Pembalasan Sang Duchess.

"Aku... tidak bisa," ucap Alistair datar. "Kalau aku menikahi Putri Elina, itu berarti aku harus meninggalkan Kekaisaran, bukan? Maaf, tapi aku tidak tertarik. Lagi pula, Ayahanda Kaisar sedang sakit."

"Aku akan mengurus Ayahanda sendiri," balas Callan cepat, suaranya tenang namun penuh tekanan. "Lagi pula aku juga putra Kaisar, Alistair. Dan sekarang, aku berbicara padamu dengan wewenang Ayahanda."

Kata-katanya bukan sekadar peringatan—itu perintah. Sebuah isyarat halus agar Alistair berhenti menentang dan menyingkir dari jalan kekuasaan.

"Baiklah. Aku akan mempertimbangkannya," Nada suara Alistair terdengar datar, nyaris tanpa emosi.

Ia berdiri, membungkuk singkat ke arah Pangeran Mahkota, lalu melangkah keluar dari ruang kerja dengan tenang.

Di belakangnya, Callan hanya kembali memegang cangkir teh, menyesapnya seolah percakapan tadi tak pernah terjadi.

Tuk!

Begitu pintu ruang kerja tertutup rapat, langkah Alistair terhenti. Tangannya terkepal kuat di sisi tubuhnya.

Sejak menerima panggilan itu, Alistair sudah punya firasat buruk.

Ia memang sudah menduga arah pembicaraannya, tapi tidak menyangka semuanya akan terjadi secepat ini. Jadi, mereka benar-benar memanfaatkan celah ini untuk memajukan pernikahan?

Kaisar Morreti yang merupakan ayah mereka, kini sudah tua dan jatuh sakit. Setelah Pangeran Mahkota resmi menerima wewenang penuh untuk menggantikan tugas-tugas Kaisar, segalanya pun mulai berubah.

Dan begitu ia menerima wewenang itu, hal pertama yang ia lakukan adalah memanggil Alistair untuk membicarakan pernikahan.

Sudah lama Callan berusaha mendorong pernikahan itu, tapi selalu gagal karena Ayahanda masih melindungi adik bungsunya.

Dan di balik perlindungan sang Kaisar, ada tekad Alistair sendiri: ia tidak akan meninggalkan Kekaisaran, dan juga orang-orang yang setia padanya.

Alistair memikirkan ibunya, yang akan sendirian di istana jika ia pergi. Ia memikirkan teman lamanya, Hector, dan para bangsawan tua yang hanya loyal kepadanya.

Alistair mengembuskan napas pelan, sambil menahan amarah yang mendidih di hatinya.

Perintah untuk menikah, yang secara tidak langsung mengasingkan dirinya dari istana, datang tepat setelah Callan mendapat kuasa penuh.

"Licik sekali," desisnya pelan.

Callan tahu persis kapan harus menyerang, dan ia melakukannya tanpa sedikit pun ragu.

Tapi Alistair tidak berniat menyerah.

Jika kakaknya berpikir ia akan pergi begitu saja… maka ia salah besar.

......................

"Saat itulah sebuah tawaran itu muncul. Tawaran yang kau ucapkan waktu itu."

Alistair berbicara pelan, nada suaranya tenang namun penuh makna, seolah tengah mengingat sesuatu yang belum lama berlalu.

"Kalau dipikir lagi, hubungan kontrak itu sebenarnya bukan ide yang buruk."

Tatapannya tajam, tapi tidak sepenuhnya dingin. "Kalau aku memberi tahu semua orang bahwa aku sudah punya seseorang yang ku cintai, Kakakku tidak akan bisa seenaknya memaksaku menikah. Sementara kau... bisa membalas dendam pada dua orang yang mengkhianatimu."

Senyum tipis terbit di wajahnya. "Menurutku ini kesepakatan yang cukup menarik."

Jadi, intinya sederhana —

Alistair tidak ingin menikahi Putri Elina dari Kerajaan Aerion, seperti yang telah di umumkan di kalangan bangsawan. Ia bermaksud menjadikan hubungan kontrak ini sebagai tameng, cara halus untuk menghindari pernikahan itu.

'Aku kira hubungannya dengan Pangeran Mahkota baik-baik saja... Ternyata ada konflik yang rumit di sini.'

Pangeran Mahkota dan Pangeran Kedua pada dasarnya adalah dua pihak yang tidak mungkin memiliki hubungan harmonis. Selain bersaing memperebutkan takhta, mereka juga terlahir dari ibu yang berbeda.

Meskipun Alistair tidak menjelaskan secara rinci, Carmila sudah bisa menebak arah ceritanya.

"Bagaimana?" Tatapan Alistair kini beralih pada Carmila, yang sedang tenggelam dalam pikirannya.

"Tawaran yang kau sebutkan hari itu, maukah kau melakukannya bersamaku?"

"..."

Carmila menatap mata hijau Alistair dengan tatapan tak percaya.

Tawaran itu awalnya hanya ucapan spontan, tapi kini pria itu menanggapinya dengan serius.

Mungkin, terlibat dengan pria ini adalah takdir.

Takdir dari para dewa yang mempertemukan mereka untuk menciptakan kekacauan yang lebih besar.

‘Baiklah,’ batinnya. ‘Kalau memang begini jalannya, mari kita mainkan sampai akhir.’

Ia menarik napas panjang, lalu tersenyum miring. "Baiklah, aku setuju."

Carmila menyeringai dan melanjutkan, "Tapi saya punya satu syarat."

Alistair mengangkat alisnya. "Syarat?"

"Mengingat saya masih berstatus istri sah, hubungan ini tetaplah sekadar kontrak. Tapi… di mata publik, saya ingin Yang Mulia terlihat sebagai kekasih—atau, lebih tepatnya, pria simpanan saya."

Meski terdengar gila, Carmila tahu betul—kadang satu kata bisa mengubah segalanya. Jika disebut ‘berkencan’, ia akan tampak seperti wanita yang berselingkuh duluan. Tapi jika disebut ‘mengambil simpanan’, maka kendali tetap ada di tangannya.

“Valerian sudah lebih dulu mengumumkan Seraphina sebagai selirnya,” ujarnya dengan senyum tipis. “Rasanya adil bukan, jika aku juga punya simpanan lain.”

"..."

"Jika itu tidak masalah bagi Yang Mulia, maka saya setuju dengan rencana ini."

Carmila menyeringai tipis, lalu mengulurkan tangan ke arah Alistair—sebuah isyarat sederhana bahwa keputusan kini ada di tangannya.

Alistair menatap tangan Carmila sejenak, lalu menerima uluran itu dengan tenang, "Sepertinya itu tidak masalah bagiku. Kau boleh menjadikanku sebagai kekasih atau simpananmu, Carmila."

......................

Begitu Alistair pergi, Carmila kembali ke ruang kerjanya.

Langkahnya ringan, tapi pandangan para pelayan mengikuti setiap gerakannya. Mereka berbisik-bisik pelan, menebak alasan di balik kedatangan Pangeran Kedua ke Kediaman Duke.

Ia tahu apa yang mereka pikirkan. Tapi bukannya terganggu, Carmila justru tersenyum kecil.

Biarlah. Rumor justru akan membuat segalanya lebih menarik menjelang pesta ulang tahun.

Tak lama lagi, kabar tentang Valerian yang kabur bersama sahabat istrinya akan bercampur dengan gosip baru—tentang dirinya dan Pangeran Kedua yang misterius.

Paduan yang sempurna untuk mengacaukan segalanya.

Setibanya di ruang kerja, Carmila membuka selembar kertas di tangannya, jemarinya bergerak pelan menelusuri tulisan di atasnya.

Alistair Moretti dan Carmila Hamilton sepakat untuk menjalin hubungan kekasih kontrak.

Alistair, sebagai kekasih kontrak Carmila, harus menunjukkan kasih sayang dan perhatian di depan umum. Sebagai gantinya, Carmila akan membantu Alistair sesuai peran yang disepakati.

Perjanjian ini berlaku segera setelah ditandatangani dan hanya dapat diakhiri atas kesepakatan kedua belah pihak.

Tak ada yang mencolok dalam isi surat itu—semuanya terdengar sederhana, hanya formalitas belaka.

Carmila melipatnya dengan hati-hati lalu menyelipkannya ke bagian terdalam brankas pribadinya.

Ketika hendak menarik tangannya, sesuatu tersangkut di dalam sana. Ternyata sebuah cincin pernikahan.

Cincin yang dulu ia kenakan setiap hari, bahkan setelah Valerian berselingkuh. Kalau di pikir-pikir, Valerian sudah lama tak memakai cincinnya.

"Mengganggu," gumamnya.

Tanpa pikir panjang, ia melepaskan cincin itu dari jarinya dan melemparkannya ke tempat sampah.

Sekarang semuanya benar-benar siap.

Perencanaan untuk situasi setelah bercerai sudah ada. Hatinya sudah tertata rapi tanpa penyesalan. Dan persiapan untuk mempermalukan mereka berdua di hari pesta ulang tahun pun sudah sempurna.

Carmila duduk dengan tenang dan damai, sambil menyesap teh yang sudah disiapkan.

“Valerian, dan juga Seraphina... aku tunggu kalian datang.” ujarnya pelan, senyum tipis muncul di bibirnya.