Alaric Sagara, tiba tiba hidup nya berubah setelah istri yang di cintainya pergi untuk selama lamanya karena malahirkan bayi mereka ke dunia.
Kepergian sang istri menyisakan trauma mendalam di diri Aric, pria yang semula hangat telah berubah menjadi dingin melebihi dingin nya salju di kutub utara..
Faza Aqila, sepupu mendiang sang istri sekaligus teman semasa kuliah Aric dulu kini statusnya berubah menjadi istri Aric setelah 3tahun pria itu menduda. Faza telah diam diam menaruh cinta pada Aric sejak mereka masih sama sama duduk di bangku kuliah.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka dan akankah Faza mampu membuka hati Aric kembali...
Happy Reading 💜
Enjoy ✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ratu_halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 13
Ingin rasanya Aric memberikan salam olahraga di wajah tengil Tuan Ramon.
"Sudah, kenapa kalian jadi berdebat. Lanjutkan tuan Ramon, ada urusan apa anda menemui saya ?"
"Saya datang untuk menawarkan bantuan. Jika anda mau, saya bisa kerahkan orang-orang suruhan saya untuk menemukan pencuri yang membawa kabur lukisan berharga anda itu."
Aric terkejut dan langsung menoleh ke arah Faza dengan tatapan penuh tanya. Dan sikap Aric itu membuat Tuan Ramon seolah memiliki senjata lagi untuk menyerang Aric.
"Sepertinya Tuan Alaric belum tau apa yang terjadi kemarin.." ucapnya diiringi dengan kekehan kecil. Seolah menyudutkan Aric yang tak tau apapun tentang galery sang istri.
"Mas, bisa kamu tunggu di luar ?!" Faza melihat Aric seperti memohon agar Aric dapat mengerti.
"Tuan Aric, apa anda tidak mendengar nona Faza berbicara ?"
Aric mengepalkan tangan nya. Dia benci untuk mengakui bahwa dia telah banyak kehilangan kesempatan untuk meluluhkan hati Faza. Tapi Aric tidak akan menyerah secepat itu, dia harus mencari tau apa yang sebenarnya terjadi dengan galery sang istri. Kenapa Tuan Ramon yang juga Rival nya dalam dunia bisnis bisa sampai mengenal Faza dan galerynya..
Aric mengalah. Dia keluar dari ruangan Faza. Namun Aric tidak pergi jauh, dia berdiri tepat di samping pintu. Aric tak mau terjadi sesuatu yang buruk pada sang istri.
"Tuan Ramon, jangan berpura-pura lagi! Ini pasti perbuatan anda, kan ? Cepat kembalikan lukisan itu!" Faza berbicara dengan tegas.
Tuan Ramon justru malah tertawa renyah, seolah ucapan Faza hanya gertakan semata.
"Nona Faza.. Nona Faza.. Saya datang kesini untuk menawarkan bantuan, kenapa anda malah menuduh saya ?"
Faza menyeringai, "Jangan anda anggap saya bodoh dan tak tau apapun! Saya tau anda sangat menginginkan lukisan itu. Bahkan di pelalangan kemarin, anda sangat marah ketika lukisan itu jatuh ke tangan saya!"
Tuan Ramon lagi lagi tertawa. "Anda salah, Nona Faza. Saya bukan marah karena lukisan itu jatuh ke tangan anda. Tapi saya marah karena untuk pertama kalinya ada yang mengalahkan saya, yaitu anda, Nona Faza Aqila."
Dahi Faza mengerut, tak mengerti maksud ucapan laki-laki itu.
"Anda tidak perlu bingung. Saya hanya penasaran, bagaimana seorang wanita cantik, baik dan lembut seperti anda bisa mengalahkan saya di pelelangan kemarin."
Ya, saat di pelelangan, Tuan Ramon terlalu fokus memperhatikan Faza hingga tak sadar Faza akhirnya memenangkan lukisan paling terkenal itu.
"Apa maksud anda, Tuan Ramon ? Jangan bicara melantur seperti itu.."
"Ini kartu nama saya. Hubungi saya secepatnya jika anda ingin mendapatkan kembali lukisan itu. Jika anda meneruskan laporan kepolisian, maka saya tidak segan-segan untuk menghancurkan lukisan itu!!" Tuan Ramon bangun dari duduknya. Setelah mengakhiri percakapan, Pria itu langsung pergi meninggalkan Faza yang masih terpaku di tempat..
"Senang bertemu dengan anda, Tuan Alaric Sagara." Kata Tuan Ramon saat bertemu Aric di luar ruangan.
Aric tak menjawab, justru Aric langsung masuk kembali ke dalam ruangan tanpa memperdulikan Tuan Ramon.
"Ceritakan padaku, apa yang terjadi dengan galery mu ? Ada pencurian apa ?"
Aric minta penjelasan pada Faza. Sementara Faza masih terpaku sambil memegang kartu nama yang di berikan Tuan Ramon.
"Faza... Jawab aku..." Aric menggoncangkan bahu Faza, meski pelan namun mampu membuat Faza kembali pada kesadarannya.
"Mas, kamu pulang saja! Aku ngga butuh bantuan mu!" Ucap Faza sambil mengangkat bokong nya dengan kasar.
Aric menahan tangan Faza, "Faza, please.. Aku masih suami mu! Aku berhak tau semua tentang kamu."
"Kalau begitu berikan surat gugatan secepatnya padaku!"
"Faza, kenapa kamu bersikap seperti ini terus.. Harus bagaimana aku menebus kesalahan ku padamu ?" Aric hampir putus asa.
"Maaf, mas.. Sejak awal kita memang tidak di takdirkan untuk bersama. Aku yang salah telah masuk ke dalam kehidupan mu dan merusak kebahagiaan mu. Aku menyerah dengan pernikahan ini. Carilah bahagiamu, dan aku pun akan mencari kebahagiaan ku sendiri.." Faza melepas paksa tangannya yang di genggam Aric.
"Faza...." Ujar Aric dengan suara lemah tak bertenaga.
"Satu lagi, mulai besok aku akan pindah ke apartemen. Dan kamu tenang saja, aku tidak akan membawa Alena ikut bersama ku.."
Faza pun pergi dari ruangan nya meninggalkan Aric yang di selimuti perasaan bersalah dan penyesalan..
"Mila, kamu ikut saya.."
"Baik, bu."
Gegas Mila membawa tasnya dan mengikuti Faza di belakang.
"Mila, apa kamu bawa kendaraan ?.." Di tanya begitu, Mila sempat bingung. Mobil Boss nya terlihat terparkir disana. Untuk apa Faza menanyakan Mila membawa kendaraan atau tidak.
"Saya bawa motor, bu."
"Yasudah, naik motor mu saja." Faza sebenanrnya bisa saja meminta kunci mobilnya pada Aric. Tapi dia sudah terlanjur lelah bicara dengan pria itu.
"Tapi apa ibu mau naik motor butut saya ?"
"Ya, kenapa tidak.. Ayo, kita harus segera ke kantor polisi. Saya mau mencabut laporan."
Mila terpaku sesaat, "kenapa laporan nya di cabut, bu ? Memangnya pelaku pencurian lukisan kita sudah ketemu ?"
"Sudah kamu jangan banyak tanya, ayo ambil motor nya."
Dengan cepat Mila mengambil motornya yang ada di parkiran, kemudian memberikan satu helm miliknya pada Faza.
"Helm buat kamu mana ?" tanya Faza
"Saya pinjam helm Pak Aji, bu.."
Setelah sama sama memakai pelindung kepala, Motor Mila pun berjalan menyusuri kepadatan lalu lintas pagi itu..
Sesampainya di kantor polisi, Faza segera menyelesaikan kepentingan nya. Tak sampai berjam-jam, urusan Faza pun selesai.
"Mila, kamu pulang saja. Saya mau menemui seseorang dulu."
"Beneran, bu ?" Tanya Mila meyakinkan Faza "Apa mau saya temani, bu ?"
"Ngga perlu, sudah sana pulang. Saya sudah pesan taksi online."
Setelah berpamitan, Mila pun pulang dengan motor nya.
"Halo, Tuan Ramon. Bisa kita bertemu sekarang ?" tanya Faza setelah sambungan panggilan nya terhubung ke nomor pribadi Tuan Ramon.
"Baiklah. Saya akan segera ke kantor anda."
Faza menarik nafasnya dalam dalam. Berharap semua ini bisa selesai secepatnya.
Tak lama taksi online pun datang untuk menjemput Faza.
"Mau kemana lagi ?" Saat Faza hendak naik ke mobil taksi itu, tiba tiba Faza merasakan ada tangan yanh melingkar di pinggang nya.
"Mas Aric! Ngapain kamu disini ? Kamu ngikutin aku, ya ?" Faza memberontak ingin melepaskan diri..
"Sssttt..."
"Berapa ongkosnya ?" tanya Aric pada supir taksi online sambil sedikit melongokan kepala nya ke dalam mobil..
"145ribu, Pak." Kata supir itu sambil melihat ke arah ponselnya.
Aric membuka dompet, lalu mengambil 5 lembar uang berwarna merah.
"Ambil saja kembalian nya. Terimakasih.." Kata Aric yang segera menarik paksa Faza dari sana.
"Mas kamu ini apa-apaan, sih ?" Faza terus memprotes sikap Aric yang semena-mena.
"Sssttt... Ayo, masuk.." Aric memaksa Faza untuk segera masuk ke dalam mobil..
Setelah memastikan Faza duduk dengan posisi yang benar, Aric pun segera masuk ke dalam mobil..
"Mas, keterlaluan! Kamu selalu semena-mena terhadapku!" Faza kembali meluapkan emosinya. "Kamu jahat, tau nggak!!"
Aric tak membalas, dia segera melajukan mobilnya meninggalkan parkiran kantor kepolisian.
"Mas, kita mau kemana ? Aku harus menemui Tuan Ramon, ada urusan yang harus segera aku selesaikan!"
Aric diam saja dan tetap fokus mengemudikan kendaraan nya.
"Mas, kamu dengar aku tidak, sih ?" Faza semakin di buat kesal dengan sikap Aric yang mengacuhkannya.
Mobil roda empat yang di kendarai Aric tiba tiba masuk ke restoran cepat saji. Aric memesan makanan melalui layanan 'Drive Thru'
"Makan dulu.." Setelah mendapatkan pesanannya, Aric langsung memberikan pada Faza..
"Aku nggak laper." Jawab Faza
"Aku laper, belum sarapan. Temani aku makan!" Aric terus menyodorkan bungkusan Burger pada Faza..
Dengan malas, Faza pun menerima nya.
"Makan." Titah Aric lagi.
Terpaksa Faza pun makan makanan tersebut.
"Aku akan mengantarmu bertemu Tuan Ramon."
Faza hanya diam saja, sebab jika dia melarang pun Aric akan tetap dengan keputusan nya.
Setelah makanan mereka habis, Aric kembali melajukan kendaraan nya menuju Perusahaan Tuan Ramon.
Sesampainya di sebuah gedung perusahaan Tuan Ramon, Faza segera turun karena tak mau Aric membukakan pintu mobil untuk nya.
Faza berjalan lebih dulu.
Di hadapan resepsionis, Faza langsung mengatakan tujuan nya datang ke kantor itu..
"Silahkan, Nona Faza.. Tuan Ramon sudah menunggu." Ucap Resepsionis itu lalu meminta Faza untuk naik ke lantai paling atas gedung tersebut..
"Terimakasih." Ucap Faza.
Di dalam lift, Faza tak bicara sepatah katapun pada Aric. Begitupun Aric, Laki-laki itu hanya diam dengan tatapan dingin dan raut wajah datar tanpa ekspresi..
"Silahkan masuk, Nona Faza. Tuan Ramon ada di dalam."
Sesampainya di lantai paling atas itu, Faza langsung di persilahkan masuk oleh Sekretaris pribadi Tuan Ramon.
"Terimakasih." Kata Faza dengan senyum tipis.