Istriku, Adik Sahabatku.

Setelah mendapatkan informasi tentang nomor telepon agent penyalur jasa security, Davin pun pamit meninggalkan kediaman orang tuanya dan lanjut menuju ke perusahaan tempatnya bekerja. Davin berniat menghubungi agent tersebut nanti setelah pulang kerja.

Seperti biasa, kedatangan Davin selalu mampu menjadi pusat perhatian dari pegawai wanita di perusahaan SJ group. Ya, bukan hanya Faras yang mampu menarik perhatian para wanita penghuni SJ group, tetapi Davin pun demikian. Wajahnya yang tampan dan sikapnya yang ramah pada sesama pegawai membuat siapapun pasti akan meleleh dibuatnya, tak terkecuali Rani, salah satu pegawai yang sudah bekerja hampir dua tahun di perusahaan tersebut.

"Selamat pagi, pak Davin." Sapa Rani yang kebetulan bertemu dengan Davin di dalam lift.

"Pagi, Nona Rani." Balas Davin dengan senyum ramahnya. Senyuman ramah yang selama ini bisa jadi telah disalah artikan oleh Rani.

Seperti biasa, Davin tak banyak bicara. Pria itu memang ramah, tapi tidak untuk mengobrol akrab, hanya sekedar menyapa sekenanya saja. Tetapi justru karena sikap Davin tersebutlah yang menarik bagi Rani. Sudah berulang kali Rani berusaha mendekati Davin, namun pria itu malah menunjukkan penolakan secara halus. Salah satu contohnya, beberapa bulan lalu Faras memintanya mengerjakan project bersama Rani, Davin menolak dengan alasan ingin fokus dulu dengan project yang saat itu dikerjakannya.

Tanpa di sadari oleh Davin, rupanya secara tidak sengaja Faras menyaksikan dirinya bersama Rani keluar dari lift di waktu yang bersamaan. Menyaksikan itu, terbesit dibenak Faras menyusul langkah Davin yang sedang berjalan menuju ruangannya.

Faras menyusul Davin yang baru saja memasuki ruangan kerjanya.

"Selamat pagi, tuan." Sapa Davin dengan bahasa formal, mengingat saat ini mereka sedang berada di kantor.

"Pagi." Tanpa dipersilahkan, Faras langsung melanjutkan langkahnya menuju sofa dan mendudukkan tubuhnya di sana, hingga membuat Davin mengeryit dibuatnya.

"Ada apa?." Davin yakin Faras datang sebagai sahabatnya, bukan sebagai bosnya.

"Kenapa kau terus menolaknya? Bukankah gadis itu juga memiliki paras yang cantik?." Davin langsung mendengus napas mendengarnya. Ini bukan kali pertama Faras melontarkan pertanyaan yang sama kepadanya. Ya, Davin sudah dapat menebak jika gadis yang dimaksud oleh Faras pasti adalah Rani.

Davin masih diam saja, tidak terlalu menanggapi omongan Faras.

"Dav, usiamu sudah sepantasnya menikah, lalu kenapa masih betah menyendiri?." Sebagai sahabat tentunya Faras berharap Davin bukan hanya sibuk memikirkan pekerjaan, tapi juga harus berpikir untuk menikah.

"Berhentilah membahas tentang gadis itu, Ras!."

"Tapi kenapa? Setidaknya berikan alasan yang masuk akal, Davin, agar aku tidak berpikir yang aneh-aneh tentang dirimu!." Ya, Faras sempat berpikir jika sahabatnya itu tidak tertarik pada wanita.

"Sia-lan kau. Aku ini lelaki normal." Davin sampai lupa kalau Faras itu bosnya, hingga tanpa sadar bantal sofa di sisinya langsung melayang ke arah Faras.

Faras sama sekali tidak merasa tersinggung, ia justru senang karena kekesalan Davin membuktikan bahwa sahabatnya itu masih normal, tidak melenceng dari kodratnya.

"Lalu, kenapa kau masih saja betah menyendiri? Kenapa tidak mencoba membuka hati untuk seseorang yang sudah lama berusaha menarik perhatianmu?."

"Aku sudah menikah."

Faras tergelak. Menganggap Davin sedang bercanda. "Jangan bercanda!." Ujar pria itu di tengah gelak tawanya.

"Aku tidak bercanda, Ras. Aku memang sudah menikah." Tawa Faras langsung surut tak berbekas menyaksikan keseriusan di wajah Davin.

"Mengapa kau tidak pernah bilang padaku? Dan kenapa juga kau tidak mengundang aku dan Arga ke acara pernikahanmu?." Faras berubah sebal. Jika pengakuan Davin benar adanya, ia merasa Davin telah mengabaikan persahabatan mereka sehingga tidak mengundang ia dan Arga ke acara pernikahannya.

"Arga hadir di acara pernikahanku."

"APA? Jadi, kau mengundang Arga tapi tidak mengundangku? Wah....kau ini benar-benar ya ..." Bantal sofa yang tadi dilempar oleh Davin, kini kembali berbalik pada pria itu.

"Aku tidak mengundangnya. Arga datang sebagai kakak dari istriku."

Duar

Pelan, namun jawaban Davin bak suara petir yang berhasil mengejutkan Faras. Ia tak bodoh untuk menafsirkan Kalimat Davin. Ya, Arga hanya memiliki seorang adik perempuan, yakni Faradila, gadis cantik yang selalu menyambut mereka dengan senyuman ramahnya setiap kali mereka berkunjung ke rumah Arga. Setahu Faras, Davin tidak pernah dekat dengan Dila apalagi sampai menjalin hubungan asmara, lalu bagaimana mungkin mereka bisa menikah? Dan, mengapa Davin menikahi Dila secara diam-diam? Begitu banyak pertanyaan yang bersarang di benak dan pikiran Faras saat ini.

Menyaksikan kebingungan dari sorot mata Faras, Davin lantas menceritakan tentang penyebab ia dan Dila sampai bisa menikah. Davin menceritakan semuanya tanpa ada lagi yang ditutup-tutupi dari sahabatnya itu, termasuk Dila yang awalnya menolak pertanggungjawaban darinya, serta kebenaran tentang Dila yang ternyata memiliki kekasih.

Faras hanya bisa menghela napas setelah mendengar semua cerita Davin. Setelah cukup lama terdiam, Faras teringat akan permintaan Arga dua hari lalu, di mana sahabatnya itu meminta bantuannya untuk menerima Dila sebagai salah satu pegawai di SJ group.

"Apa mungkin ini alasan Arga sampai meminta lowongan kerja untuk Dila?."Dalam hati Faras sambil menatap pada Davin. Jika memang dugaannya benar, Maka Faras pun setuju dengan ide Arga. Faras sangat mengenal Arga, ia yakin bahwa Arga pasti sedang merencanakan sesuatu sehingga melakukan semua itu.

"Apa kau mencintainya?."

"Sekarang Dila sudah resmi menjadi istriku. Terlepas dari apapun alasan kami menikah, Sebagai seorang suami aku tetap berkewajiban mencintai dan menyayangi istriku." Ungkap Davin, dan Faras pun setuju dengan itu.

Faras melebarkan senyum mendengarnya. "Kalau memang begitu, maka berjuanglah demi mendapatkan cintanya! Aku doakan semoga usahamu berhasil, Kawan." Tutur Faras dengan tulus.

"Thank you."

"Sorry..."

"Maaf untuk apa?."

"Sorry untuk semua perkataanku sebelumnya! Seandainya aku tahu jika kau telah menikah, aku pasti tidak akan lancang_."

"Satu hal yang harus kau tahu, sekalipun belum menikah, aku tetap tidak berminat menerima gadis itu." Potong Davin. Tentu saja gadis yang dimaksud oleh Davin di sini tak lain adalah Rani.

Faras tak dapat lagi berkata-kata. Di antara mereka bertiga, Davin memang terkenal paling ramah, tapi pria itu juga lah yang terkenal paling keras kepala. Jika ia bilang tidak maka sampai kapanpun jawabannya tetap tidak, tak akan pernah berubah.

*

Untuk mengisi waktu luang, Dila nampak menyiram beberapa jenis tanaman hias yang ada di halaman depan. Ya, saat mereka pindah, sudah ada beberapa jenis tanaman hias serta bunga-bunga cantik yang ada di halaman depan rumah tersebut. Dila begitu menikmati kegiatannya hingga tak terasa waktu telah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi.

Entah karena nasehat dari ibunya atau karena nalurinya sebagai seorang istri, Dila Lantas berlalu menuju dapur untuk memasak makan siang. Tentunya masakan tersebut hendak di sajikan untuk sang suami.

Satu jam kemudian, Dila sudah selesai memasak beberapa menu masakan. Gadis itu memandang semua hasil masakannya sambil tersenyum senang hingga tiba-tiba terbesit pertanyaan di benaknya.

"Untuk apa aku melakukan semua ini? Mengapa aku rela melakukan semua ini untuk mas Davin?."