NovelToon NovelToon
Kirana Gadis Indigo

Kirana Gadis Indigo

Status: tamat
Genre:Anak Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Tamat
Popularitas:16.8k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Kirana, seorang siswi SMA dengan kemampuan indigo, hidup seperti remaja pada umumnya—suka cokelat panas, benci PR Matematika, dan punya dua sahabat konyol yang selalu ikut terlibat dalam urusannya: Nila si skeptis dan Diriya si penakut akut. Namun hidup Kirana tidak pernah benar-benar normal sejak kecil, karena ia bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah yang tak terlihat oleh orang lain.

Saat sebuah arwah guru musik muncul di ruang seni, meminta bantuan agar suaranya didengar, Kirana terlibat dalam misi pertamanya: membantu roh yang terjebak. Namun kejadian itu hanyalah awal dari segalanya.

Setiap malam, Kirana menerima isyarat gaib. Tangga utara, lorong belakang, hingga ruang bawah tanah menyimpan misteri dan kisah tragis para arwah yang belum tenang. Dengan bantuan sahabat-sahabatnya yang kadang justru menambah kekacauan, Kirana harus menyelesaikan satu demi satu teka-teki, bertemu roh baik dan jahat, bahkan melawan makhluk penjaga batas dunia yang menyeramkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Libur akhir pekan akhirnya tiba. Setelah berbulan-bulan berkutat dengan kejadian supranatural di sekolah, Kirana dan ketiga sahabatnya—Kezia, Nila, dan Diriya—memutuskan untuk menerima undangan kakek Kirana, Pak Wiratma, yang tinggal di sebuah desa sejuk di kaki gunung.

“Ini rumah kakekku dari garis ayah. Udah lama enggak ke sini,” ujar Kirana dalam perjalanan naik mobil, sambil menatap perbukitan yang mulai berkabut.

“Kakek kamu horor juga nggak?” tanya Nila, menggoda.

“Enggak. Tapi rumahnya... yah, agak klasik,” jawab Kirana dengan senyum simpul.

Saat tiba, mereka langsung terpukau.

Rumah kayu besar bergaya kolonial berdiri megah di tengah ladang teh. Dikelilingi pagar kayu dan pohon besar, rumah itu tampak seperti keluar dari novel misteri.

Kakek Wiratma menyambut dengan hangat. “Kalian cucu-cucuku ya? Wah, akhirnya Kirana bawa teman juga.”

“Aku Kezia, ini Nila, dan ini Diriya. Kami siap jadi detektif horor,” sapa Kezia dengan gaya formal tapi mata melirik dinding rumah yang penuh lukisan tua.

“Rumah ini ada sejarahnya,” kata Kakek sambil mengantar ke kamar. “Dulu pernah jadi tempat pengungsian semasa perang. Tapi sekarang sudah damai... katanya.”

Malamnya, mereka duduk di ruang tamu sambil menyeruput teh hangat dan mendengar cerita kakek.

“Ada satu kamar yang tidak boleh dibuka,” ujar Kakek sambil menatap ke arah lorong panjang.

Nila langsung refleks menjawab, “Berarti besok kita ke sana, ya?”

Semua langsung menoleh.

Kirana menghela napas. “Satu bab tanpa arwah, tolonglah.”

Esoknya... rasa ingin tahu tak bisa dibendung.

Kirana dan teman-teman menyelinap saat kakek pergi ke kebun. Mereka menuju kamar yang dilarang itu. Pintu kayunya rapat. Tapi Diriya menemukan kunci gantung di rak buku tua.

“Sudah terlalu mudah,” bisik Kezia.

Saat pintu terbuka... udara dingin menyeruak. Ruangan itu dipenuhi boneka porselen. Semua diam menghadap jendela.

Namun satu boneka, yang duduk di kursi goyang, menarik perhatian Kirana. Ia berambut perak, bermata kaca, dan mengenakan gaun hitam lusuh.

“Kayak boneka ningrat,” gumam Nila.

Kirana mendekat dan melihat nama terukir di bawahnya:

“Arcelia.”

Saat Kirana menyentuh boneka itu, terdengar musik kotak musik kuno dari pojok ruangan.

Mereka semua menoleh.

“Siapa yang nyalakan?” bisik Kezia.

“Saya... bukan,” kata Diriya sambil mundur.

Braak! Kursi goyang tiba-tiba bergerak sendiri.

Boneka perak jatuh ke lantai. Tapi... tidak pecah.

Mata boneka itu kini menghadap Kirana.

Dan terdengar suara... dari arah jendela.

“Arcelia... jangan lihat... jangan lihat ke cermin...”

Nila mendekat ke cermin di sudut ruangan.

Bayangan dalam cermin tidak mengikuti gerakan mereka. Di dalamnya terlihat ruangan sama... tapi dengan satu sosok perempuan bergaun hitam duduk membelakangi mereka.

“Kirana, itu kamu?” bisik Nila.

Kirana mendekat... dan tiba-tiba, tangan dari dalam cermin menampar permukaannya—membuat kaca bergetar dan retak.

Kezia menjerit. “Keluar! Sekarang!”

Mereka semua lari keluar ruangan dan menutup pintu secepat mungkin.

Malam harinya, Kirana duduk bersama Kakek Wiratma di beranda.

“Jadi kalian masuk ke kamar itu?” tanya sang kakek tenang.

Kirana mengangguk pelan. “Boneka itu... dia bukan hanya boneka, kan?”

Kakek mengangguk. “Arcelia adalah saudari dari nenek buyutmu. Ia disembunyikan di kamar itu karena memiliki kemampuan indigo... yang membuat keluarga dulu takut. Dia dikurung... dengan boneka itu sebagai pelampiasan satu-satunya.”

Kirana menunduk. “Dia... masih di sana.”

Kakek tersenyum pahit. “Karena dia belum pernah bicara dengan orang yang bisa mengerti.”

Malam itu, Kirana kembali ke kamar Arcelia. Sendirian.

Ia duduk di lantai, meletakkan boneka perak di hadapannya.

“Aku tahu kamu kesepian. Tapi kamu nggak sendirian sekarang.”

Lampu berkedip. Angin berhembus pelan.

Boneka itu... mengangguk.

Esok paginya, kamar itu tidak lagi mengandung hawa menyeramkan. Boneka Arcelia kini duduk tenang menghadap jendela, dan tak lagi mengeluarkan aura kelam.

Kirana tersenyum kecil. “Satu arwah lagi... pulang.”

Setelah pengalaman menegangkan di rumah kakeknya, Kirana dan sahabat-sahabatnya butuh udara segar. Kezia, yang hobi mendaki, punya ide:

“Kita camping di Lembah Rimba Batu!”

“Tempat itu... yang katanya hutan perawan dan belum banyak dijamah?” tanya Diriya sambil mengecek ulang kompas digital.

“Katanya sih begitu, tapi sekarang udah ada jalur campingnya kok,” jawab Kezia bersemangat.

Radit dan Jalu juga ikut serta. “Jangan lupa bawa senter extra. Dan... maaf, aku bawa ayam goreng satu ember, biar gak kelaparan,” kata Radit sambil menenteng boks makanan.

“Kalau kamu ilang diambil genderuwo, kami pasrah, asal ayamnya jangan ikut hilang,” celetuk Nila.

Dan perjalanan pun dimulai.

---

Hari pertama berjalan lancar.

Tenda didirikan di dataran landai dekat sungai kecil. Udara dingin menyegarkan. Malam mulai turun, dan mereka duduk melingkar sambil membuat api unggun.

“Dulu, konon... ada pasangan yang hilang di lembah ini. Kata warga, mereka tertarik masuk ke dalam ‘tenda panggilan’. Tenda aneh yang muncul sendiri tanpa didirikan siapa pun,” cerita Kezia dengan suara berat dan nada menakutkan.

“Apakah itu... tenda misterius?” Radit menelan ludah sambil memegang paha ayam.

“Konon, siapa yang masuk tenda itu... tidak pernah keluar lagi.”

Mereka tertawa menertawakan Radit yang mulai cemas. Tapi malam belum usai.

---

Tengah malam.

Saat semuanya terlelap, Kirana mendengar sesuatu dari arah jurang kecil tak jauh dari lokasi tenda.

“Hi... hi... hi... Kiranaaaa...”

Kirana bangun dan duduk. Ia tidak panik. Hanya membuka mata perlahan.

Suaranya terdengar seperti tawa anak kecil. Tapi... nadanya menakutkan, berulang seperti rekaman rusak.

Diriya terbangun. “Dengar itu?”

Kirana mengangguk. “Kayaknya kita kedatangan tamu.”

---

Mereka keluar dari tenda.

Dan benar saja.

Ada tenda lain. Sebuah tenda merah—berdiri sekitar lima meter dari tenda mereka. Padahal sebelumnya tidak ada.

“Siapa pasang itu? Kita cuma ada enam orang di sini,” bisik Jalu.

Kezia memicingkan mata. “Tunggu... itu... bukan dari kita.”

Tenda itu bergoyang perlahan. Dan dari celah resletingnya... tampak jari-jari kurus dan pucat menggenggam kain.

“Kalau aku lari duluan, jangan salahkan aku,” bisik Radit.

---

Kirana melangkah maju.

“Kalau kita biarkan, bisa jadi seperti cerita Kezia. Ada yang hilang.”

Dengan hati-hati, ia membuka resleting tenda merah itu.

Kosong.

Hanya ada boneka kain lusuh, bantal tua, dan... jejak kaki kecil berlumur tanah di dalamnya.

Tiba-tiba... resleting tertutup sendiri dengan cepat dari dalam!

Semua mundur serempak.

“WAAAAAA!!!”

Radit melempar ayam gorengnya tanpa sengaja ke arah tenda misterius.

Seketika... tenda itu menghilang. Hanya tersisa embusan angin dingin dan aroma... ayam goreng.

---

Keesokan harinya.

“Kamu sadar gak, hantu itu... kabur begitu ayam dilempar?” kata Nila.

Radit langsung sombong. “Aku selalu bilang, makanan bisa menyelamatkan nyawa.”

Mereka semua tertawa sambil melipat tenda. Namun Kirana memungut sesuatu dari tanah. Sebuah kain kecil bertuliskan huruf kuno:

“Pulanglah, sebelum malam keenam.”

Ia menyimpannya diam-diam di saku.

---

Malam terakhir.

Sebelum pulang, mereka duduk mengitari api unggun terakhir.

“Kita berhasil. Gak ada yang hilang,” kata Kezia.

“Dan ayam goreng menyelamatkan hidup,” tambah Jalu.

Tapi Kirana menatap ke arah lembah. Di antara pepohonan... ia sempat melihat seorang anak kecil berdiri di kejauhan, mengenakan baju putih dengan boneka di pelukannya.

Anak itu hanya tersenyum... dan perlahan menghilang.

---

Hari ini berakhir dengan catatan Kirana dalam buku kecilnya:

"Bahkan di tengah alam bebas, mereka tetap ada. Tapi kali ini... mereka hanya ingin bermain, dan tidak semua arwah haus dendam. Kadang, mereka hanya butuh didengarkan... dan sesekali, diberi ayam goreng."

Bersambung

1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒃𝒂𝒈𝒖𝒔 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂 👍👍👍👏👏👏😍😍😍
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒈 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂𝒌𝒂𝒏 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒍𝒂𝒏𝒈𝒈𝒆𝒏𝒈 𝒕𝒓𝒖𝒔😁😁
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑲𝒆𝒛𝒊𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒑𝒂𝒔𝒕𝒊 𝒃𝒊𝒔𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒃𝒌𝒏𝒏𝒚𝒂 𝑩𝒂𝒈𝒂𝒔 𝒅𝒂𝒉 𝒈𝒂𝒃𝒖𝒏𝒈 𝒚𝒂 🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒔𝒉 𝒅𝒊 𝒖𝒋𝒊
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒑𝒂𝒌𝒂𝒉 𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓" 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒕
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒍𝒖𝒍𝒖𝒔 𝒖𝒋𝒊𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉 𝒍𝒃𝒉 𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒍𝒈 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒎𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒋𝒂𝒕𝒊 𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑲𝒊𝒓𝒂𝒏𝒂 𝒅𝒊𝒃𝒂𝒏𝒕𝒖 𝒐𝒍𝒆𝒉 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂" 𝒚𝒈 𝒕𝒍𝒉 𝒕𝒊𝒂𝒅𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒃𝒍𝒎 𝒎𝒂𝒕𝒊 𝒈𝒊𝒕𝒖 🤔🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒓𝒖 👏👏👍👍
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒆𝒏𝒂𝒎 𝒕𝒓𝒖𝒔 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒆𝒕𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏𝒈
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 🤔🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒑𝒂 𝑹𝒂𝒅𝒊𝒕 𝒔𝒖𝒌𝒂 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒊𝒓𝒂𝒏𝒂 🤔🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝒅𝒆𝒕𝒆𝒌𝒕𝒊𝒇 𝒉𝒂𝒏𝒕𝒖 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒏𝒈𝒏 𝒃𝒊𝒍𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒓 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒂𝒅𝒂 𝒚𝒈 𝒈𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒕
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒑𝒂 𝒔𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒅𝒓 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒚𝒂 🤔🤔🤦‍♀️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!