bagaimana jadinya jika seorang gadis desa yang sering dirundung oleh teman sekolahnya memilih untuk mengakhiri hidup? Namun, siapa sangka dari kejadian itu hidupnya berubah drastis hingga bisa membalaskan sakit hatinya kepada semua orang yang dulu melukainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mas Bri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
“Haruskah aku berikan contoh, supaya kamu tahu, hem?” satu tangan William tiba-tiba mengusap pelan pipi gadis bermata coklat itu.
Kakinya maju selangkah lebih dekat. Wajahnya semakin dekat hingga tak menyisakan jarak diantara keduanya. Gadis manis itu merasa gugup karena ini adalah pertama kalinya dia dekat dengan laki-laki apalagi ini adalah bosnya sendiri.
“Tu-tuan harus segera pergi. Mereka pasti sudah menunggu,” ujar Ayu pelan. Wajahnya menunduk dan tubuhnya sedikit mundur agar tidak terlalu dekat dengan laki-laki di hadapannya. Gadis bermata coklat itu hanya ingin mengalihkan tuannya agar tidak berbuat lebih. Dirinya takut terlena dengan apa yang sudah Tuhan beri kepadanya. Ayu sadar dengan posisinya yang jauh di bawah tuannya. Tidak sepantasnya gadis itu mengharapkan lebih dari seorang pelayan.
William tersenyum melihat pelayan cantik itu malu-malu dengan perlakuannya. “Tunggu di sini sebentar, setelah ini kita pulang,” ucap William lalu berjalan keluar ruang pribadinya.
Sedangkan di dalam mobil, ada dua orang yang sejak tadi meributkan keberadaan gadis cantik yang menarik perhatian sang asisten.
“Apa kakakmu terlalu keras kepadanya? Apa dia tidak diberi makan sampai mau pingsan?” tanya Vano dengan orang di sebelahnya.
Sedangkan Juan hanya diam tidak menjawabnya. Dia sedang bergelut dengan pikirannya sendiri. Jantungnya berdegup kencang, hatinya pun tak tenang jika mengingat perbuatannya.
Tangan kekarnya bergetar hebat merasakan kegugupan yang sulit dikendalikan. Rasanya ingin sekali dia menyampaikan permintaan maaf kala itu. Hanya saja yang jadi permasalahan apa gadis itu mau memaafkannya?
“Hei, di ajak ngomong diam aja. Mikir apa, sih?” tanya Vano sambil memukul bahu pemuda di sampingnya.
Pemuda tampan yang gelisah itu terlonjak kaget akibat pukulan asisten kakaknya. “Bikin kaget aja!”
“ Salah sendiri, diajak ngomong dari tadi malah ngelamun. Mikirin apa, sih,”
Belum sempat Juan menjawab, tiba-tiba pintu mobil itu terbuka.
“Kalian pulang duluan saja. Nanti malam aku pulang ke rumah,” ujar William lalu menutup pintunya kembali tanpa pamitan.
“Lah … ini anak, belum juga tanya apa-apa, main tutup pintu aja,” keluh Vano. Begitupun dengan Juan sang adik. Mereka berdua dibuat kesal dengan ulah anak pertama keluarga Issac.
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang sesuai dengan instruksi Tuan muda William. Tidak ada satu orang pun yang berani membantahnya meski ayahnya sendiri. William dikenal tegas dan disiplin dalam segala hal, makanya perusahaan yang dia kelola selalu sukses dan terus berkembang.
Di dalam mobil pun tak banyak yang mereka bicarakan. Vano masih kesal karena tidak bisa berlama-lama dengan gadis pujaannya sedangkan Juan bergelut dengan pikirannya sendiri. Hingga tidak terasa kendaraan roda empat itu tiba di rumah utama.
Dua orang yang saling diam tadi turun dan langsung memasuki rumah. Di sana sudah disambut Nyonya Maya Issac dengan senyum ramah. “Di mana kakak kamu? Bukanya tadi Pak amir bilang kalian ke kantor?”
“Nanti malam pulang, Ma.” Juan terlihat malas menjawab.
Nyonya Maya sedikit bingung dengan sikap anak keduanya. “Kamu kenapa?”
“Gak papa, Ma. Juan hanya capek aja.”
“Ya sudah, kamu naik, gih.”
Saat akan beranjak pergi, Juan berbalik arah. “Ma, siapa wanita yang bersama Kak Willi? Apa kekasihnya?” tanya pemuda itu penasaran.
“Wanita? Kekasih? Kakakmu punya kekasih?” Maya balik bertanya dengan wajah berbinar. Ini adalah pertama kalinya dirinya mendengar anak pertamanya memiliki seorang wanita. Selama ini tidak ada satupun wanita yang dekat dengannya. Maya sempat khawatir kalau anaknya ada kelainan, bahkan dia sempat mencarikan jodoh untuk putra sulungnya dengan anak dari teman-temannya, tetapi semuanya dia tolak mentah-mentah.
William marah kepadanya karena sering menjodohkan dengan wanita yang bukan pilihannya. Bahkan dia sempat tidak memberi kabar hingga berminggu-minggu kepadanya. Suaminya pun ikut khawatir dengan keadaan putra sulungnya sampai jatuh sakit.
Di usianya yang kini menginjak 35 tahun, William masih belum memiliki seorang pendamping hidup. Entah apa yang ada di pikirannya yang orang-orang tahu dia adalah manusia robot yang gila kerja. Banyak yang ingin menjatuhkannya tetapi tidak ada satupun yang berhasil.
“Juan ini bertanya, Mama. Kok Mama balik tanya, sih,” keluh Juan dengan wajah cemberut.
“Ohh … mama kira Kakakmu sudah punya calon istri, ternyata kamu malah balik tanya.”
“Memangnya siapa gadis yang bersama dengan William, Tante? Soalnya tadi kita melihatnya di kantor,” ujar Vano ingin tahu jawaban Maya. Padahal dia sudah tahu kalau itu adalah pelayannya.
“Mungkin dia Ayu, gadis yang mama suruh membantu mengurus semua kebutuhan Kakak kamu. Anaknya baik dan rajin, loh. Mama suka sama dia. Sejak dia masuk ke rumah ini, tidak ada hal yang tidak bisa dia kerjakan, anaknya juga ramah sama siapa saja. Semua orang yang ada di rumah ini menyukainya,” jelas Nyonya Maya dengan wajah senang jika itu menyangkut gadis muda bermata coklat yang suka membantunya.
“Ya sudah, Ma. Juan naik dulu,” ujar putra bungsunya. Tidak banyak yang dia tanyakan. Setelah mendengar penjelasan mamanya, Juan semakin merasa bersalah. Hatinya menjadi tak tenang, pikirannya semakin kacau.
Sedangkan Vano, wajahnya terlihat bahagia mengetahui fakta gadis pujaannya sesempurna itu. Senyum samar terukir di wajahnya, meski tidak kentara tetapi masih terlihat jelas wajah bahagianya.