang buat misi rahasia?” ucapnya sambil menyandarkan diri ke dinding ruang tamu, terdengar santai, tetapi tidak untuk Zelena,

Zelena langsung menatapnya. Wajahnya berubah tegang, dia sama sekali tidak tahu, padahal antara dirinya dan Leon sama sekali tidak ada rahasia,

“...Misi rahasia apa?”

“Leon bawa bukti dan identitas pelaku yang semalam coba membunuh kamu. Pagi tadi, Ayah langsung nyuruh dia berangkat, dia pergi sendirian, pengawal ayah gak ada yang boleh ikut, apa Leon sekuat itu?” jelas Kenzo.

" kak, jangan bohong sama aku, mana mungkin dia pergi sendirian " Zelena tidak percaya

" ini, lihat saja, bukti tiket pesawat yang di beli ayah untuk Leon, hanya satu dan atas nama Leon kan? "

Zelena membeku. Matanya melebar, dan napasnya mulai tak beraturan.

“Kenapa harus Leon, Kak? Masih ada Mas Arman, kan? Dia orang kepercayaan Ayah…” Zelena tidak menyangka kalau misi rahasia yang bahkan bisa merebut nyawa Leon, di berikan padanya

Kenzo menarik napas panjang. “Arman gak bisa, Zel. Kakak pikir kamu udah tahu alasannya.”

Zelena tak menjawab. Ia membalikkan badan dan langsung berjalan cepat menuju kamar.

“Zel... Zell!” panggil Kenzo dari belakang, tapi gadis itu tak menghentikan langkah.

Kamar Zelena – Beberapa Menit Kemudian

Zelena menutup pintu kamar dengan keras, lalu bergegas mengambil ponselnya. Ia menelpon Leon.

Nada sambung.

Tidak diangkat.

Ia mencoba lagi.

Nada sambung masih terdengar. Tapi lagi-lagi, tidak ada jawaban.

Zelena duduk di atas ranjang, menggenggam ponselnya erat. Wajahnya terlihat semakin khawatir. Matanya berkaca-kaca.

“Jawab, Kak... jawab dong…” bisiknya lirih, seolah berharap Leon akan muncul kembali saat itu juga.

Hai teman-teman, selamat membaca karya aku ya, semoga kalian suka dan enjoy, jangan lupa like kalau kalian suka sama cerita nya, share juga ke teman-teman kalian yang suka membaca novel, dan nantikan setiap bab yang bakal terus update,

salam hangat author, Untuk lebih lanjut lagi, kalian bisa ke Ig viola.13.22.26

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!