Wan Yurui terbangun kembali saat usianya masih belia. Ingatan di dua kehidupan itu melekat kuat tidak bisa di hilangkan. Satu kehidupan telah mengajarinya banyak hal. Cinta, benci, kehancuran, kehilangan, penghianatan dan luka.
Di kehidupan sebelumnya dia selalu diam di saat takdir menyeretnya dalam kehampaan. Dan sekarang akankah semua berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria batu
Byuurrr...
Air dari bak mandi menyiprat keluar di saat Wan Yurui bangkit. Tubuh indahnya terlihat sangat luar biasa.
"Nona muda." Pelayan Ayun memberikan kain penutup yang sudah di sediakan untuk mengelap air yang masih tertinggal di tubuh Nona mudanya.
Wan Yurui melangkah perlahan membiarkan genangan kecil berjatuhan di lantai. Saat dia sudah mencapai tempat tidur seluruh air yang menempel di tubuhnya di seka tanpa sisa. Baru setelahnya dia mengambil lapisan gaun bagian dalam. Lalu mengambil lapisan kedua, ketiga dan lapisan terluar dari gaun. Manik-manik mutiara kecil yang telah di haluskan berhamburan di seluruh bagian gaun. Gaun yang memiliki warna hijau melekat anggun di tubuh mungilnya.
Pelayan Ayun menyiapkan aksesoris yang akan di kenakan Nona mudanya. Sebagai keponakan perdana menteri Zhi Dao tentu penampilan Wan Yurui tidak boleh asal. Semua perhiasan mahal dengan keindahan maniknya tidak akan bisa menyamai perhiasan di toko biasa. Satu perhiasan saja jika di jual bisa membeli dua hektar tanah. "Nona muda semua sudah siap. Saya akan menata rambut anda."
Wan Yurui melangkah mendekati meja rias lalu duduk di depannya. Kursi kayu sedang cukup pas saat ia duduki. Wajah cantiknya benar-benar memukau dan terawat dengan baik.
Dengan hati-hati Pelayan Ayun menyisir rambut Nona mudanya. Dia menata rambut panjang berwarna hitam pekat itu dengan gaya wanita muda yang penuh semangat namun tetap anggun. Satu set perhiasan di buka dari kotak kayu. Tusuk konde perak berbentuk bunga teratai di sematkan pada samping kanan dan kiri ikatan rambut. Beberapa perhiasan juga di sematkan untuk menambah kesan kecantikan. Senyuman puas terlihat di wajah pelayan Ayun. "Nona sudah selesai," ujarnya mundur dua langkah kebelakang.
Wan Yurui yang sedari tadi memperhatikan dari pantulan cermin juga ikut tersenyum. "Ayun, kamu selalu bisa menata rambutku dengan sangat indah."
"Sudah semestinya."
Wanita di depan cermin itu bangkit. "Sudah waktunya aku menemuinya. Ayun, kamu istirahat lebih dulu." Dia berlari kecil keluar dari ruangan kamar tamu. Pelayannya bahkan tidak sempat mengatakan pemikirannya.
Saat keluar cahaya matahari sudah cukup menyengat. "Ahhh... ini sangat hangat." Melangkah menuju kearah tempat Yu Xiao. "Panglima," ujar Wan Yurui tepat di depan pintu masuk kedalam ruangan pribadi Panglima Liangyu. Setelah beberapa saat memanggil tidak ada tanggapan dari dalam. Perlahan Wan Yurui masuk. Saat dirinya sudah ada di dalam ruangan terlihat tidak ada orang lain di sana. Hingga seseorang keluar dari penghalang kayu tanpa mengenakan baju hanya celana panjang berwarna hitam.
Wajah Wan Yurui seketika memerah malu. Dia langsung mengalihkan pandangan kearah lain. "Maaf, aku tidak bermaksud lancang."
"Keluar." Bentak Yu Xiao.
"Kenapa aku harus keluar? Panglima, aku sudah melihat kearah lain. Tidak perlu merasa malu." Wan Yurui masih tidak ingin pergi.
Dengan menekan kekesalannya Yu Xiao segera mengambil jubah gantinya. Setelah mengikatkan tali dan menempatkan ikat pinggang. Dia melangkah mendekati wanita yang semakin lancang itu.
Wan Yurui perlahan membalikkan tubuhnya. Mencoba melihat kebelakang dan semua sudah selesai. Yu Xiao telah berganti baju. Senyuman terlihat di wajahnya, "Panglima, heheh... Aku benar-benar tidak bermaksud mengintipmu setelah mandi."
"Panglima, saya ingin melaporkan hal penting," suara terdengar dari luar.
"Masuk." Yu Xiao memberikan izin.
Pengawal pribadi itu masuk kedalam. Kedua matanya menatap kearah wanita yang ada di dalam ruangan. Pikirannya langsung mengingat kembali rumor yang beredar kencang di pasukan Liangyu. Jika panglimanya sudah menghamili keponakan Perdana menteri Zhi Dao. Dan wanita itu mengejarnya hingga kekamp militer agar Panglima Yu Xiao mau bertanggungjawab. Dia tersenyum sembari menunduk tepat di hadapan Wan Yurui. Rasa hormat dan segan tentu ada jika berhadapan dengan calon Nyonya muda di kamp Liangyu.
Wan Yurui juga mengangguk memberikan tanggapan.
"Katakan." Yu Xiao duduk di kursi kerjanya.
Pengawal pribadi itu melirik kearah wanita yang masih diam di dalam ruangan. Di saat Pengawal pribadi itu ingin membuka mulutnya. Wan Yurui langsung bersuara, "Saya akan menunggu di luar." Melangkah pergi keluar ruangan.
Yu Xiao hanya melirik sebentar lalu melihat kembali kearah Pengawal pribadinya. "Katakan."
"Dari informasi yang saya dapatkan. Pasukan Qiang mulai mendekati perbatasan selatan. Kali ini kepergian Nona Wan pasti berkaitan dengan pamannya yang akan menghadapi pasukan dari Panglima Wan Ding." Pengawal pribadi itu menjelaskan semua informasi yang ia ketahui. "Panglima, kita tetap tinggal untuk membantu atau segera pergi?"
Tatapan tajam Yu Xiao masih menimbang keputusan yang akan dia berikan. "Kita lihat situasi. Jika memungkinkan kita akan ikut membantu. Tapi jika keadaan masih terkendali. Empat hari lagi kita kembali keperbatasan timur."
"Baik."
Pengawal pribadi itu keluar dari ruangan. Dia memberikan hormatnya sebelum pergi. Bahkan tidak lupa dirinya juga memberikan hormat kepada wanita yang masih menunggu di luar.
Wan Yurui masuk kembali kedalam ruangan itu. Dengan langkah anggun seorang wanita bangsawan dirinya semakin mendekat kearah Yu Xiao.
"Berhenti. Atau aku tidak akan segan lagi." Suara menekan Yu Xiao menghentikan langkah wanita itu.
Wan Yurui hanya bisa tersenyum melihat wajah dingin dan serius dari pria batu di depannya. "Panglima, saya ingin menyampaikan pesan dari paman saya untuk anda."
"Katakan," suara dingin itu menusuk telinga Wan Yurui. Tatapan matanya bahkan tidak memandang wanita yang ada di depannya.
"Beliau ingin anda tidak ikut campur saat perang berlangsung. Surat resmi dari istana sudah di terima Paman. Yang menyatakan jika perang kalah ataupun menang. Hanya bisa di lakukan pasukan Fuliang. Perang ini sebagai hukuman untuk paman karena menentang keputusan Kaisar. Jika menang pasukan Fuliang akan mendapatkan kembali kemuliaan. Dan jika menghadapi kekalahan kematian akan menjadi jalan utama tanpa adanya kompromi." Ucapan Wan Yurui membuat Yu Xiao menatap dirinya. "Panglima, paman menantikan kabar dariku."
"Baik. Aku tidak akan ikut campur dalam perang ini," saut Yu Xiao.
Wan Yurui memberikan hormatnya lalu keluar dari ruangan ruangan itu.
"Hui An."
Pengawal pribadinya masuk kembali. "Panglima."
"Siapkan pasukan. Kita berangkat hari ini," ujar Yu Xiao memberikan perintah.
"Baik. Panglima bagaimana dengan perang yang akan terjadi di perbatasan ini?"
Nafas berat terdengar dari tarikan nafas Yu Xiao. "Surat resmi dari Kaisar sudah keluar. Tidak ada satupun pasukan dari pihak lain yang di perbolehkan membantu. Tapi kamu harus tetap mencari tahu situasi saat ini. Hanya karena ego yang kuat dari Kaisar. Aku tidak ingin jutaan nyawa hilang begitu saja." Pandangan matanya memancarkan bilah tajam dalam kilatan.
"Baik."
Di ruangan lain, Wan Yurui juga telah meminta Pengawalnya Qin Feng untuk mengabarkan keputusan dari Panglima Yu Xiao kepada Perdana menteri Zhi Dao. Setelahnya wanita itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur lalu memejamkan kedua matanya. Rasa kantuk tidak lagi bisa di tahan. Dia terlalap dengan sangat mudah.
pergi jauh jauh.....
jangan menempel sama mereka berdua.....