⚠️ sebelum baca cerita ini wajib baca Pengantin Brutal ok⚠️
Setelah kematian Kayla dan Revan, Aluna tumbuh dalam kasih sayang Romi dan Anya - pasangan yang menjaga dirinya seperti anak sendiri.
Namun di balik kehidupan mewah dan kasih berlimpah, Aluna Kayara Pradana dikenal dingin, judes, dan nyaris tak punya empati.
Wajahnya selalu datar. Senyumnya langka. Tak ada yang tahu apa yang sesungguhnya disimpannya di hati.
Setiap tahun, di hari ulang tahunnya, Aluna selalu menerima tiga surat dari mendiang ibunya, Kayla.
Surat-surat itu berisi kenangan, pengakuan, dan cinta seorang ibu kepada anak yang tak sempat ia lihat tumbuh dewasa.
Aluna selalu tertawa setiap membacanya... sampai tiba di surat ke-100.
Senyum itu hilang.
Dan sejak hari itu - hidup Aluna tak lagi sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim elly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 12
Hari Senin pun tiba. Geng Aluna sudah punya rencana baru.
Di kantin sekolah, mereka duduk di sudut sambil memperhatikan Baskara yang baru datang. Suasana istirahat ramai, tapi meja mereka penuh dengan aura keisengan.
“Liat tuh si Baskara, nantang banget, Al,” ucap Tari sambil terkekeh.
“Kita bikin mobilnya kempes bannya,” ucap Aluna datar, tapi tatapannya tajam seperti mata elang yang siap menyerang mangsa.
“Gue udah bawa V-Lok, Al,” bisik Ray dengan senyum nakal.
“Bagus,” jawab Aluna tanpa senyum. Matanya tetap terpaku pada sosok Baskara di kejauhan.
Di meja lain, Robi menyenggol bahu Baskara. “Mereka lagi rencanain sesuatu tuh,” katanya pelan.
“Kira-kira apa, kok gue deg-degan ya? Ini baru kali ini gue nemu makhluk kayak cewek sialan itu,” ucap Baskara kesal, matanya masih menatap Aluna yang duduk anggun tapi menyeramkan.
“Emang kemarin lo diapain?” tanya Robi penasaran.
“Diajak balapan. Gue kalah. Masa gue disuruh cium dia,” ucap Baskara dengan muka merah.
“Hah? Yang bener lo?” Robi ngakak.
“Iya,” jawab Baskara, makin malu.
“Nyium dia nggak lo?” tanya Robi sambil tertawa keras.
“Nggak, keburu di hajar bodyguardnya,” ucap Baskara jujur.
"lah kirain dapet," ucap Robi sambil terkekeh geli.
"kagak takut juga gue," Baskara terdiam sejenak lalu melanjutkan ceritanya. "itu mereka kesal karna, gue di ajak ke pantai,gue nggak datang ada acara keluarga, gue khawatir mereka punya rencana busuk." ucapnya sambil menatap geng Aluna.
“Gak apa-apa kali. Buktinya ini aman-aman aja. Jam istirahat nih,” jawab Robi santai.
Tapi mata Baskara masih fokus ke Aluna. “Tapi dia liatin gue mulu, anjir.”
“Lo juga liatin dia mulu,” balas Robi cepat.
“Gue lagi waspada!” jawab Baskara kesal, membuat Robi ngakak lagi.
Sore harinya, geng Aluna pulang lebih dulu. Tapi begitu Baskara sampai di parkiran, darahnya mendidih—mobilnya penuh coretan tebal: Day 1 dan kata-kata lain yang tidak pantas dibaca.
“Shit! Cewek sialan, brengsek lo!” teriaknya, memukul setir keras-keras.
Ban mobil pun kempes saat ia mencoba jalan. Baskara keluar, menendang batu kecil di parkiran, frustasi. Ia tak tahu harus menjelaskan apa pada ayahnya nanti.
Di basecamp kecil milik Aluna, mereka menonton rekaman video yang diambil oleh teman mereka.
Semua tertawa terpingkal-pingkal—kecuali Aluna. Wajahnya datar, pandangan kosong.
“Udah happy?” tanya Ray pelan.
“Belum,” jawab Aluna singkat.
“Kita liat besok dia marah apa nggak. Itu tantangannya,” ucap Aluna santai, meneguk minumannya tanpa ekspresi.
***
Malamnya, rumah Baskara penuh suara bentakan. Reno mengamuk besar.
“Ayah akan ke sekolah! Kurang ajar anak-anak itu! Sialan!” umpatnya keras.
Baskara hanya diam, menunduk di kursi. “Besok jangan bawa mobil. Bawa motor aja!” ucap Reno tajam.
“Iya, Yah,” jawabnya lirih.
Keesokan harinya, ruang guru BK dipenuhi ketegangan.
“Saya yang lakuinnya? Emangnya ada buktinya, Pak?” ucap Aluna datar, menatap guru BK dengan tenang.
Reno, yang ikut hadir, memandangi wajah Aluna lama. Ada sesuatu yang aneh—semacam rasa familiar yang menyesak di dadanya.
“Om kenapa?” tanya Aluna ketus.
“Kamu cantik… tapi kamu nakal, ya?” ucap Reno sambil mencoba tersenyum.
“Saya nanya, Om. Apa Om punya bukti saya yang lakuin itu?” tanya Aluna dingin, tangannya terlipat di dada.
“Nggak ada, tapi Baskara bilang kamu yang lakuin,” ucap Reno, agak canggung.
“Saya, kemarin langsung pulang. Ada bimbel,” jawab Aluna tenang, tatapannya menusuk.
Reno diam.
Dalam hatinya, entah kenapa, wajah gadis itu terasa… mirip sekali dengan seseorang yang sudah lama pergi.
Senyumnya, tatapannya, bahkan caranya melawan—semuanya mengingatkannya pada Kayla.
“Jadi gimana, Pak? Saya bisa ketinggalan pelajaran begitu saja? Bapak kan tahu jadwal pelajaran saya padat. Dan saya nggak boleh turun nilai satu poin pun,” ucap Aluna tegas, matanya tajam menatap guru BK tanpa ekspresi sedikit pun.
Nada suaranya datar, tapi setiap kata mengandung tekanan.
Guru BK itu, menatap Aluna sejenak — wajahnya kaku, seperti sedang menahan jengkel tapi juga segan.
“Nunggu Baskara datang dulu,” ucapnya singkat.
“Ok. Tapi kalau nilai saya sampai turun, saya minta tanggung jawab dari Bapak.”
Aluna berdiri tegak, menautkan tangan di dada.
Beberapa menit kemudian, pintu diketuk. Baskara muncul, wajahnya sedikit panik.
“Ayah, Kok ke sini?” tanyanya bingung melihat Reno yang menatapnya tajam.
“Kata ayah kamu, aku yang nyoret mobil kamu. Emang ada buktinya?” tanya Aluna dingin, suaranya pelan tapi tajam seperti pisau.
Baskara terdiam. Matanya berpindah ke wajah Reno lalu kembali ke Aluna. Ia tak bisa menjawab.
“Cepat, aku ada pelajaran Bahasa Inggris. Ini ganggu banget,” ucap Aluna kesal.
“Ng... nggak sih. Nggak ada bukti,” gumam Baskara akhirnya, menunduk.
“Good,” ucap Aluna datar, lalu menatap Reno. “Jadi bukan saya yang lakuin. Oke, Pak? Saya pamit. Selamat pagi.”
Langkahnya mantap keluar dari ruangan, meninggalkan tiga pria yang masih terdiam.
Reno hanya bisa geleng-geleng kepala. “Gimana sih kamu, kok nggak bisa ngomong depan anak itu? Kan jelas dia yang lakuin!” ucapnya kesal begitu keluar ruangan.
“Tapi, Yah... nggak ada bukti,” jawab Baskara datar.
“Hah... dasar,” gumam Reno kesal, lalu pergi meninggalkan sekolah dengan langkah berat.
Di kantin, Aluna duduk tenang. Ia menikmati jus stroberinya dengan ekspresi netral. Sementara geng-nya — Risa, Tari,Ray dan Davin — duduk santai di sekitarnya.
Tiba-tiba Baskara datang, wajahnya merah menahan emosi.
“Gue tau lo yang lakuin ini!” teriaknya di depan banyak orang.
Aluna menatapnya tenang, lalu meletakkan sedotan. “Gue kan udah nanya. Ada buktinya?” tanyanya elegan, dengan senyum tipis penuh tantangan.
“Akan gue cari! Dan kalau gue dapet, gue bakal balas perbuatan lo!” ucap Baskara penuh emosi.
“Hm... of course. I’m waiting for that,” jawab Aluna santai, lalu kembali menyeruput jusnya.
“Brengsek! Cewek sialan!” teriak Baskara, lalu pergi sambil menendang kursi.
Aluna menatap punggungnya yang menjauh, tersenyum tipis. “Seru ya,” ucapnya pelan.
Davin yang duduk di sebelahnya menoleh. “Are you happy?” tanyanya.
“Of course, I enjoy it. Kita harus lakukan sesuatu hari ini,” jawab Aluna sambil menatap teman-temannya tajam.
Mereka berempat saling pandang, lalu tertawa pelan — hanya Aluna yang tetap datar.
Dan sore itu, mereka “melakukan sesuatu.”
Bersambung.....
tapi ruwetan baskara aluna🤣
tapi aku suka ama anaknya🤣