"Salahkah aku mencintainya?" -Regina-
"Ini hanya tidur bersama semalam, itu adalah hal biasa" -Arian-
-
Semuanya berawal dari kesalahan semalam, meski pria yang tidur bersamanya adalah pria yang menggetarkan hati. Namun, Regina tidak pernah menyangka jika malam itu adalah awal dari petaka dalam hidupnya.
Rasa rindu, cinta, yang dia rasakan pada pria yang tidak jelas hubungannya dengannya. Seharusnya dia tidak menaruh hati padanya.
Ketika sebuah kabar pertunangan di umumkan, maka Regina harus menerima dan perlahan pergi dari pria yang hanya menganggapnya teman tidur.
Salahkah aku mencintainya? Ketika Regina harus berada diantara pasangan yang sudah terikat perjodohan sejak kecil. Apakan kali ini takdir akan berpihak padanya atau mungkin dia yang harus menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Terakhir Papa
Sudah siap untuk pergi bekerja, Regina menatap Arian yang masih menerima telepon di balkon Apartemen. Regina tidak tahu siapa yang menghubunginya, tapi dia hanya menebak jika itu adalah perempuan bernama Evelina, mungkin.
Beberapa saat Regina menunggu di sofa sambil melirik ke arah balkon, dimana Arian sedang menerima telepon. Terlihat dari wajahnya yang seolah tidak senang, Arian menutup telepon itu dan memasukan ponsel ke dalam saku celananya.
"Sayang, sudah siap? Ayo kita berangkat sekarang" Arian mengulurkan tangannya pada Regina, namun gadis itu malah berdiri sendiri tanpa menerima uluran tangannya.
"Aku bawa mobil sendiri saja hari ini, ada beberapa pertemuan diluar bersama Tuan Sam" ucap Regina yang berlalu melewati Arian.
Bukannya Arian tidak menyadari dan mengerti dengan sikap Regina yang berubah dingin sekarang. Tapi, semuanya sudah terlanjur terjadi. Arian juga belum bisa mengambil solusi apapun.
"Baiklah"
Mereka pergi dengan mobil maisng-masing menuju Kantor. Regina sama sekali tidak bertanya apapun lagi pada Arian setelah kejadian kemarin dan pertemuan di tempat pesta. Semuanya sudah cukup bagi Regina untuk diam.
Siang hari, Regina benar-benar pergi keluar untuk bertemu rekan kerja. Dia ditugaskan oleh Samuel, dan pergi ke sebuah Perusahaan yang bekerja sama dengan Perusahaan Raygan. Membawa sebuah berkas yang akan langsung di serahkan pada pemilik Perushaan.
Menekan pintu lift, menunggu sampai lift terbuka. Seseorang tiba-tiba berdiri disampingnya, Regina menoleh dan terdiam melihatnya. Gadis itu tersenyum padanya dengan mengangguk pelan. Regina juga melakukan hal yang sama.
"Mau bertemu siapa, Kak?" tanyanya.
Mereka masuk ke dalam lift, Regina menyebutkan seseorang yang akan dia temui di Perusahaan ini. "Mau menyerahkan berkas kerja sama"
"Ah, begitu ya. Kakak dari Perusahaan Raygan?"
"Iya"
Tiba-tiba gadis itu mengulurkan tangannya pada Regina, senyumannya begitu manis dan tulus. Regina tidak pernah berpikir jika gadis ini adalah seorang yang jahat dan egois. Dia terlihat baik dan penuh ketulusan.
"Aku Evelina Kak, panggil Eve saja. Baru bekerja disini beberapa minggu ini di bagian design"
Regina terdiam menatap tangan yang terulur itu, dia menghela napas pelan lalu menerima uluran tangan dari Evelina Meski hatinya sudah merasa tidak nyaman sejak dia bertemu dengan gadis ini, tapi Regina tidak mungkin mengabaikan niat baiknya untuk memperkenalkan diri.
"Regina"
"Kak Regina ya, sepertinya kita pernah bertemu loh. Pas tadi aku melihat wajah Kakak, seperti tidak asing"
Regina tersenyum tipis, pasti di acara pesta pernikahan temannya waktu itu. Evelina mungkin melihatnya, meski dia tidak mengenalnya.
"Kita memang pernah bertemu di acara pernikahan kemarin"
Evelina terdiam sejenak, lalu wajahnya berubah berseri. "Ah iya ya, benar kita tidak sengaja berpapasan waktu itu"
Pintu lift akhirnya terbuka, Regina merasa di dalam kotak besi ini terlalu lama karena bersama dengan Evelina. Gadis yang sebenarnya tidak ingin dia kenal, karena itu pasti akan membuat Regina merasa tidak nyaman.
"Yaudah Kak, aku duluan ya. Semoga bertemu lagi di lain kali"
"Iya"
Regina menatap punggung Evelina yang berjalan menjauh sebelum pintu lift kembali tertuup. Dia menghembuskan napas kasar.
"Ya Tuhan, kenapa harus bertemu dengannya disini? Dan dia ... terlihat sangat baik dan manis. Dalam dirinya penuh dengan ketulusan"
Setelah menyerahkan berkas pada yang bersangkutan, dan memastikan pihak Perusahaan menyetujui atas kerja sama yang sudah di atur ini. Regina kembali ke Perusahaan. Tepat pada saat dia masuk ke dalam Lobby, bertemu Rean dan Arina. Memang hari ini ada pertemuan dari dua Perusahaan ini, makanya Regina yang harus pergi dan Samuel yang berada disini untuk bertemu Rean.
"Nanti malam datanglah ke rumah Gin, Alea ingin bertemu denganmu" ucap Rean.
Regina mengangguk pelan, memang sudah lama juga dia tidak bertemu dengan adiknya itu. "Nanti aku datang kesana sepulang kerja"
"Baiklah, Alea terus menanyakan kamu"
Regina hanya mengangguk saja, setelah Rean berlalu, namun Arina terhenti di depannya. "Gin, kapan ada waktu? Kita bertemu ya, aku ada yang ingin dibicarakan denganmu"
"Besok siang boleh"
"Yaudah besok siang kita bertemu di Restoran biasa ya"
"Iya"
Regina berbalik menatap Arina yang berjalan menuju pintu keluar. Meski tidak benar-benar tahu apa yang akan dibicarakan Arina dengannya. Tapi, Regina merasa jika ini ada hubungannya dengan hubungannya dengan Arian.
*
Arian kembali ke rumah saat Kakek juga Neneknya memaksa untuk dia kembali. Sebenarnya Arian tahu apa yang akan mereka bicarakan, dan hal itu yang membuatnya malas kembali ke rumah.
"Aku tidak bisa menikah dengan Eve, Nek. Aku tidak mencintainya"
"Arian, cinta bisa datang dengan terbiasa. Lagi pula ini sudah menjadi permintaan terakhir Papa kamu. Apa kamu tega tidak melakukan permintaan terakhir dari Papa kamu?"
Arian terdiam, menunduk dengan putus asa. Sepertinya memang akan cukup sulit untuk menolak permintaan dari Kakek dan Neneknya untuk kali ini.
"Kita akan laksanakan dulu pertunangan, Kakek yakin seiring berjalannya waktu kamu akan bisa mencintai Eve" ucap Kakek.
Arian menghembuskan napas kasar, dia tidak menjawab apapun lagi, tapi memilih pergi dari ruang keluarga. Pergi ke belakang rumah, duduk di sebuah kursi rotan di pinggir kolam berenang disana. Menatap air kolam yang terlihat tenang di malam hari.
"Rian"
Arina datang dan duduk disampingnya. Dia bisa melihat saudara kembarnya yang stres sekali saat ini. Dia yang tidak diberikan pilihan.
"Jika perjodohan ini tidak bersangkutan dengan Papa yang sudah tiada, mungkin aku juga akan mendukung keputusan kamu karena kamu tidak mencintai Eve. Tapi Rian, ini adalah keinginan Papa saat masih hidup. Kita hanya seorang anak yang tumbuh besar tanpa seorang Ibu, lalu Papa meninggal di saat kita bahkan belum lulus kuliah. Kita belum bisa berbakti apapun padanya. Dan untuk saat ini, tolong turuti permintaan Papa yang terakhir ini"
Ya, ini bersangkutan dengan mendiang Ayah mereka yang sudah tiada. Dianggap perjodohan ini adalah permintaan terakhir dari Papa, dan itu berarti Arian tidak akan bisa menolaknya. Dia harus melakukan perjodohan ini, meski hatinya begitu menolak keras.
"Lakukan saja pertunangan dulu seperti ucapan Kakek. Semoga kamu akan bisa mencintai Eve dengan perlahan"
Arian menggeleng pelan, kedua tangannya saling bertaut dengan erat, menunjukan urat-urat yang menonjol. Menunjukan bagaimana keadaan Arian sekarang yang sedang cukup stres.
"Aku tidak bisa mencintainya, Rin. Karena sudah ada yang aku cintai"
Arina memejamkan mata sejenak, menghembuskan napas pelan. "Maksudnya Regina?"
Bersambung
Kurang baik apa Author ini, padahal badan lagi gak enak. Tapi up dua bab hari ini. Kalo sampe gak like komen, parah sih.
Btw disini situasinya makin sulit ya. Antara cinta, dan permintaan terakhir orang tua. wkwk..
semoga reghina slalu baik baik dan kandungan nya sehat,,,Samuel beri perlindungan pada reghina..takut ada yg mencelakai nya
Mungkin ada keajaiban esok hari