Dituduh pembunuh suaminya. Diusir dari rumah dalam keadaan hamil besar. Mengalami ketuban pecah di tengah jalan saat hujan deras. Seakan nasib buruk tidak ingin lepas dari kehidupan Shanum. Bayi yang di nanti selama ini meninggal dan mayatnya harus ditebus dari rumah sakit.
Sementara itu, Sagara kelimpungan karena kedua anak kembarnya alergi susu formula. Dia bertemu dengan Shanum yang memiliki limpahan ASI.
Terjadi kontrak kerja sama antara Shanum dan Sagara dengan tebusan biaya rumah sakit dan gaji bulanan sebesar 20 juta.
Namun, suatu malam terjadi sesuatu yang tidak mereka harapkan. Sagara mengira Shanum adalah  Sonia, istrinya yang kabur setelah melahirkan. Sagara melampiaskan hasratnya yang ditahan selama setelah tahun.
"Aku akan menikahi mu walau secara siri," ucap Sagara.
Akankah Shanum bertahan dalam pernikahan yang disembunyikan itu? Apa yang akan terjadi ketika Sonia datang kembali dan membawa rahasia besar yang mengguncang semua orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Udara pagi itu terasa lembut, tetapi dada Shanum justru sesak oleh sesuatu yang berat. Jantungnya berdebar cepat, seperti genderang perang yang tak bisa dikendalikan.
Sagara berjalan di sampingnya dengan langkah mantap, satu tangannya melingkari pinggang Shanum, seolah ingin menegaskan sesuatu yang belum terucap kepada siapa pun.
Shanum menoleh cepat, berbisik pelan dengan napas menahan gugup.
“Mas, jangan begini di depan rumah Mami. Nanti dikira apa.”
Namun, Sagara hanya menatapnya sekilas, senyum tipis muncul di bibirnya yang tenang. “Biar mereka tahu, aku nggak akan pernah sembunyi lagi.”
Kalimat itu sederhana, tetapi menampar perasaan Shanum yang penuh keraguan. Ia ingin percaya, tapi juga takut karena langkah mereka hari ini bukan langkah biasa. Ini langkah menuju pengakuan, menuju kemungkinan diterima atau ditolak.
Pintu rumah besar itu terbuka dengan suara khas engsel tua yang sudah lama tak dilumasi. Aroma bunga mawar dari taman depan langsung menyambut mereka, bercampur dengan wangi teh melati yang berasal dari dapur.
“Eh, tumben pagi-pagi sudah ke sini! Biasanya harus Mami yang datang ke rumah kamu,” seru Mami Kartika dengan nada ceria dari arah tangga.
Wanita paruh baya itu menuruni anak tangga dengan gaun rumah berwarna lembut. Wajahnya memancarkan kehangatan, terutama saat matanya menangkap dua malaikat kecil yang sedang digendong Shanum dan Sagara.
Shanum menunduk sopan. Meskipun Mami Kartika sudah sering datang ke rumahnya, tetap saja, setiap kali berhadapan dengannya, Shanum merasa seperti sedang berdiri di depan tembok besar penuh wibawa.
“Mami, aku memang ada perlu sama Mami dan Papi,” kata Sagara sambil berjalan mendekat.
“Papi masih lari keliling halaman belakang kayaknya,” jawab Mami Kartika sambil menunduk mencium pipi kedua cucunya.
“Ne-ne-ne-ne uh!” seru Arsyla dengan tawa renyah, mengangkat tangannya minta digendong.
Shanum tersenyum melihat tingkah anaknya yang selalu bisa mencairkan suasana.
“Kalian sudah sarapan?” tanya Mami Kartika.
“Sudah sarapan, Mi,” jawab Sagara sambil mengangkat tangan Abyasa yang kini sibuk memainkan jari ayahnya.
“Bagus. Ayo, kita ke halaman belakang. Udara pagi bagus buat anak-anak,” ajak Mami Kartika.
Mereka berjalan melewati lorong panjang menuju halaman belakang, di mana cahaya matahari menembus dedaunan dan menciptakan bayangan-bayangan indah di atas rumput. Suara burung pagi menambah kesan damai yang menipu, seolah tidak akan ada ledakan emosi yang sebentar lagi terjadi.
“Tumben pagi-pagi sudah main ke rumah Opa,” sapa Papi Leon sambil mengelap keringat dengan handuk kecil.
Wajahnya memerah karena baru saja menyelesaikan jogging-nya. Meski usianya hampir enam puluh, postur tubuhnya masih tegap dan karismatik. Warisan darah campuran Indonesia, Inggris, dan Turki yang membuatnya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya.
“Cucu Opa sudah besar-besar!” kata Papi Leon dengan nada bangga, duduk di samping istrinya.
Arsyla yang selalu ceria, menyerahkan potongan biskuit bayinya kepada sang kakek. “Pa-pa-pa ....” katanya dengan mata bulat berbinar.
Abyasa tak mau kalah. “No-no-no ....” katanya sambil menyerahkan sepotong apel dari tangannya yang kecil.
Tawa riuh langsung pecah di halaman itu. Papi Leon menerima keduanya, lalu memakannya dengan ekspresi dramatis yang membuat cucu-cucunya tertawa semakin keras.
Shanum memperhatikan pemandangan itu dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Inilah potongan kecil kebahagiaan yang selalu ia impikan. Keluarga yang utuh, yang bisa tertawa bersama tanpa rahasia. Namun, setelah rahasianya dengan Sagara diungkap, ia tak tahu apakah tawa ini akan berakhir menjadi luka.
Mami Kartika menatap putranya dengan tatapan lembut tapi penuh tanya. “O, iya, Pi, katanya Gara mau mengatakan sesuatu yang penting?”
Nada suaranya terdengar ringan, tetapi Shanum tahu, di balik itu ada rasa curiga.
Papi Leon ikut menatap. “Apa sebaiknya kita bicara di ruang kerja?”
Sagara menggeleng pelan. “Nggak perlu, Pi. Di sini juga bisa.”
Shanum menelan ludah. Udara yang tadi hangat kini berubah menjadi tebal dan berat. Sagara menggenggam tangannya, jempol pria itu mengusap lembut punggung tangannya, seolah memberi kekuatan.
Pandangan kedua orang tua itu bergeser pada Shanum. Keduanya tampak saling bertanya lewat tatapan, mengapa Sagara ingin bicara hal penting di depan orang lain.
“Ini ada hubungannya dengan Shanum, Pi ... Mi,” ucap Sagara akhirnya. Suaranya tenang, tetapi ada getaran halus di ujungnya.
Shanum menunduk. Ia tahu momen ini tidak bisa dihindari.
“Ada apa dengan Shanum?” tanya Mami Kartika, kini nadanya lebih hati-hati.
Sagara menarik napas panjang. Udara di sekeliling mereka seakan berhenti bergerak. Ia menggenggam tangan Shanum lebih erat dan berkata,
“Aku mau bilang sama Papi dan Mami, kalau aku dan Shanum sudah menikah siri.”
Waktu berhenti.
Angin berhenti berembus. Burung-burung yang tadi bernyanyi kini terasa sunyi.
Shanum menunduk lebih dalam. Suara degup jantungnya sendiri terdengar lebih keras dari apa pun. Ujung jemarinya dingin, tubuhnya kaku. Ia tidak berani menatap siapa pun.
Tatapan terkejut Mami Kartika dan Papi Leon seolah menembus dinding hatinya.
“Apa?!” seru mereka hampir bersamaan. Suara itu bergema keras di halaman.
***
Insya Allah Crazy up hari ini.
pertanyaannya apa ad kaitannya hilangnya sonia dg kejadian ini seolah memang disengaja disingkirkan utk menghilangkan jejak atas kejadian ini
Apa motifnya penukaran bayi ini, mungkinkah keluarga Sonia ada dibalik semua ini ?