“Sudahlah, jangan banyak alasan kalau miskin ya miskin jangan hidup nyusahin orang lain.” Ucap istri dari saudara suamiku dengan sombong.
“Pak…Bu…Rafa dan Rara akan berusaha agar keluarga kita tidak diinjak lagi. Alhamdulillah Rafa ada kerjaan jadi editor dan Rara juga berkerja sebagai Penulis. Jadi, keluarga kita tidak akan kekurangan lagi Bu… Pak, pelan-pelan kita bisa Renovasi rumah juga.” Ucap sang anak sulung, menenangkan hati orang tuanya, yang sudah mulai keriput.
“Pah? Kenapa mereka bisa beli makanan enak mulu? Sama hidupnya makin makmur. Padahal nggak kerja, istrinya juga berhenti jadi buruh cuci di rumah kita. Pasti mereka pakai ilmu hitam tu pah, biar kaya.” Ucap istri dari saudara suaminya, yang mulai kelihatan panas, melihat keluarga Rafa mulai maju.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ratna pernah suka sama pak Adi
Pak Adi duduk di tepi ranjang dengan wajah yang sendu. Tangannya di luruskan ke belakang, nafasnya tersegar berat. Bu Lastri tahu, bahwa Pak Adi sekarang tengah banyak pikiran. Bu Lastri lalu ikut duduk di sebelah suaminya, hening cukup lama hingga akhirnya Bu Lastri membuka suaranya.
“Pak… ibu tahu, Bapak pasti kasihan sama anak-anak ya pak. Ibu juga sama pak, tapi ibu bersyukur sekali anak-anak kita sangat hebat pak, mereka mandiri dan tidak menuntut apa-apa dari kita.” Ujar Bu Lastri dengan nada iba.
Pak Adi menarik tangannya, lalu meletakkannya di atas pahanya. Matanya menatap kosong, pada pintu lemari yang sudah reod. “ Iya bu, Bapak juga merasa gagal, Bapak tidak bisa seperti orang tua yang lainnya. Seaindanya saja waktu bisa di putar lagi Bu…” ucap Pak Adi terhenti.
Bu Lastri menatap suaminya, ada sorotan mata yang penuh penyesalan yang ditujukan Pak Adi. “Pak, sudahlah… yang lalu biarlah berlalu Pak, kan kita sama-sama sudah mengikhlaskan itu Pak. Sudah ya pak, mungkin bukan rezeki kita itu Pak.” Ucap Bu Lastri dengan sabar.
Flashback
Saat sebelum menikah dengan Bu Lastri. Pak Adi dulu memiliki banyak ternak ayam petelur. Biasanya Pak Adi sering kekota untuk menjual telurnya, dan mendapatkan hasil yang lumayan banyak.
Dalam kurun waktu lima tahun, saat itu Pak Adi sudah bisa membeli tanah untuk ladang. Dan, adiknya Herman dia belum punya apa-apa dan sering di banding-bandingkan oleh ibunya dan orang di sekitar Herman, termasuk Ratna dia sangat membenci Herman dan sangat mencintai mas Adi kala itu.
“Aku tidak mau menikah denganmu Herman. Kamu itu miskin, pemalas, ngak ada masa depannya kalau nikah sama kamu. Beda sama mas Adi, dia itu tampan, mandiri, pekerja keras. Wanita mana yang tidak mau dengannya.” Ucap Ratna jijik, dia saat itu sangat tergila-gila dengan mas Adi.
Herman mendengus, wajahnya merah padam. Dia sangat membenci orang-orang yang memuji kakaknya. “Alahh…palingan, besok juga dia bangrut. Kamu, jangan bandingin aku sama dia dong!! Aku ini beda! Nggak kayak si Adi.” Ujarnya.
Ratna tertawa mengejek,” Duhh… Herman, Herman. Hidupmu saja luntang-lantung begini. Nggak jelas mas depannya. Sok-sokan, melarang aku membandingkan kamu sama mas Adi. Heh!! Kamu, nggak di bandingkan saja sudah kayak bumi sama langit.” Ucap Ratna dengan suara yang agak tinggi.
Herman megepalkan tangannya, dia begitu jatuh cinta sekali dengan Ratna. Tapi, gadis penjual jamu gendong itu, tidak pernah meliriknya sedikit pun. Dia malah tergila-gila dengannya kakakmu. “Awas kamu ratna!! Suatu hari nanti, kamu akan menjadi istriku!! Ingat itu.” Ancam Herman, dia menujuk lurus ke arah wajah Ratna. Ratna hanya mendengus.
Herman pulang dengan marah-marah. Raut wajahnya menggambarkan kekesalannya. “Kenapa sih semua orang selalu membandingkan aku sama Adi! Aku Muakk!!!” Teriak Herman frustasi.
Raut wajah Bu Sri langsung sedih, ketika melihat putra keduanya kembali mengamuk. “Nak, tenanglah nak… jangan dengarkan omongan orang nak. Jangan sampai karena itu, kamu dan kakakmu bertengkar lagi. Kasihani lah ibu nak.” Ucap Bu Sri, sembari menangis.
“Cukup Bu!! Ibu cuma sayang sama mas Adi saja kan!! Bilang aja Bu!! Ibu juga benci kan, nyesel kan punya anak kayak aku!! Katakan Bu!! Udahlah aku sudah tahu.” Ibunya mengeleng, rasanya sesak bu Sri di bentak seperti itu oleh anaknya sendiri.
Herman semakin naik darah, dengan gelap mata dia mendorong tubuh ibunya hingga tersungkur ke bawah. Dan tepat saat itu, Adi baru pulang dari peternakan ayam petelur nya, dia begitu kaget saat melihat dengan jelas adiknya mendorong sang ibu.
“HERMAN!! Sudah cukup kegilaan mu itu! Kamu sudah kelewatan Herman!! Orang yang kamu dorong itu adalah ibumu, dia yang sudah berjuang melahirkan mu!! Dan ini balasan mu, padanya! Gila kau Herman!” Teriak Adi, dia membatu ibunya bangkit.
“Sekarang, kamu pergi dari rumah ini! Pergi Herman!! Dan, kembali nanti saat kamu sudah menyadari kesalahan mu itu!” Teriak Adi dengan tegas, Herman hanya mendengus lalu mengepalkan tangannya. Dia keluar dari rumah itu dengan perasaan marah.
Enam bulan berlalu, Herman tidak kembali pulang lagi. Kata orang, dia sudah pergi ke kota. Adi pun sudah menikah dengan Lastri. Gadis baik, dan murah hati yang pernah adi temui, selain cantik Lastri juga mandiri.
“Ihh,masih cantikan aku kemana-mana, sialan, ngapain Adi malah pilih si Lastri itu. Dia kan cuma penjual kue basah, kampungan banget, nggak pandai berias. Pasti si lastri sudah ngeguna-gunain dia Adi.” Gumamnya, geram saat melihat orang-orang datang ke acara nikahannya adi.
“Habis ini, pasti si Lastri bakalan sombong banget! Berhasil menikahi Adi yang kaya raya itu, awas aja lu Lastri!! Gue, nggak bakalan kasih celah buat lo hidup bahagia sama Adi! Karena gue nggak akan ngizinin seseorang siapapun yang bisa hidup bahagia sama adi! Selain gue, titik!!” Kesal Ratna, dia pergi dengan menghentak-hentakan kaki.
Mendengar pernikahan kakaknya dari Ratna, Herman pun kembali pulang. Dia tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan dia bertemu dahulu diam-diam ke rumah Ratna.
Herman yang masih jatuh cinta mati sama Ratna, langsung luluh saat mendengar rencana yang Ratna bisikan. “Kamu bisa kan melakukannya? Awas saja sampai gagal!!” Ucap Ratna ke Herman.
“Iya. Aku janji! Bakalan melakukan sebaik mungkin, tapi janji dulu, kalau kamu bakalan mau menikah dengan ku!” Mohon Herman. Ratna mendengus.” Iya. Aku janji, kalau kamu berhasil!! Tapi kalau kamu gagal, aku tidak akan menikah sama kamu. Mending, aku jadi istri ke empatnya juragan lele.” Ancam Ratna.
Karena, tidak mau Ratna pergi meninggalkannya begitu saja. Herman lantas melancarkan aksinya. Siang ini, Adi masih di perternakan ayam petelurnya di rumah hanya ada Lastri dan mertuanya, Bu Sri.
Tanpa basa-basi, Herman datang ke rumahnya dan langsung mengacak-acak barang di ruangan tengah. Lastri yang masih masak langsung ngebirit lari ke ruangan tengah saat mendengar benda-benda jatuh.
Lastri sangat syok, saat melihat adik iparnya sudah berada di ruangan tengah. Gelas, vas dan foto pernikahan mereka terbanting berserakan, lantai semen mereka tercecer beling-beling kaca dari gelas.
“Astaghfirullah… Herman, kenapa kamu membuat keributan seperti ini? Hentikan Herman!! Kasihan Ibu, Ibu baru saja tidur setelah minum obat, Ibu sakit Herman, Ibu sakit sesak.” Ujar Lastri, berusaha mengentikan Herman.
“Ahhh!!! Saya tidak ada urusannya dengan kamu!! Kamu cuma orang luar, yang numpang hidup seneng! Sama duitnya Si Adi!! Ya kan?” Bentak Herman mendorong tubuh Lastri, hingga terayun. Lastri, dia menahan sesaknya.