"Sedang Apa Kalian?"
"Wah! Mereka Mesum!"
"Sudah jangan banyak bacot! Kawinin Pak saja! Kalo gak mau Arak Keliling Kampung!"
"Apa?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Kartika bagai buah simalakama. Maju kena, Mundur kena.
Rasanya, ingin sekali Kartika mengacak-ngacak wajah Karim, Si Duda Karatan yang beberapa waktu lalu sudah menghalalkannya meski baru sekedar pernikahan siri.
"Pak, Bu, Saya sekali lagi mohon maaf. Semua kesalahan Saya. Jangan marahi Tika. Saya akan segera mengurus pernikahan Kami SAH secara negara. Saya harap Bapak dan Ibu ikhlas, menerima Saya menjadi Suami, Menantu serta baguan dari keluarga ini."
Karim tidak pernah menyesali, keputusannya menikahi Tika, Ia lakukan secara sadar dan memang Karim ingin mengikat Tika dalam ikatan suci pernikahan.
Meski cara yang Mereka lalui membuat malu bahkan mungkin kini kedua Mertuanya yang ada dihadapannya sudah membuat catatan buruk tentang dirinya.
Bagaimana pun status Duda Karim sedangkan Tika masih Perawan Ting Ting.
"Nak Karim," Pak Kartono menghela nafas.
Sebagai seorang Ayah, dan Kepala Keluarga, bohong kalau tidak ada perasaan kecewa.
Pak Kartono ingin Tika menikah. Begitu pun Bu Kartini, tapi dengan cara yang normal tanpa ada drama digrebek warga negini.
"Bapak cuma mau pesan, Kalian sementara jangan sama-sama dulu, paling tidak sampai nikah resmi."
Banyak kata yang mau diucapkan oleh Pak Kartono, namun akhirnya hanya itu saha pesan yang tersampaikan.
"Iya Pak, Saya mengerti. Gapapa, Tika tetap disini sama Bapak dan Ibu. Saya tetap di depan. Saya betul-betul minta maaf atas kekacauan ini. Tapi Saya sungguh-sungguh, memiliki niat baik akan pernikahan ini. Saya lahir batin menerima Tika sebagai Istri Saya."
Tak hanya Pak Kartono dan Bu Kartini, Tika.
Tatapan Tika setajam silet. Karim paham betul rasa kecewa, marah dan malu Tika.
"Tik, Kalian bicara dulu berdua. Ibu sama Bapak mau istirahat. Nak Karim, Bapak sama Ibu duluan ya."
Setelah Pak Kartono dan Bu Kartini masuk kamar, tinggallah Tika dan Karim di ruang tamu rumah Tika.
Tika menyilangkan tangan di dada, tak berniat sedikitpun berbicara pada Karim yang sekarang sudah berubah status dari Duda menjadi Suami Tika. Meski masih Siri.
"Tik," Karim menatap wajah masam Tika.
"Sebaiknya pulang kerumah. Sudah malam Gue mau istirahat. Capek!"
Karim mengulum bibir. Tahu salah. Dan Karim terima.
Tak mau ribut, apalagi hari pertama dirumah Mertua.
"Ok. Saya balik dulu ya. Besok Kita urus berkas nikah Kita ke KUA. Kita urus semuanya. Biar semua tenang. Kamu siap-siapkan berkasnya ya. Sayapun sama."
Tak ada tanggapan, hanya hening yang menemani kata-kata Karim.
"Ini, Mas kawin yang tadi Saya berikan saat ijab qabul, tolong Kamu terima. Maaf, tidak banyak. Karena dadakan."
Saat di grebek warga, Karim tak membawa banyak uang, apalagi perhiasan. Yang ada di dompet pun akhirnya menjadi Mas Kawin dari nikah dadakan keduanya.
"Diterima Tik. Itu hak Kamu. Saya janji akan menyiapkan yang lebih baik saat Kita nikah ulang secara resmi."
Karim menyerahkan uang senilai satu juta lima ratus ribu rupiah, uang yang ada dalam dompetnya saat digrebek nikah oleh warga.
Gak kunjung disambut, Kari. Meraih pelan tangan Tika. "Apaan sih pegang-pegang!"
Karim menahan tanga Tika yang ingin melepas, "Terima Tika. Ini hak Kamu, Saya dosa kalau tidak kasih dan Kamu tidak ridho."
Tika akhirnya menerima. "Sini! Ribet amat!"
"Tik, besok sekalian Kita ke WO, setelah dari KUA. Saya mau Kamu pilih sendiri mana yang Kamu mau buat resepsi Kita."
Tika memutar kepalanya menghadap Karim, "Lo sengaja kan? Jebak Gue? Sengaja biar Kita kena grebek dan nikah!"
"Terserah Kamu mau mikirnya gimana. Tapi yang jelas, Saya sungguh-sungguh dengan pernikahan ini dan tidak main."
"Ya sudah, Saya balik dulu ya. Kamu kalau kangen boleh kok ke rumah Kita. Masih tahu kan jalannya?"
Candaan Karim tak disambut Tika yang memilih berdiri, "Sudah malem. Pulang!"
Karim tersenyum, "Kamu itu walau cemberut, tetep cantik Tik! Cuma galaknya itu loh! Nyeremin!"
"Eh, ngelunjak! Pulang sana!"
"Iya Istri, Suami pamit pulang dulu ya. Jangan lupa besok Mas jemput jam 8. Mandi ya!"
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Tika meski masih gondok, namun entah, hatinya menghangat. Hanya saja cara Mereka menikah mendadak dan ada drama digrebek yang membuat Tika malu.
"Cie, Suaminya udah pulang Mbak?"
"Astoge Tama! Kamu ngagetin Mbak aja! Ngapain disini! Masuk! Tidur!"
"Ya ampun Mbak! Pantes aja Mas Karim takut, bojonya galak bener!"
"Tama!"
"Enggih Mbakku!"
Tika masih tak bisa memejamkan mata. Bayangan tadi dinikahkan dadakan dengan Karim terus berputar.
"Astaga! Malu bener Gue! Sekakinya nikah karena digrebek warga! Lagian Bapak juga, anaknya ini gak ngapa-ngapain dan warga tahu itu, kenapa juga masih tetep dinikahin!"
Tika yang semula ingin menulis, melanjutkan bab di novelnya malam ini tidak ada mood menulis dan akhirnya tidurpun tak bisa.
Ponsel Tika bergetar, Tika meriah ponsel yang tak terduga rupanya ada pesan masuk.
"Udah malem. Jangan begadang. Tidur Istri. Besok Mas Suami jemput harus sudah mandi dan cantik ya!"
"Anjir! Dasar Duda Mesum!" Tika melempar ponselnya ke kasur memilih tak melihat lagi.
Sementara Karim di ranjang tersenyum. Pesannya dibaca Tika namun tak ada balasan.
"Kamu itu menarik Tika. Sejak awal Mas lihat Kamu Mas tahu, Mas bisa kembali buka hati. Taoi Mas dilema, apa Kamu bisa terima Mas dengan segala keadaan yang ada."
Karim meletakkan ponselnya di nakas, memilih memejamkan mata. Karena esok Ia dan Tika akan mengurus banyak hal.
Mata Karim baru saja mulai terpejam, saat ponselnya berdering.
Karim menyangka Tika yang menghubungi, namun, "Mau apa Dia telpon,"
Karim mereject panggilan yang masuk diponselnya. Tak hanya mereject panggilan tersebut namun Karim juga memblokir nomor tersebut agar tak lagi mengganggunya.
Saru pesan masuk ke ponsel Karim, Karim semula ingin langsung menghapusnya. Tapi, mata Karim membuka lebar, hingga sekian detik Karim membiarkan layar ponselnya masih menampilkan pesan yang Ia terima.
***
Suasana rumah Pak Kartono berjalan seperti biasa. Namun wajah muram Bu Kartini masih menyisakan kecewa dan Pak Kartono paham betul apa yang menjadi kegelisahan Istrinya itu.
"Bu, ikhlas. Semua sudah jalannya. Tang penting Kita tahu, Tika dan Karim tidak berbuat yang seperti dituduhkan. Dan warga sudah rahu akan hal itu. Bapak menikahkan Mereka, karena bagaimana pun Tika perempuan, semua Bapak lakukan demi harga diri Tika juga Bu."
"Iya Pak. Ibu ngerti. Ibu hargai keputusan Bapak menikahkan Tika sama Karim. Ibu cuma kaget aja, kenapa meski ada drama begini."
"Ya namanya sudah takdir. Yang penting bagaimana Kita menyikapinya dengan bijak. Dan Karim juga sudah berjanji akan mengurus pernikahan Mereka agar tercatat negara kan? Bapak juga sudah telepon teman Bapak yang di KUA, pokoknya Ibu tenang aja. Ibu siapkan aja, siapa yang mau diundang. Paling gak Kita buat syukuran sederhana. Tika anak gadis Kita, masa nikahannya gak ada apa-apa, syukuranlah paling enggak. Ibu mau kan urus semuanya, bantu Bapak?"
"Iya Pak. Ibu juga mau memantaskan Tika dan Karim. Bagaimanapun Mereka menikah dan Kita akan adakan syukuran atas pernikahan Mereka."
"Nah gitu dong. Sudah jangan sedih. Katanya dulu-dulu kepingin punya Mantu, nah sekarang doa Ibu udah terkabul."