NovelToon NovelToon
Ambisi Mantan Istri Yang Depresi

Ambisi Mantan Istri Yang Depresi

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Romansa / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:9.6k
Nilai: 5
Nama Author: SooYuu

“Anak? Aku tak pernah berharap memiliki seorang anak denganmu!”

Dunia seolah berhenti kala kalimat tajam itu keluar dari mulut suaminya.
.
.
Demi melunasi hutang ayahnya, Kayuna terpaksa menikah dengan Niko — CEO kejam nan tempramental. Ia kerap menerima hinaan dan siksaan fisik dari suaminya.

Setelah kehilangan bayinya dan mengetahui Niko bermain belakang dengan wanita lain. Tak hanya depresi, hidup Kayuna pun hancur sepenuhnya.

Namun, di titik terendahnya, muncul Shadow Cure — geng misterius yang membantunya bangkit. Dari gadis lemah, Kayuna berubah menjadi sosok yang siap membalas dendam terhadap orang-orang yang menghancurkannya.

Akankah Kayuna mampu menuntaskan dendamnya??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SooYuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 13

Kayuna berjalan tanpa arah tujuan, langkah beratnya membawanya berakhir di sebuah sungai yang sedikit luas, tak jauh dari jalan raya yang tampak sepi.

Dia duduk di kursi kayu dekat tepi sungai. Merenung — menatap permukaan air yang tenang. “Sampai kapan semua ini terus berlanjut, Ya Allah?”

Ia menghembuskan napas pelan, membiarkan angin dingin sedikit menenangkan kepalanya yang masih kusut. Tangannya terangkat menyentuh perutnya. Kehilangan bayinya menjadi hantaman besar yang hampir meretakkan kewarasannya.

“Seharusnya aku bisa menjagamu dengan baik,” gumamnya pelan. “Maafkan ibu, Nak,” tangisnya tersedu di tengah kesunyian malam.

“Anakku!” teriaknya sambil meremas erat kepalanya.

Kayuna menunduk menahan sesak yang tak berujung. Ia tersedu, berkali-kali menepuk kasar dadanya — terus menyalahkan diri atas kegugurannya.

Mendadak ia mendongak, kala mendengar jeritan bayi di sekitarnya. “Anakku? …,” lirihnya dengan tatapan bingung, mencari-cari dari mana sumber suara itu.

Rambutnya basah menempel pada wajah pucatnya, angin malam bersemilir menerpa tubuhnya yang lunglai. Kayuna lalu berdiri, tatapannya kosong ke depan. Ia melangkah mendekati tepi sungai. “Haruskah ibu menyusulmu? Sayangku … di mana kamu?” gumamnya seraya terus maju.

“Anakku? … kau ingin pergi bersama ibu?”

“Berhenti!”

“Apa yang kamu lakukan?! Kau gila?!” seru Anita.

Ia berlari, bersusah payah menyeret sang adik keluar dari tengah danau.

“Lepas!” Kayuna menepis kasar tangan kakak perempuannya.

“Kayuna! Sadarlah!”

“Aku sadar, aku sangat sadar!”

Anita merapatkan bibirnya, lalu kembali meraih lengan adiknya. “Ayo, keluar dari danau.”

“Lepas, Kak. Biarkan aku menyusul anakku!” Kayuna berseru.

“Kayuna!” bentak Anita.

Napas keduanya tersengal. Gadis yang dikenal sangat lembut itu menjerit sekuatnya di depan Kayuna.

Kayuna tertegun, meneguk ludah kasar. Matanya yang sejak tadi membara kini meredup.

“Kak?” lirihnya, kala melihat Anita menangis tersedu.

“Kamu pikir dengan mati semua akan berakhir? Hah?!” teriak Anita. “Kamu ingin menyiksaku dengan rasa bersalah seumur hidup? Kamu ingin menghukum Ibu karena tak sanggup menyelamatkanmu? Iya?!”

Kayuna tertunduk. Badannya basah kuyup — menggigil sekujur tubuh.

“Dengar, Kayuna,” bisik Anita tajam. “Kamu tau seberapa sulitnya aku berusaha membebaskanmu dari cengkraman Niko?!”

Anita terisak, pupilnya memerah.

“Aku sudah berusaha keras mencari pengacara ternama untuk mengangkat kasusmu. Aku menjatuhkan harga diriku bersujud di depan pria jahanam itu. Aku … aku … aku bahkan menjual semua asetku, termasuk gedung cafeku sudah ku gadaikan demi membayar pengacara itu.”

“Karena Niko memang sekuat itu, modal nekat saja tak cukup untuk menjatuhkannya,” sambungnya.

Anita menarik napas dalam-dalam. Sementara Kayuna masih tertunduk mendengarkan.

“Aku tau. Semua itu belum ada apa-apanya dibanding pengorbananmu selama ini. Hidup bersama laki-laki bengis itu pasti sangat menyiksa, demi keluarga kamu melakukan itu, aku tau. Aku tau, Kayuna.”

Anita terus menitikan air mata tiap kali meluapkan isi hatinya. “Tapi apa yang bisa kulakukan? Aku sudah berusaha sebisaku, Kayuna … aku sudah cukup menderita karena rasa bersalah selama ini, kalau kamu mati … aku harus menghukum diriku seumur hidup.”

Anita menangis sejadi-jadinya. Pecah membelah kesunyian malam itu.

Sebagai kakak. Tentu Anita merasa sakit dan menggila mengetahui penderitaan adiknya, namun, ia pun hanya wanita biasa, tak punya power apapun untuk melawan Niko yang berkuasa.

“Kakak mohon … ayo keluar dari sini, aku mohon,” pinta Anita bersungguh-sungguh.

Melihat Kakaknya yang tampak terpukul, Kayuna akhirnya luluh, kemudian mengikuti langkah kakaknya — keluar dari tengah danau.

Keduanya bersimpuh di tepi danau.

Meratap, saling tenggelam dalam luka tanpa sayat. Kedua kakak-beradik itupun berpeluk erat.

Menangis — menumpahkan kesedihan yang selama ini mereka pendam. Deru angin mendesir, membawa gema tangis penuh pilu, seolah menyalurkan harap dan risau mereka hingga ke hadapan Sang Esa.

***

Di sebuah gedung firma hukum yang dikenal berstandar tinggi. Anita berdiri di lobi, Ia menggenggam tasnya kuat. Adiknya butuh bantuan, dan di tempat inilah ia berharap bisa menemukan pengacara yang cukup tegas untuk mengakhiri semuanya.

Langkahnya ragu, tapi tekadnya memperkuat dirinya.

“Demi Kayuna, ayo temukan pengacara kondang itu.”

Wanita muda itu memutuskan mengambil pinjaman, dengan sertifikat gedung cafenya yang jadi jaminan. Melawan Niko memang membutuhkan banyak uang, tak cukup hanya dengan modal nekat.

“Psikopat itu,” geramnya tiap kali menyebut nama Niko.

Di lorong menuju resepsionis, Anita tak sengaja menabrak seseorang.

Bruk!

Ia tersungkur ke lantai, dan map cokelat yang sejak tadi ia genggam terpental, tepat ke depan pria yang baru saja menabraknya.

Pria itu menunduk, memungut map tersebut. Kemudian melangkah mendekati Anita.

“Anda tidak apa-apa?” Tangannya terulur lembut.

Pria berperangai teduh dan hangat itu tersenyum singkat. Suaranya tenang, menyiratkan kenyamanan yang membuat orang merasa damai setiap kali mendengarnya.

Anita mendongak, matanya melotot. “Adrian?”

Bola mata yang baru saja membara penuh kesumat itu mendadak redup, berganti binar yang hangat kala bertemu sosok yang tak asing.

Adrian pun sama kagetnya. “Anita?”

Anita lekas bangun, lalu buru-buru meraih mapnya di tangan Adrian. Dengan gugup ia merapikan berkas yang nyaris berhamburan.

“Kamu ngapain di sini?” tanya Adrian, tapi matanya tertuju pada berkas yang terlihat di balik map yang tak sengaja terbuka.

“Ada urusan,” balas Anita.

Tak sempat basa-basi bertanya kabar, kala bertemu teman lama. Adrian langsung melontarkan pertanyaan menohok.

“Bercerai?”

Anita mengangkat wajah sesaat, kemudian menunduk merapikan berkas di mapnya.

“Bukan aku, tapi Adikku. Kayuna ingin bercerai.”

Deg!

Adrian membeku seketika, napasnya tertahan di ujung kerongkongan. Sesuatu yang besar menggelayut di dadanya, merayap perlahan ke dasar hatinya. Berat, tapi entah kenapa, ada sedikit ruang kelegaan.

“Kayuna ingin bercerai?” Adrian masih melebarkan matanya.

Anita mengangkat dagu. Kemudian mengangguk pelan. “Iya.”

“Kenapa?”

Wanita bermanik cokelat itu terheran, menatap Adrian lekat-lekat, seolah mencoba membaca maksud di balik kata-katanya.

Anita mengernyit. “Kenapa kau sangat penasaran dengan kehidupan mantan pacarmu?”

“Bukan begitu maksudku, aku hanya … anu,” sergah Adrian terbata. Tangannya sibuk menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Anita menghela napas pelan. “Aku duluan ya, masih ada urusan. Lain kali kita ngobrol lagi, bye.”

Kemudian buru-buru melangkah menuju meja resepsionis.

Sementara Adrian masih membeku di lorong gedung itu.

Ada sesuatu yang menghantam keras dadanya, tapi ia sendiri pun tak tahu. Perasaan macam apa itu. Pria itu menelan napas pelan, ada sedih yang terselip. Tapi di sela itu, sedikit senyum muncul, karena kabar perceraian mantannya membuka ruang harapan yang tak pernah ia kira sebelumnya.

“Bercerai? Kayuna … mau bercerai?” bisiknya.

.

.

.

Di ruangan sederhana, dinding berwarna lembut — menenangkan. Aroma antiseptik memenuhi udara.

Adrian merebahkan bokongnya di kursi begitu tiba di ruang kerjanya. Ia menyandarkan bahunya — memejamkan mata sejenak.

Bayangan wajah Kayuna terus memenuhi pikirannya. “Dia ingin bercerai?” gumamnya.

“Kayuna … kehidupan macam apa yang sebenarnya kau jalani? Kau tak bahagia?”

“Dokter Adrian, aku punya pertanyaan.” Alif tiba-tiba masuk ke ruangan. “Kau … ada masalah?” tanyanya kemudian, setelah melihat wajah gusar Adrian.

Adrian hanya melepas napas pelan.

“Katakan, apa masalahmu?” desak Alif seraya menjatuhkan diri di sofa berwarna abu-abu.

Adrian mengangkat wajahnya. “Aku bertemu Anita kemarin,” sahutnya.

“Anita?” Alif mengangkat tipis alisnya. “Siapa dia?”

Adrian menoleh lalu kembali menyandarkan tubuhnya. “Kakak Kayuna.”

“Kayuna?” Alif mengernyit.

Laki-laki berparas rupawan itu mengangguk sambil memejamkan mata. “Iya,” balas Adrian.

“Kau masih belum melupakannya?” tanya Alif.

Alif adalah partner kerja sekaligus sahabat Adrian. Ia hafal betul masa lalu sahabatnya itu, meski tak pernah benar-benar mengenal Kayuna, karena saat kuliah mereka beda jurusan.

Tapi karena terlalu sering mendengar Adrian bercerita tentang wanita itu, Alif merasa seolah ikut mengenal mantan pacar sahabatnya tersebut.

“Entahlah … kupikir akan baik-baik saja setelah sekian lama tak melihatnya. Tapi, saat kami kembali bertemu tanpa sengaja, hatiku kembali goyah,” sahut Adrian sambil mengusap kasar wajahnya.

“Sudah kubilang, hindari saja dia. Kau akan melupakannya selama kau terus menghindarinya, jangan pedulikan dia.” Alif menegaskan ucapannya.

“Tapi ….”

“Dia yang memutuskan untuk meninggalkanmu, lalu menikah dengan pengusaha kaya raya itu. Apalagi yang kau harapkan?” omel Alif dengan wajah sedikit kesal.

Adrian kembali termenung, tatapannya kosong seolah tengah menimbang sesuatu.

“Dia … tidak sepenuhnya salah di masa lalu.”

Alif mendengus. Ia seakan muak dengan sikap naif sahabatnya itu.

“Adrian … Adrian … kau sudah bukan remaja lagi. Kurang-kurangilah sifat naifmu ini,” cetus Alif.

“Aku tidak senaif itu.”

“Ini apa namanya kalau bukan naif? Jelas-jelas wanita itu yang mencampakkanmu, dengan alasan yang kurang jelas. Lihat, dia juga yang lebih dulu menikah bahkan setelah kau mengemis minta balikan.”

Alif beranjak dari sofa, kemudian meraih toples berisi biskuit dari laci kerja Adrian. Rautnya menyimpan dongkol, lelah menghadapi pria muda yang gagal move on itu.

“Dia tidak bahagia, Lif.” Adrian meneguk ludah kasar.

“Apa maksudmu? Dari mana kau tahu?” Alif bertanya sambil mengunyah camilannya.

“Kau juga pernah melihatnya, ‘kan? Bagaimana sikap suaminya selama di rumah sakit saat itu,” ucap Adrian. Kini ia menegakkan bahunya.

Meski bukan dia yang menangani Kayuna, Alif pernah melihat dan mendengar sendiri bagaimana perlakuan Niko terhadap istrinya itu.

“Lalu apa? Kau ingin jadi pahlawan? Merebut istri orang?” cecar Alif. Nada suaranya terdengar malas.

Ia sudah cukup jenuh mendengar keluhan sahabatnya tentang wanita dari masa lalunya. Yang hingga kini masih sulit dilupakannya.

“Aku sudah sering bilang, Adrian … cepatlah cari pacar, biar cepat move on—”

“Dia akan bercerai.”

“Uhuk!” Alif sontak tersedak biskuitnya. “Hah?!”

“Bercerai?!” lanjutnya, kini pupilnya membesar seolah tak percaya.

Adrian kembali menyandarkan bahunya di kursi. Pria itu masih sulit melepaskan bayangan mantannya. Sudah coba melupakan, tapi kenangan terus melekat.

Ada rindu yang membekas, ada luka yang belum sembuh. Meski ia berusaha keras, bagian dari dirinya tetap tertinggal pada perempuan yang sudah jadi istri orang itu.

“Hm,” sahut Adrian, sambil mengangguk singkat.

“Lalu apa rencanamu?” tanya Alif.

Adrian kembali menghela napas berat. “Aku … entahlah.”

*

*

Bersambung.

1
Sunaryati
Lanjut
SooYuu: siap mak 😍
total 1 replies
Sunaryati
Sifat iri dan ingin hidup enak dengan instan, membuat hidup Airin sengsara. Dulu menghina Sekarang berada di posisi yang dihina.
💕Bunda Iin💕
wah ada apa nìh...bokap nya niko + bokap nya adrian🤔
💕Bunda Iin💕
pede kali kau adrian🤭
💕Bunda Iin💕
hai danar apa yg kau sembunyikan🤔
SooYuu: masih menjadi misteri 👻
total 1 replies
💕Bunda Iin💕
org kepercayaan nya niko si kevin masih misterius👻
💕Bunda Iin💕
keluarga niko musti di hukum dgn seberat²nya karna mereka begitu jahat dan tanpa belas kasih😡
💕Bunda Iin💕
klo airin tdk mempunyai sifat iri dan menganggap kayuna benar² sahabat semua itu tdk akan terjdi
💕Bunda Iin💕
kirain koit ga tau nya langsung diserang mental nya
💕Bunda Iin💕
benar kan si kevin...kyk nya kevin punya dendam jg sama si niko
💕Bunda Iin💕
niko membunuh airin...pas di kantor pula...
💕Bunda Iin💕
aaaa seru nih😅
💕Bunda Iin💕
apakah kevin yg bantu kayuna🤔🤔
💕Bunda Iin💕
siapa kah dia🤔
💕Bunda Iin💕
lah ga sadar diri nih org...dia yg lebih parah main dgn suami sahabat nya
💕Bunda Iin💕
wah masih terawat nya kayuna...klo airin benar² menjdi pembantu😁
💕Bunda Iin💕
hai danar jgn bilang kau ada udang di balik rempeyek...klo iya nti tak sentil ginjal kau ya danar
💕Bunda Iin💕
lah benar si iblis niko punya WIL
💕Bunda Iin💕
maaf ya airin kau benar² menjdi nyonya👏😅
💕Bunda Iin💕
tenang niko hukuman kau akan segera dtang😡👊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!