NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta Gasekil (Gadis Seratus Kilo)

Mengejar Cinta Gasekil (Gadis Seratus Kilo)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Karena Taruhan / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Idola sekolah / Cintapertama
Popularitas:22.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Raska adalah siswa paling tampan sekaligus pangeran sekolah yang disukai banyak gadis. Tapi bagi Elvara, gadis gendut yang cuek dan hanya fokus belajar, Raska bukan siapa-siapa. Justru karena sikap Elvara itu, teman-teman Raska meledek bahwa “gelar pangeran sekolah” miliknya tidak berarti apa-apa jika masih ada satu siswi yang tidak mengaguminya. Raska terjebak taruhan: ia harus membuat Elvara jatuh hati.

Awalnya semua terasa hanya permainan, sampai perhatian Raska pada Elvara berubah menjadi nyata. Saat Elvara diledek sebagai “putri kodok”, Raska berdiri membelanya.

Namun di malam kelulusan, sebuah insiden yang dipicu adik tiri Raska mengubah segalanya. Raska dan Elvara kehilangan kendali, dan hubungan itu meninggalkan luka yang tidak pernah mereka inginkan.

Bagaimana hubungan mereka setelah malam itu?

Yuk, ikuti ceritanya! Happy reading! 🤗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Batas Waktu

Roy menoleh perlahan.

Senyumnya terangkat. Tipis, dingin, dan cukup membuat udara di sekeliling turun dua derajat.

“Kalau Gasekil mulai suka sama dia…”

Roy sedikit condong ke depan, suaranya turun setengah oktaf.

“…gue udah siapin plan B.”

Bian mengerutkan kening, penasaran sekaligus waspada.

Roy melanjutkan, tenang namun penuh racun dalam setiap katanya,

“Pada akhirnya… semua aset keluarga tetap bakal jatuh ke tangan gue. Dan Raska?”

Ia terkekeh pendek.

“Cuma bakal dikenang sebagai pangeran sekolah yang jatuh cinta sama gadis seratus kilo, yang kelak bakal membencinya seumur hidup.”

“Jadi…” Bian menelan ludah, memilih kata-kata dengan hati-hati.

“…apapun hasilnya, Raska tetap kehilangan hak waris?”

Senyum Roy melebar. Ada kepuasan gelap di balik matanya.

"Aku akan merebut semua harta itu, seperti mamaku merebut Papa," batinnya.

***

Di sisi lain, Elvara duduk di bangkunya sambil mengunyah risol, namun matanya tetap terpaku pada buku di atas meja. Zahra masuk ke kelas, lalu langsung menjatuhkan diri di kursi sebelahnya.

“Ra, gue denger lo tadi duduk bareng Raska bahas pelajaran. Terus Bella datang bawa buku, terus… dia diusir Raska. Bener?” tanya Zahra cepat.

Elvara hanya bergumam, “Hmm,” tanpa menoleh. Wajahnya datar, seperti biasa.

Zahra mendekat, menatap Elvara dengan serius. Suaranya turun jadi bisikan.

“Ra… lo ngerasa gak, kalau akhir-akhir ini Raska kayak… pdkt sama lo?”

Elvara berhenti mengunyah. Ia melirik Zahra sebentar, datarnya mematikan. “Pdkt apa nggak, gue gak peduli.”

Zahra menelan ludah, tapi tetap melanjutkan, lebih pelan, lebih hati-hati.

“Ra… kalau dia beneran deketin lo, lo gak curiga? Maksud gue… kalau dia punya tujuan lain. Kayak… mungkin pengen nyalip rangking satu yang selalu lo pegang. Atau…”

Elvara menyahut tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya, suaranya tajam, datar, dan dingin seperti besi.

“Gue udah belajar lama soal motif orang, Zahra. Kalo dia punya maksud… gue yang pertama tahu.”

Zahra menatap Elvara tak percaya. “Jadi, menurut lo dia punya maksud sama lo?”

Elvara akhirnya menutup bukunya separuh, menatap Zahra sebentar lalu kembali melihat halaman.

“Maksud? Terserah dia. Kalau dia punya maksud, ya biarin aja. Selama nggak ganggu ranking dan hidup gue, gue nggak peduli.”

Zahra menggeleng pelan, kagum sekaligus pasrah. “Lo emang beda, Ra. Gue nggak pernah ketemu cewek kayak lo.”

Namun Elvara sudah tidak mendengar. Setidaknya, pura-pura tidak.

Matanya kembali tenggelam pada buku, seolah pertanyaan barusan hanya angin lewat.

***

Di belakang sekolah, Raska duduk di bangku kayu tepat di bawah pohon besar. Angin sore menggerakkan daun-daun di atasnya, tapi pikirannya tetap terpaku pada satu hal: Elvara.

Ia mengembus napas panjang.

"Gimana bisa dia kayak gitu?

Cuek. Tenang. Anti-drama.

Seolah hidup di planet lain yang nggak pakai konsep 'terganggu'."

Antara kagum, iri, dan… penasaran, semuanya numpuk jadi satu di kepala Raska.

PLAK!!

Vicky menepuk bahunya. Keras.

Raska sampai tersentak kecil.

“Tenang, Bro,” kata Vicky dengan gaya sok mentor cinta. “Ini baru beberapa hari. PDKT itu nggak bisa kayak mie instan. Direbus tiga menit langsung mateng.”

Asep dan Gayus datang menyusul, langsung duduk seenaknya.

“Bener tuh,” sambung Gayus sok bijak. “Masih ada hari esok. Selama ayam masih nelur, meskipun harganya naik terus. Dan meski minyak makan negara katanya produksi sendiri tapi tetep mahal. Dan walaupun pejabat—”

PLAK!

Asep ngegetok kepala Gayus.

“Aduh! Sakit, Nyet!” Gayus meringis sambil ngusap kepala.

Asep melotot. “Lu tuh ngomong bijak apa mengeluh sambil ngediss negara?!”

Raska menghela napas berat. “Berisik banget lo pada.”

Vicky tiba-tiba menatap Raska serius, beda dari biasanya.

“By the way… taruhan ini batas waktunya kapan? Nggak mungkin nggak ada, 'kan?”

Asep manggut cepat. “Iya, ya. Kemarin Roy nggak bilang.”

Gayus ikut menimpali. “Iya juga. Jangan-jangan sebulan? Dua bulan? Atau—”

“Kelulusan,” potong Raska datar. “Roy nge-chat gue. Batasnya sampai kelulusan.”

Asep langsung mematung.

“Hah?! Itu berarti… lima bulan lagi!”

Gayus menatap langit seolah minta pertolongan Tuhan. “Lima bulan deketin cewek cuek level dewa? Bro, ini misi mustahil.”

Vicky merunduk sedikit, menatap Raska seolah briefing sebelum perang.

“Kalau gitu…” katanya pelan, dramatis.

Raska menatap balik, waspada.

“…lu harus lebih gencar lagi, Bro.”

Hening satu detik.

Lalu Asep dan Gayus langsung mengangguk-angguk kompak seperti figuran dalam iklan obat kuat.

“Setuju.”

Raska memejamkan mata.

Lima bulan. Gasekil. Dan tiga bocah bawel ini.

“Ya Tuhan…” gumamnya lirih.

Dan dari kejauhan, daun pohon jatuh pelan, seolah ikut menghela napas karena tahu yang akan dilalui Raska tidak akan mudah.

***

Raska baru selesai makan malam ketika bel rumah berbunyi.

Tanpa antusiasme, ia membuka pintu, dan mendapati Wijanata berdiri di sana.

Seperti biasa, respon Raska hanya satu: ia langsung berbalik tanpa sepatah kata.

Nata hanya tersenyum tipis, mengangkat kantong belanjaannya, lalu masuk ke dapur yang sudah ia hafal setiap lorongnya.

Di dapur, Nata mulai menyusun belanjaan. Ia memeriksa bahan-bahan di kulkas, menyingkirkan sayuran yang sudah layu, membuang sisa makanan yang tak layak. Gerakannya cekatan, otomatis… gerakan seseorang yang sudah terlalu sering melakukan ini.

Saat ia menutup kulkas, matanya tanpa sengaja menangkap tudung saji di meja makan. Ia mendekat pelan, membuka penutupnya.

Ikan goreng sambal kemangi, tinggal seperempat.

Senyum kecil muncul di bibirnya. Namun matanya memerah, berkaca-kaca tanpa bisa ditahan. Perlahan, ia mencabik sedikit daging ikan itu dengan ujung jarinya, memasukkan ke mulut.

Aromanya, rasanya... menghantam dadanya seperti gelombang memori.

"Dia pandai memasak… dan masakannya selalu mengingatkan aku pada mamanya."

Napasnya tersendat sejenak sebelum ia mengusap sudut matanya dan berjalan ke ruang tamu.

Raska berada di sana.

Di tempat yang sama setiap kali Nata datang. Bersandar pada dinding kaca besar, menatap lampu-lampu kota yang berpendar di kejauhan.

“Ras,” panggil Nata pelan.

Tak ada jawaban.

Nata melanjutkan, suaranya lembut, sedikit ragu.

“Sebentar lagi kamu lulus sekolah. Papa berharap kamu kuliah sambil bantu Papa di perusahaan. Pelan-pelan belajar bisnis.”

Raska tidak menoleh.

Matanya tetap menatap keluar, seperti ingin tenggelam dalam dunia yang bukan miliknya.

“Bukankah Papa sudah punya anak lain yang jauh lebih ambisius?”

Nada Raska datar, dingin.

“Seseorang yang rela melakukan apa pun demi menguasai semua harta Papa.”

Ia menghela napas pendek, sinis.

“Untuk apa aku membantu Papa? Belajar jadi kacungnya?”

Nata mengepalkan tangannya, mencoba menahan gemuruh di dadanya.

“Ras, kau anak pertama Papa… anak dari wanita yang Papa cinta—”

Raska langsung memotong, dingin dan tajam.

“Kalau Papa benar-benar mencintai Mama, Papa nggak akan biarin Mama nangis sendirian sampai mati dalam kesedihan.”

Nata memejamkan mata.

Udara dalam ruangan seolah menipis, membuat dadanya terasa sesak.

“Papa tahu kau membenci Papa,” ucapnya lirih. “Papa tahu Papa salah. Tapi percayalah… Papa mencintaimu lebih dari apa pun setelah Mamamu. Papa cuma ingin yang terbaik untukmu.”

Tanpa menunggu balasan, Nata berbalik. Langkahnya perlahan, seolah lantai apartemen itu menarik setiap penyesalan yang ia bawa.

Ia keluar tanpa suara.

Pintu tertutup pelan. Seperti selalu.

Apartemen yang sandinya tak pernah ia tahu, meski bertahun-tahun ia datang setiap Sabtu, membawa bahan makanan, mencoba menebus sesuatu yang tak bisa ditebus.

Di koridor, Nata berhenti. Menatap pintu tertutup itu sekali lagi.

Suaranya nyaris tak terdengar saat ia bergumam:

“Andai waktu bisa diputar kembali… Papa tak akan pernah meragukan Mamamu, Raska.”

Lalu ia melangkah pergi, membawa bayangan wanita yang tak pernah berhenti ia sesali.

...🌸❤️🌸...

Next chapter...

Raska berdiri beberapa meter di depannya, alisnya terangkat melihat Elvara, si gadis paling dingin di sekolah yang terlihat pucat dan gelisah.

“Lo kenapa?” tanyanya, melangkah mendekat.

Elvara menelan ludah.

Sial.

Kalau dia maju satu langkah lagi… dia akan lihat semuanya.

To be continued

1
LU514N4
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 dlm hati raska iyaa juga ya dia endut aja gw nempel apa lg kurus bisa² kyk perangko lengket
LU514N4
saya kok curiga ya sam Lisa jagan² dia yg bunuh ibu raska buat seolah² ibu raska bunuh diri komsumsi pil yg berlebihan
anonim
Bella ngapain ikut gabung belajar.
Sepertinya tidak diterima belajar bersama secara halus Rasa malunya tipis - kebanyakan rasa iri terhadap Elvara. Maunya mendekati Raska, Raska tak bergeming sedikitpun.

Bisa-bisanya ikut gabung belajar bersama lima temannya yang jelas tak menyukai dirinya.
Anitha Ramto
Biarkan saja ulatnya neplok di si Bella karena ia pantas dengan julukan ulat bulu🤣...
tatapan mata Raska ke Elvara sangatlah berbeda😍
sunshine wings
yaa.. benar sekali.. udah terdesak ya jadi apapun itu bakal dilakuin.. Raksa harus berjaga² ya.. juga Elvara..
LU514N4
Roy kenapa gk di jodohin sama bella aja sich na sama gk waras 🤣🤣🤣
sunshine wings
kan Raska..
abimasta
kalah malu kamu bella harusnya jangan sok sok an nimbrung
Endang Sulistiyowati
Ga kebayang jadi ulatnya, sebelum ketemu malaikat maut harus oper sana sini, wkwkwkkk...
ngapain sih si Bella, jadi pengganggu aja. kehadirannya udah di tolak masih aja nekat duduk, ga tau malu dia
Marsiyah Minardi
Elvara definisi cewek cerdas berkelas badas berprinsip tegasss
Dek Sri
lanjut
Felycia R. Fernandez
masih gak sadar juga...
apapun kapanpun Lo bukan pilihan..
udah cabut sana,malu maluin aja
Felycia R. Fernandez
ya iya la,itu ulat nemplok sana nemplok sini...iiih kebayang ulat bulu hijau atau yang coklat jalan jalan dekat aku
Felycia R. Fernandez
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
haddoooooh sakit perut ku ketawa kk Thor 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Felycia R. Fernandez
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Felycia R. Fernandez
jiaaaah 🤣🤣🤣🤣🤣
nyungsep deh si Raska ke dasar jurang
sunshine wings
sanaaa jenjauh.. malu ya Roy.. 🫣🫣🫣🫣🫣😂😂😂😂😂
Felycia R. Fernandez
Teman sejati💓
Fadillah Ahmad
Lanjutkan Terus kak Nana... 🙏🙏🙏😁
sunshine wings
hahahaaa.. 🤣🤣🤣🤣🤣
kena batang idung sendiri kan.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!