Tak pernah terpikirkan bagi Owen jika dirinya akan menikah dengan selebgram bar-bar semacam Tessa. Bahkan di sini dialah yang memaksa Tessa agar mau menikahinya. Semua ia lakukan hanya agar Tessa membatalkan niatnya untuk menggugurkan kandungannya.
Setelah keduanya menikah, Tessa akhirnya melahirkan seorang putri yang mereka beri nama Ayasya. Kehadiran Ayasya, perlahan-lahan menghilangkan percekcokan yang awalnya sering terjadi di antara Tessa dan Owen. Kemudian menumbuhkan benih-benih cinta di antara keduanya.
Empat tahun telah berlalu, satu rahasia besar akhirnya terungkap. Seorang pria tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ayah biologis Ayasya.
Bagaimana kelanjutan rumah tangga Owen dan Tessa?
Apakah Ayasya akan lebih memilih pria yang mengaku sebagai ayah biologisnya dibanding Owen, ayah yang merawatnya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShasaVinta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Cemburu
“A-yah ….”
“Un-da ….”
Pekikan Ayasya semakin nyaring, karena balita itu terkejut mendengar suara Ibunda-nya.
Entah sejak kapan Ayasya terjaga dari tidurnya. Tessa pun untuk pertama kalinya menyayangkan mengapa putrinya bangun lebih awal. Biasanya juga Aya paling sulit untuk dibangunkan, keluh Tessa dalam hati.
“A-yah … Un-da ….” Saat terdengar lagi panggilan dari putrinya, Tessa segera bangun. Sayangnya, tubuhnya yang masih dalam keadaan polos menghalangi pergerakan Tessa.
“Ayasya … anak bunda yang pinter. Sabar ya, Nak,” bujuk Tessa masih dari atas tempat tidur.
Sementara Ayasya yang sudah berdiri dengan berpegangan pada tepi box bayinya, sudah tak sabar saat melihat wajah sang Ibu. Ia ingin segera digendong oleh Bunda yang sudah Ia rindukan. Ia juga sudah sangat merindukan dekapan Ayahnya.
“Un-da ….” Ayasya merengek memanggil ibunya, membuat Tessa mulai panik. Tak ingin ia membuat putrinya mengawali hari dengan tangisan.
“Ya … sebentar ya, Nak.” Tessa mengedarkan pandangannya, mencari di mana Owen meletakkan pakaiannya semalam.
“Huh!” Tessa menghela napasnya saat melihat pakaiannya semalam tergeletak di lantai yang cukup jauh dan tak dapat ia jangkau. Apalagi saat ia mencoba menarik selimut untuk menutup tubuhnya, Owen malah menahan selimut itu.
“Bang! Bang Owen, bangun!” Tessa mengguncang tubuh suaminya. Tubuh polos yang semalaman ini memeluknya di bawah selimut.
“Eeuuunngghh … ada apa?” tanya Owen dengan netra yang tetap terpejam.
“A-yah ….” Mendengar suara serak Ayahnya, Ayasya semakin tak sabar untuk segera dikeluarkan dari box yang mengurungnya sejak semalam.
“A-yah ….” Pekikan Ayasya semakin kencang, Tessa semakin panik. Sedangkan Owen tak terusik sama sekali.
“Bang … bangun! Itu Aya menangis,” ucap Tessa. Ia kembali mengguncang tubuh Owen.
“Hah? Aya menangis?” Terkejut dengan ucapan Tessa, Owen hampir saja berlari menghampiri putrinya dengan tubuh polos seandainya Tessa tak menahannya.
“Bang! Mau ke mana?”
“Menggendong Ayasya,” jawab Owen.
“Dengan tubuh polos seperti itu?” Tessa berdecak.
Owen menepuk dahinya. “Astaga, aku sampai lupa.”
“A-yah … Un-da ….” Ayasya kembali memekik memanggil kedua orang tuanya, disusul dengan tangisannya.
“Ya sudah, di mana pakaian kita?” tanya Owen.
Tessa memutar bola matanya, “Kan semalam yang copotin bajunya, Abang!”
“Oh, iya juga ya.” Owen ingat semalam setelah berhasil melepas satu persatu kain yang menutup tubuhnya dan tubuh istrinya, Owen langsung saja melemparnya ke sembarang arah. Alhasil, pagi ini pakaian keduanya tersebar di penjuru kamar.
Dari box bayinya, Ayasya kembali memekik. Wajahnya sudah memerah karena tangis. Tessa dan Owen saling pandang, peringatan keadaan darurat kini telah bergaung di benak keduanya.
“Tak ada cara lain?” gumam Owen.
“Cara apa, Bang?”
Tanpa menjawab pertanyaan Tessa, Owen menarik istrinya hingga berada tepat di hadapannya. “Kita harus bekerjasama,” suruh Owen.
Tessa tak bisa menjawab, ia hanya bisa menelan salivanya. Sesekali tubuh polos mereka kembali bergesekan menimbulkan getaran-getaran seperti semalam.
Keduanya bergerak bersamaan, dengan satu selimut yang menutupi tubuh keduanya. Owen dan Tessa melangkah seirama, hingga tiba di walkin closet.
Ayasya mengamati kelakuan ayah dan ibunya. Suasana hatinya tiba-tiba saja berubah. Yang awalnya menangis, kini balita berusia lebih dari satu tahun itu tertawa.
Tak lama, Owen yang sudah mengenakan pakaian menghampiri putrinya. “Hem, sekarang anak ayah sudah pinter ngejahilin ayah dan bundanya.”
Ayasya cekikikan saat Owen menggelitiki perutnya. Tak ada lagi raut kesedihan di wajah Ayasya ketika sudah berada dalam gendongan ayahnya.
Sambil menunggu Tessa yang dapat giliran pertama mandi pagi ini, Owen membawa putrinya menuju dapur. Papa muda itu berniat untuk membuat sarapan untuk keluarga kecilnya.
Beberpa saat kemudian, Tessa yang sudah segar ikut bergabung bersama Owen dan Ayasya. “Wah, sarapan sudah siap,” seru Tessa bersemangat.
“Hem, aku dan Ayasya yang menyiapkannya. Aku tahu kamu lelah,” ucap Owen lagi-lagi membuat Tessa merona.
“Bang! Lelah apaan, sih. Aku kan nggak ngapa-ngapain.”
Melihat istrinya yang menunduk karena malu, Owen pun tak bisa menahan tawanya. “Sudah, sudah. Ayo kita sarapan, sebelum makanannya dingin,” suruh Owen.
Ketiganya menikmati sarapan masing-masing, seraya mengobrolkan apa pun. Setelah sarapan, Owen yang menikmati saat-saat istrinya tersipu malu kembali menggoda Tessa.
“Sarapan sudah selesai, tenaga kita sudah pulih lagi, kan?” Owen menaik turunkan alisnya menatap pada Tessa.
“Hem, lalu?” Balas Tessa.
“Yang semalam boleh dong diulang lagi,” jawab Owen membuat Tessa membulatkan mata padanya.
...…....
Hari demi hari terus berlalu, kehangatan semakin terasa dalam keluarga kecil Owen dan Tessa. Setelah memutuskan untuk belajar menerima pernikahan yang mereka jalani, beban yang dulunya terus membayangi hari-hari keduanya kini telah sirna.
Akhir pekan kali ini, Owen akan mengajak istri dan anaknya untuk ikut serta dalam acara family gathering yang diadakan oleh rumah sakit tempatnya bekerja. Sesuai rencana, mereka akan berangkat pagi ini menuju ke sebuah pantai yang menjadi lokasi acara.
Tessa dan Ayasya sungguh terlihat begitu bersemangat, ini kali pertama keduanya akan pergi berlibur selama tinggal di Kota X. Sepanjang perjalanan, senyuman tak pernah luntur dari wajah cantik Tessa. Dalam hati Owen pun tak henti memuji kecantikan istrinya.
Keceriaan pagi itu semakin lengkap dengan kehadiran Ayasya. Tessa dan Owen juga tak hentinya dibuat tertawa karena celoteh atau tingkah lucu Ayasya. Perjalanan yang cukup jauh jadi tak terasa.
Tiba di lokasi family gathering, rupanya sudah banyak yang datang lebih dulu. Owen menyapa atasannya, beberapa rekan sesama dokter, juga perawat yang turut hadir di sana. Tak lupa ia mengenalkan istri dan putrinya.
Ketiganya kompak mengikuti setiap kegiatan yang disiapkan oleh panitia penyelenggara. Tessa yang ramah, sangat mudah akrab dan berbaur dengan rekan-rekan Owen.
Awalnya Owen tak masalah, namun semakin lama hatinya mulai merasa tak nyaman. Terlebih saat ada beberapa dokter pria yang memuji kecantikan istrinya secara terang-terangan.
“Dokter Owen, saya akhirnya mengerti mengapa Anda baru memperkenalkan istri Anda,” ucap seorang dokter yang lebih muda dari Owen.
Kening Owen mengernyit, “Maksud Anda?”
“Maksudku, pasti sulit menjadi suami yang memiliki istri cantik seperti istri Anda. Itukah alasan Anda selama ini tak memperkenalkannya? Kan bahaya jika banyak yang terpesona dengan kecantikannya,” jelas dokter itu.
Owen mengepalkan tangannya, bersiap untuk melayangkan tinju ke wajah rekan sejawatnya itu. Namun, ia masih berusaha menahan agar hal itu tidak terjadi. Ia tak ingin mengacaukan acara ini.
“Anda salah. Aku hanya tak memiliki kesempatan yang tepat untuk mengenalkan istriku,” jawab Owen dengan tenang.
“Orang lain boleh saja terpesona dengan kecantikan istriku. Hak mereka untuk memujinya. Yang perlu mereka ingat, wanita itu tetaplah istriku,” lanjut Owen.
Setelah itu tanpa permisi, Owen beranjak dari tempat itu. Ia hendak mencari di mana istri dan putrinya berada. Beberapa saat yang lalu, keduanya izin untuk bermain di tepi pantai. Mereka ingin membuat istana pasir.
Owen mulai menelusuri tepi pantai yang cukup ramai pengunjung, maklum ini adalah akhir pekan. Cuaca pun sangat mendukung. Jadi tak salah jika banyak warga Kota X yang berlibur ke tempat ini.
Langkah kaki Owen terhenti, tangannya tanpa sengaja mengepal. Dari kejauahan dilihatnya Tessa, Ayasya, dan seorang pria yang tak Owen kenal sedang tertawa bersama dan terlihat sangat akrab.
Owen tak mengerti ada apa dengan dirinya. Yang pasti kekesalan yang sejak tadi ia tahan, rasanya sebentar lagi akan meledak.
“Siapa pria itu?!” geram Owen.
Langkah kakinya ia percepat. “Tessa! Aya!” teriaknya memanggil nama istri dan putrinya.
...———————...
nawra wanita licik, ben..
wah alfio serius kamu suka ama qanita aunty dari putri mu, takdir cinta seseorang ga ada yang tau sih ya.
kak shasa setelah ini kasih bonchap kak pengen tau momen tessa melahirkan anak kedua nya, pengen tau raut bahagia dari owen, aya dan semua menyambut kelahiran adik nya aya...