NovelToon NovelToon
Prahara Rumah Tangga Pelakor

Prahara Rumah Tangga Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Selingkuh / Mengubah Takdir
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: misshel

Sania pernah dihancurkan sampai titik terendah hidupnya oleh Irfan dan kekasihnya, Nadine. Bahkan ia harus merangkak dari kelamnya perceraian menuju titik cahaya selama 10 tahun lamanya. Sania tidak pernah berniat mengusik kehidupan mantan suaminya tersebut sampai suatu saat dia mendapat surat dari pengadilan yang menyatakan bahwa hak asuh putri semata wayangnya akan dialihkan ke pihak ayah.

Sania yang sudah tenang dengan kehidupannya kini, merasa geram dan berniat mengacaukan kehidupan keluarga mantan suaminya. Selama ini dia sudah cukup sabar dengan beberapa tindakan merugikan yang tidak bisa Sania tuntut karena Sania tidak punya uang. Kini, Sania sudah berbeda, dia sudah memiliki segalanya bahkan membeli hidup mantan suaminya sekalipun ia mampu.
Dibantu oleh kenalan, Sania menyusun rencana untuk mengacaukan balik rumah tangga suaminya, setidaknya Nadine bisa merasakan bagaimana rasanya hidup penuh teror.
Ketika pelaku berlagak jadi korban, cerita kehidupan ini semakin menarik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Anda Tidak Patuh Pada Perjanjian

"Sayang, kamu tau dari mana kalau Pak Irfan tadi cemburu?" Sania mencoba bersikap datar meski dalam hati ia masih bersorak gembira. Dalam perjalan pulang, mereka menyempatkan diri mampir ke kedai es krim untuk sekadar menyenangkan Mutiara. "Emang kamu udah tau kalau ada Pak Irfan disana?"

Mutiara menikmati es krim yang dibelikan ibunya. Ibunya selalu tahu apa yang bisa membuat moodnya yang kacau jadi baik lagi.

"Dia tidak akan keluar mobil meski dia parkir di sebelah Momy! Tapi tadi ada Uncle Rob, eh, dia turun dan bikin semuanya kacau."

"Maksudnya?" Sania agak syok mendengarnya. "Kamu setiap hari diintai Pak Irfan?"

Mutiara mengangguk santai. "Ya, setiap hari!"

"Hah?!" Sania benar-benar kaget.

"Tapi baru kali ini dia nyamperin Momy!" Mutiara berhenti memakan es krimnya. "Momy tidak tahu?"

Sania menggeleng.

"Ya ampun, Mom!" Mutiara sekarang yang gantian kaget. "Dia bahkan parkir di sebelah Momy! Selama satu tahun ini, dan lebih sering belakangan ini. Sebelum hari ini, mungkin dia tidak tahu kalau Momy di dalam mobil ini."

Mutiara sebenarnya sengaja berkata keras-keras ketika Uncle Rob diakuinya sebagai ayah tadi. Semata-mata agar Irfan kesal dan itu berhasil. Namun, bukan harus sampai Irfan marah begitu.

Tapi agar Ibunya tidak marah, Mutiara terpaksa bersedia menemui Irfan. Meski tidak buruk juga, dan terkesan tidak sopan, Mutiara hanya ingin membuat Irfan mundur dari niatan mengambilnya dari sang ibu.

Siapa sih yang mau tinggal dengan ibu tiri? Lebih baik tidak usah punya ayah daripada harus serumah dengan orang yang tidak punya hubungan darah sama kita.

"Oh, ya, Mom ...."

"Mutiara, tunggu—" Tepat saat traffic light berganti merah, Sania menyela ucapan Mutiara. "Apa kamu serius tidak terganggu dengan kehadiran ayah kandungmu yang tiba-tiba?"

Mutiara menggeleng cuek. "Sama sekali tidak terganggu."

"Jika Pak Irfan ingin menemuimu, apa kamu mau menemuinya?" desak Sania.

"Ketemunya di tempat usaha Uncle Rob, aku pasti mau!" Mutiara seperti sedang menyusun sesuatu. "Sendirian, tanpa wanita itu! Aku mau ketemu, tapi nggak mau tinggal sama dia, walaupun hanya semenit! Momy antar aku ketemu Pak Irfan, tunggui aku, lalu aku pulang sama Momy."

Sania tidak bertanya lagi sampai mobil kembali melaju saking tidak tahu harus bagaimana merespon. Ia selama ini berhati-hati menjelaskan soal ayahnya, takut kalau Mutiara akan kepikiran. Ternyata ....

"Tapi Mutiara ... dia pasti minta kamu buat sekedar jalan sama dia—"

"Kalau dikawal Uncle Jack, aku mau! Aku juga nggak akan mau panggil dia Daddy! Daddy ku nanti Uncle Rob."

Sania tertawa begitu keras. Mutiara terlalu banyak berharap kepada Rob yang tidak pernah serius dengan wanita manapun. Namun ia cukup tahu, kenapa harus Rob yang jadi ayahnya, ya apalagi selain pasokan es krim top tier seumur hidup.

Mutiara melirik santai ibunya. "Momy nggak benci Pak Irfan?"

Sania menggeleng. "Momy nggak benci lagi setelah diberi kesempatan untuk bertarung dengan dia, dimana jelas Momylah yang jadi pemenangnya."

"Momy agak mengerikan juga, ya!" komentar Mutiara seraya mengendikkan bahu.

"Momy bisa jadi singa yang mengerikan kalau harta berharga Momy satu ini diusik," jawab Sania seraya menoel hidung Mutiara, sampai membuat Mutiara cekikikan.

...

"Bu, ini draf akhir yang akan saya kirim ke Brick malam nanti." Rey menunjukkan konsep iklan seperti yang diminta oleh Brick. Jam 12 malam tepat adalah batas akhir pengiriman konsep iklan. "Apa saya harus revisi lagi?"

Sania menerimanya, mempelajarinya sejenak, sebelum menggelengkan kepala dan menyerahkan tablet kepada Rey. "Ini saja, aku rasa ini sudah terlalu bagus."

Rey mengangguk. "Ini konsep yang diminta Savero, Bu ... setelah dia melihat kerja kita kemarin untuk acara lelang koleksi gaunya, dia puas dan mengajukan kerja sama lagi."

Sania melihat sebendel proposal yang diberikan Rey, tanpa basa basi, ia menuju bagian inti dan memahami konsep yang diinginkan Savero, designer kelas atas yang saat ini sedang trending.

"Savero akan kemari untuk meeting dengan Ibu."

Sania agak kaget, tapi mengangguk juga. "Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi kita mulai meeting-nya? Sepertinya event Savero kali ini harus dibahas matang-matang."

"Tapi Bu, anda akan bersidang—"

"Tidak masalah, toh apapun hasilnya, aku harus tetap profesional!" Sania berdiri usai menyerahkan proposal kepada Rey. Ia menghela napas dalam. "Beberapa orang harus kita berikan treatment yang berbeda, Savero adalah tali untuk memanjat naik lebih tinggi."

Rey tersenyum. "Tapi anda harus istirahat, aku tau persidangan itu tidak mudah."

"Dua hari saja sudah cukup, Rey." Sania menyakukan tangan ke saku celana bahannya yang jatuh dan tampak mahal. "Aku akan gila kalau tidak punya pengalihan yang menyenangkan."

Rey mengerti maksud Sania. Sibuk dengan pekerjaan adalah pengalihan terbaik bagi Sania. Bukan berbelanja atau liburan, tapi meja kerja dan kesibukannya.

"Terakhir, ada brand baru yang potensial sedang mengadakan audisi vendor iklan juga untuk produk skincarenya." Rey meletakkan berkas itu di meja, "saya taruh di meja, Ibu bisa mempelajari sebelum memutuskan ikut atau tidak. Kebetulan, selebgram Amita masih punya sisa waktu kontrak sebulan. Saya rasa cukup untuk dijadikan model iklan kita."

"Ikuti saja, jika ada potensi, kita wajib ikut, Rey ... kau bilang kau ingin mobil baru, kan? Ya sudah, ayo kita bekerja keras untuk mencapai impian kita." Sania menatap Rey penuh semangat. "Kadang, kita harus bekerja seolah besok tidak akan hidup lagi. Bukan ambisius, tapi ada masa tua yang harus kita pastikan ketentramanya."

Dan Rey setuju.

...

Hari persidangan tiba. Nadine dan Irfan berangkat lebih awal. Wajah Nadine tampak bersemangat sementara Irfan sedikit tegang tapi berhasil ia tutupi dengan baik.

"Untunglah kita dipastikan menang, coba saja tidak, kamu sudah aku lemparkan ke jalan, Fan!" Nadine marah besar ketika Irfan mengatakan kegagalan atas usaha membujuk Mutiara baik-baik kemarin.

Nadine mengamuk dan memaki Irfan habis-habisan. "Laki-laki tidak becus! Sebenarnya kau ini bisa apa, sih? Kerja nggak bisa, bujuk anak kecil nggak bisa! Diajari kaya menolak, diajak sukses susah!"

Jika ingat hal itu, Irfan ingin menceraikan Nadine saja. Dia lelah direndahkan dan ditekan setiap hari. Namun, ia sadar sepenuhnya, hidupnya tidak akan lebih baik jika berpisah dengan Nadine. Setidaknya sekarang, dia masih bisa menikmati kekayaan Nadine yang cukup berlimpah.

Sementara Irfan murung dan tegang, Nadine tampak tidak sabar dan berkali-kali melihat jam tangan mahalnya.

"Dia pasti takut bertemu denganku sebelum sidang jadi tidak datang lebih awal," ujarnya sombong. "atau jangan-jangan, dia tidak datang karena sudah pasti kalah. Apalagi dia sampai tidak mampu menyewa pengacara."

Nadine diberitahu oleh Alveron bahwa sampai sekarang, Sania menyatakan tidak didampingi pengacara. Jadi setelah berbincang sebentar dengan Lita Jordan, Nadine segera duduk di ruang tunggu untuk menertawakan Sania habis-habisan.

Langit cerah Arvenia adalah pertanda baik bagi Nadine. Ketika dipersilakan masuk ke ruang sidang, Nadine masuk paling awal, lalu berjalan percaya diri bersama Alveron dan timnya.

Mata Nadine dibuat hampir jatuh begitu melihat Sania sudah duduk di dalam ruang sidang mengenakan setelan abu-abu muda yang membuatnya terkesan dingin dan tak tergoyahkan.

Riasan polos Sania dan tatanan rambut yang natural, Sania membuat kesan bahwa dia tidak harus menunjukkan apa-apa untuk membuktikan hak asuh lebih baik berada di tangannya.

Tepat ketika Sania mengarahkan pandangan ke arah Nadine, sidang dimulai oleh hakim. Pihak Nadine diwakili Alveron dipersilakan membacakan tuntutan, diikuti beberapa poin yang menyatakan Nadine siap berkomitmen sebagai figur ibu tiri yang baik, siap dan stabil secara finansial dan mental.

Alveron menyudahi tuntutannya, lalu hakim mempersilakan Sania memberi tanggapan.

Sania berdiri, memberi hormat pada persidangan lebih dulu, baru berkata dengan sangat santun.

"Yang Mulia, saya tidak menilai seseorang dari seberapa besar rumah yang dimilikinya, tapi seberapa besar hati yang ia berikan pada anak saya. Mutiara tidak butuh rumah baru, dia butuh kehangatan yang sudah ia kenal sejak lahir."

Sania menjeda ucapannya. "Hak asuh Mutiara sebenarnya sudah secara legal diserahkan pada saya, jadi saya merasa heran, kenapa setelah bertahun-tahun lamanya, setelah anak saya besar, cantik, dan pintar, hak asuh dipermasalahkan lagi."

Nadine menyela, meski hakim belum memberi izin.

"Yang Mulia, dia berkata demikian hanya karena iri. Dia tahu dia tidak akan bisa memberi masa depan sebaik yang bisa saya berikan. Mutiara butuh pendidikan, nutrisi, dan lingkungan elite yang mendukung. Apa dia bisa memberikan itu semua?"

Hakim menegur Nadine. Tapi Nadine malah makin berapi-api.

"Dia itu perempuan gagal yang tidak bisa mengurus suami! Sekarang dia sok jadi ibu paling suci! Jangan percaya wajah polos itu, Yang Mulia, dia manipulatif. Dia cuma takut kehilangan satu-satunya alasan untuk mendapat belas kasihan dan simpati orang."

Sania tidak menggubris. Ia kembali duduk dengan tenang, menatap lurus ke depan.

Hakim menghela napas. "Ibu Nadine, ini sidang perwalian anak, bukan panggung untuk saling menjatuhkan. Kami tidak menilai siapa yang lebih kaya, tapi siapa yang lebih stabil dan hadir bagi anak."

Nadine mengepalkan tangan. "Tapi dia tidak pantas! Dia pernah hampir membuat anak itu—"

Ia terhenti, menyadari ia hampir membocorkan sesuatu yang seharusnya tidak diungkit.

Hakim menatap tajam Nadine. Irfan menunduk karena malu. Sania masih diam dan tenang. Sementara itu Alveron hanya bisa pasrah sebab Nadine tidak bisa dikendalikan.

"Saya di sini bukan untuk menyalahkan siapa pun," ujar Sania akhirnya, suaranya tenang tapi menggetarkan.

"Saya hanya ingin anak saya tumbuh tanpa kebencian. Tapi saya juga tidak akan diam ketika haknya dirampas dengan dalih kemewahan semu."

Sania berdiri untuk menyerahkan bukti-bukti yang menguatkan pernyataannya.

"Yang Mulia bisa melihat bahwa disini, sepuluh tahun lalu, saya dibuang oleh mantan suami saya bersama hak asuh anak saya. Putusan itu mengikat, kecuali saya mati, baru perwalian diambil alih oleh ayah kandungnya. Tuan Alveron sendiri yang merumuskan draf perjanjian itu dan memaksa saya segera menyetujuinya. Jadi bukankah agak heran jika dia juga yang kini menggugat saya?"

Hakim menatap Sania lekat. Ruang sidang tertutup ini menjadi tegang dan hening. Bahkan Lita Jordan pun mulai berbalik arah. Sesuatu disini ada yang tidak berkesesuaian dengan kata seseorang. Tapi ini menarik. Tangan Lita Jordan mengambil ponsel dan mencatat poin penting disana sebagai bahan pertimbangan.

"Anda bisa melihat, saya masih sehat dan anak saya tumbuh dengan baik. Kami memang tidak sekaya istri baru mantan suami saya, tapi kami tidak sampai mengemis pada mereka."

Nadine yang tadi hampir kelepasan memilih diam untuk mengatur emosinya. Meski tangannya gemetar karena marah, dia tetap diam. Ini memberi waktu pada Alveron untuk kembali ke jalur yang dia atur.

"Izin menanggapi, Yang Mulia." Alveron berdiri. "Keputusan itu memang mutlak, tetapi apa Ibu Sania mematuhi sepenuhnya keputusan itu?"

Sania yang masih dalam perjalanan duduk, dibuat heran dengan ucapan Alveron.

Sebelum Sania bisa mengatakan apa-apa, Alveron sudah berkata lebih dulu pada hakim.

"Selama bertahun-tahun ini, Nyonya Sania sama sekali tidak mengajak putri mereka menemui ayah kandungnya. Padahal dalam poin perjanjian itu, Nyonya Sania diwajibkan setidaknya satu kali dalam satu bulan, mengunjungi Tuan Irfan Gamaliel."

Irfan yang semula merunduk dalam ketegangan, kini mendongak dan mulai kembali punya semangat untuk menang. Nadine juga menyematkan senyum sinis disudut bibirnya.

"Apa Nyonya Sania melakukan itu—membawa putri kalian menemui ayah kandungnya?" Alveron mendekati Sania. "Anda tidak melakukannya, sampai Tuan Irfan depresi berat." Alveron menatap hakim usai menertawakan Sania dalam senyum singkat yang mematikan. "Saya bisa membuktikan dengan surat dari psikiater terpercaya."

1
🅡🅞🅢🅔
Nadine, kamu pikir Sania masih sania yg dulu apa gimana?
🅡🅞🅢🅔
bilang aja elu gak ada apa2nya Nadine, hadeh🤣
🅡🅞🅢🅔
iyuuuuw🤣
🅡🅞🅢🅔
bjir, drama banget😀🤣
🅡🅞🅢🅔
sampe ke ginjal kali kak🤣🤣🤣
🅡🅞🅢🅔
lawaknyeee🤣🤣
🅡🅞🅢🅔
Ya ampun, ada gitu orang udah ditolak mentah2 masih aja ngeyel? mau jadi laki2 baik, tapi dia ayah yg gak punya pendirian. plin-plan

tp gk apa2 sih kl mau cerai juga, Nadine pasti nyesek🤣
🅡🅞🅢🅔
Aku rasa, Irfan udah muak sama bapaknya Nadine, kek apaan gitu, udah puluhan tahun gak dianggap,, br dianggap setelah mereka kena kasus, kan asem😌
Ratu Tety Haryati
Nah kan beneeer??? Hobi banget nih perempuan menghancurkan sesuatu...
Ratu Tety Haryati
Bukannya dihadapan Rob kemarin , Irfan beserta kopinya sudah ditolak, Sania mentah2 ya???
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
akal bulus Nadine berhasil gak yaa? 😁
🅡🅞🅢🅔: eaaaa, penasaran kek apa Sania akan menjatuhkan Nadine kali ini, Thor 🤣
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸: oh, kasian... 🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
total 3 replies
YPermana
Irfan kamu terlalu haluuuu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
penyesalanmu percuma Irfan. Nadine, jangan salahkan sania jika Irfan kembali mencintainya
Ratu Tety Haryati
Terima kasih Upnya, Akak Othor🥰🥰🙏
Sifat dasar Nadine suka menghancurkan. Bukan hanya benda, pernikahan orang lainpun dihancurkan.
Dan sekarang rumahtangganya mengalami prahara akibat ulahnya yang memuakkan.
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
panik nadia panik.
Ratu Tety Haryati
Selamat Rob.... Anda pria beruntung.
Ratu Tety Haryati
Tapi obsesi memiliki seseorang, dengan cara tak patut. Dan mempetahankan sampai harus seperti orang tak war*s
☠ᵏᵋᶜᶟ⏳⃟⃝㉉❤️⃟Wᵃfᴹᵉᶦᵈᵃ🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️
yeeess akhirnya Sania milih rob,aku suka aku suka😀karna aku kurang suka sama max
YPermana
gercep rob.... sebelum sania berubah fikri 😁😁😁
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Sania sudah memilih. pilihannya rob. disampaikan secara lugas, benar-benar wanita berkelas, tak perlu menunggu lelaki untuk mengungkapkan rasanya dulu..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!