Alur cerita ringan...
Dan novel ini berisi beberapa cerita dengan karakter yang berbeda-beda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arran Lim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Pukul 12 Malam
Tidur Nicholas yang semula nyenyak terusik oleh suara samar di sisi tempat tidurnya. Ia sempat mengira hanya mimpi, namun setelah beberapa kali membuka dan menutup mata untuk menyesuaikan cahaya remang kamar hotel, suara itu makin jelas. Isakan—pelan, terputus, tapi nyata.
Nicholas tersentak. Rasa kantuk langsung menghilang. Ia segera bangkit, lalu membalikkan tubuh Anna dengan panik.
“Baby? Kenapa? Kenapa nangis?” suara Nicholas terdengar cemas.
Tangannya meraih saklar lampu di sisi ranjang. Begitu cahaya lampu menyala, wajah Anna yang sembab langsung terlihat jelas. Matanya bengkak, pipinya basah oleh air mata. Hati Nicholas serasa diremas. Ia buru-buru menarik Anna ke dalam pelukannya.
“Kenapa sayang? Jangan diam aja, ngomong sama aku,” ucap Nicholas dengan nada penuh kekhawatiran.
Anna terdiam beberapa saat. Tangisnya masih tersendat di tenggorokan sebelum akhirnya ia berbisik lirih, “K-kita nggak seharusnya kayak gini, kak... ini nggak bener.”
Nicholas mengernyit. Kata-kata itu membuatnya tercekat. Ia melepaskan pelukan, lalu menatap Anna dalam-dalam. Wajahnya menegang, matanya mencari jawaban.
“Kamu nyesel?” tanyanya pelan, tapi tegas.
Anna hanya menunduk. Air matanya jatuh lagi.
Nicholas menarik napas panjang, lalu meraih tangan Anna. “Aku tau mungkin belum saatnya kita lakuin ini. Tapi sayang... maaf kalau aku nggak bisa nahan diri. Aku cuma—aku terlalu cinta sama kamu.”
Ia menatap Anna semakin serius.
“Apa yang kamu takutin? Kamu takut aku nggak tanggung jawab? Kamu takut aku besok pura-pura kayak nggak ada apa-apa? Hmmm? Baby... you know I love you.”
Kata-kata Nicholas terdengar mantap. Ia merogoh ponselnya tanpa ragu.
Anna menatap bingung. “K-kak, ngapain?!” suaranya panik.
“Shhh... diem dan denger.” Nicholas meghubungi seseorang, tak lupa ia juga menekan tombol loud speaker.
Tak lama, suara di seberang terdengar. Suara perempuan paruh baya yang penuh kehangatan.
“Halo sayang? Loh, kamu belum tidur? Bukannya di Kanada udah jam 12 malam ya? Ada apa? Ada sesuatu? Bilang sama mama!” ucap suara di seberang sana terdengar panik dan khawatir.
Anna membeku. Isakannya mendadak berhenti. Wajahnya tegang, tak percaya dengan apa yang dilakukan Nicholas.
“Nggak ada apa-apa kok ma...” Nicholas menatap Anna tajam. “Aku cuma mau bilang, kalau pulang dari Kanada, aku mau langsung kenalin perempuan yang udah lama banget aku cinta sama mama.”
Suara ibunya terdengar kaget sekaligus antusias. Sedangkan Anna terdiam mematung.
“Serius?! Kamu nggak pernah bilang! Kalau mama tau dari dulu, mama nggak repot-repot ngenalin kamu ke anak-anaknya temen mama!”
Nicholas tersenyum kecil. “Aku serius, Ma. Dan bukan cuma kenalin... aku juga mau nikahin dia. Jadi nanti bukan cuma mama yang aku kenalin ke dia, tapi aku juga bakal datang ke keluarganya.”
Anna kembali terbelalak. Hatinya berdebar tak karuan.
Di seberang sana, suara ibunya makin riang.
“Astaga! Akhirnya kamu mikir buat nikah juga haha! Mama percaya sama pilihan kamu. Cepet pulang ya, Mama nggak sabar ketemu calon mantu.”
"Iya ma.. Kalau gitu aku tutup dulu." Nicholas mengakhiri panggilan dengan tenang. Tapi ia belum berhenti. Jari-jarinya kembali menekan layar ponsel, bersiap menghubungi seseorang.
“Siapa lagi?” tanya Anna dengan wajah pucat.
“Jason. Kakak kamu,” jawab Nicholas datar.
Spontan Anna merebut ponselnya. “J-jangan! Jangan telepon kak Jason.”
Nicholas menghela nafas panjang lalu menangkup wajah Anna, memaksa mata wanita itu menatapnya.
“Terus aku harus gimana, hmm? Kamu nangis karena perlakuan aku bikin kamu takut. Kamu bikin aku ngerasa bersalah. Aku nggak mau kamu merasa takut berada disamping aku. Dan aku nggak mau kamu mikir aku bakal lari.”
Mata Anna berkaca-kaca. Suaranya bergetar saat berbisik, “Ini pertama kali buat aku, kak. Jujur... aku menikmati. Tapi entah kenapa aku tiba-tiba takut. Makanya aku nangis.”
Wajah Nicholas melunak. Ia mengusap pipi Anna dengan ibu jarinya.
“Sayang, nggak ada yang perlu kamu takutin. Aku cinta sama kamu. Kalau perlu, kita nikah sekarang juga.”
Anna mengerjap, menatap Nicholas tak percaya.
“Aku serius,” Nicholas melanjutkan, suaranya mantap. “Kalau kamu raguin aku, ayo kita ke gereja sekarang. Malam ini juga kita nikah.”
Anna menggeleng cepat, air matanya kembali jatuh. Kali ini ia memberanikan diri memeluk Nicholas lebih dulu.
Nicholas menghela napas panjang. Ia membalas pelukan itu erat, lalu menunduk mengecup puncak kepala Anna berkali-kali.
“Trust me, baby. Jangan mikirin yang nggak-nggak, ya? Kita bakal nikah sepulang dari sini. Aku janji.”
Anna hanya terdiam cukup lama. Dadanya masih berguncang karena tangis, tapi pelukan Nicholas menenangkan. Sampai akhirnya, ia pun mengangguk pelan.
Senyum tipis muncul di wajah Nicholas. Ia merengkuh Anna lebih erat.
“I love you so much, baby,” bisiknya, lembut tapi penuh ketegasan.