NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Sang Naga Semesta

Reinkarnasi Sang Naga Semesta

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Kultivasi Modern
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Radapedaxa

"Ada sebuah kisah kuno dari gulungan tua... tentang seekor naga yang tak mati meski semesta memutuskan ajalnya."

Konon, di balik tirai bintang-bintang dan bisikan langit, pernah ada satu makhluk yang tak bisa dikendalikan oleh waktu, tak bisa diukur oleh kekuatan apa pun—Sang Naga Semesta.
Ia bukan sekadar legenda. Ia adalah wujud kehendak alam, penjaga awal dan akhir, dan saksi jatuh bangunnya peradaban langit.

Namun gulungan tua itu juga mencatat akhir tragis:
Dikhianati oleh para Dewa Langit, dibakar oleh api surgawi, dan ditenggelamkan ke dalam kehampaan waktu.

Lalu, ribuan tahun berlalu. Dunia berubah. Nama sang naga dilupakan. Kisahnya dianggap dongeng.
Hingga pada suatu malam tanpa bintang, seorang anak manusia lahir—membawa jejak kekuatan purba yang tak bisa dijelaskan.

Ia bukan pahlawan. Ia bukan penjelajah.
Ia hanyalah reinkarnasi dari sesuatu yang semesta sendiri pun telah lupakan… dan takutkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

“Komandan! Di sini!” teriak seorang prajurit dengan napas terengah.

Ryu, yang sedang mengangkat balok beton besar, menoleh tajam. Elsha yang ada di sebelahnya langsung ikut menoleh, wajahnya penuh harap dan takut bercampur jadi satu.

Prajurit itu berlutut, tangannya menyingkirkan sisa-sisa kayu hangus. Perlahan… sebuah tubuh mungil tampak dari sela-sela reruntuhan.

Baju anak itu compang-camping, penuh debu, darah mengering di beberapa bagian. Wajah mungilnya pucat, bibirnya pecah, dan—mata Elsha langsung membesar—bagian wajah kirinya retak seperti pecahan porselen tipis yang berpendar samar.

“Aste… Asterion!” teriak Elsha.

Tanpa menunggu, ia menerjang puing, menarik tubuh anak itu dari bawah reruntuhan dengan hati-hati. Air matanya langsung pecah saat merasakan tubuh Asterion yang lemas tak bergerak di pelukannya.

“Asterion! Nak, buka mata! Ini Ibu…” tangisnya pecah, memeluk erat anak itu seolah tak ingin dunia merebutnya lagi.

Ryu berdiri di belakangnya, rahangnya mengeras, giginya bergemeletuk menahan amarah. Tangannya mengepal begitu kuat hingga darah menetes dari telapak yang terluka akibat batu tajam.

“Komandan…” salah satu prajurit mendekat, suaranya ragu, “Kami menemukan sisa-sisa energi Stellaris di sekitar lokasi ledakan. Berdasarkan analisis awal… itu mirip sekali dengan tanda energi para Pemburu Bintang. Tapi…” ia menelan ludah, “Mereka tidak meninggalkan jejak yang cukup. Seperti sengaja dihapus.”

Ryu menoleh perlahan, tatapan dinginnya menusuk seperti pedang.

“Temukan. Segera.” Suaranya dalam, tak meninggi, tapi membuat udara di sekitarnya membeku. “Aku tidak peduli berapa lama waktu yang kalian butuhkan. Jika memang Pemburu Bintang yang melakukan ini…”

Ia memandang Elsha yang terus menangis memeluk Asterion. Tatapan itu berubah jadi bara api.

“…maka di dunia ini… Pemburu Bintang tidak akan ada lagi.”

Prajurit itu tercekat. “Siap, Komandan!” Ia menegakkan tubuh, namun keringat dingin mengalir di pelipisnya. Satu kata salah saja, lehernya bisa melayang.

Ryu membungkuk, memeluk Elsha dan Asterion sekaligus. “Kita pergi ke rumah sakit.”

Aura ungunya membungkus tubuh mereka, dan dalam satu hentakan kaki, ia melesat dari lokasi, meninggalkan debu dan retakan aspal di belakang.-

Beberapa jam kemudian…

Apartemen tempat mereka tinggal sudah dipasangi garis pembatas militer. Drone pemindai beterbangan di udara, prajurit bersenjata patroli di setiap sudut. Reporter berkerumun di luar, mencoba mengambil gambar meski dihalangi garis larangan.

“Berita terbaru, ledakan misterius yang mengguncang distrik utara kemungkinan besar adalah ulah Pemburu Bintang…” suara pembawa berita terdengar di layar-layar jalanan, “…Banyak korban luka, termasuk seorang anak berusia tiga tahun yang dilaporkan mengalami cedera serius.”

Di rumah sakit, Elsha duduk di samping ranjang Asterion. Tangannya terus menggenggam jemari kecil itu. Matanya bengkak karena menangis terlalu lama.

Ryu berdiri di dekat jendela, punggungnya tegang, matanya mengamati malam seperti mencari musuh yang bersembunyi di kegelapan.

Di sisi lain, di tempat yang berbeda…

Pintu besi besar terbuka. Seorang pria bertubuh tinggi masuk dengan langkah berat. Wajahnya penuh luka lama, seperti pernah dihantam seribu pertempuran.

Di dalam ruangan, puluhan orang duduk di meja panjang yang penuh dengan dokumen, peta, dan daftar nama target. Suara percakapan kecil terhenti begitu ia masuk.

Pria itu melempar jaketnya ke kursi, lalu menggebrak meja begitu keras hingga cangkir kopi terloncat.

“Bajingan mana yang bertindak sembrono kayak begitu, hah?! Siapa yang bikin kekacauan di distrik utara?!”

Semua orang saling pandang, mencoba membaca ekspresi satu sama lain.

Salah satu pria botak berjaket kulit mengangkat tangan ragu. “Tuan… Kami sudah menyelidiki. Itu bukan perbuatan anggota kita.”

“Apa?” pria berwajah luka itu menyipitkan mata. “Kalau bukan kita… kenapa mereka menuduh kita?”

Seorang anggota lain mengangkat bahu, cengengesan. “Mungkin… mereka emang gak suka aja sama kita?”

Tatapan sang pemimpin langsung menusuknya. “Itu fitnah namanya! Kita nggak tau apa-apa soal ledakan itu!”

“Betul, Tuan,” si botak mengangguk cepat, “Tapi ya… kita memang punya reputasi sih…”

“Reputasi pantatmu!” geram sang pemimpin. “Gara-gara ini aku dapat ratusan komplain dari client! Semua operasi kita diawasi ketat! Dasar, kerjaan siapa sih ini…” Ia mengacak rambutnya dengan kasar.

Ia menghela napas berat. “Baik! Mulai sekarang… hentikan semua operasi sementara. Tarik semua Pemburu Bintang yang ada di lapangan, tapi lakukan diam-diam. Jangan sampai ada yang ketahuan.”

Semua orang langsung bergerak, membawa dokumen dan menyalakan alat komunikasi.

Sang pemimpin menggerutu sambil menjatuhkan diri di kursinya.

“Emang yang suka bikin kekacauan cuma organisasi kita doang? Banyak kali bajingan di luar sana! Militer itu emang hobinya nyalahin kita… dasar penghambat rezeki!”

Dalam Kedalaman Alam Bawah Sadar

Gelap.

Tak ada langit, tak ada tanah, hanya lautan kosong yang membentang tanpa ujung.

Asterion berdiri di sana, telanjang kaki di atas permukaan hitam mengilap yang memantulkan cahaya satu-satunya benda di hadapannya—sebuah bintang yang terbakar api putih, berdenyut pelan seperti jantung raksasa.

Api itu tidak panas, tapi setiap percikannya menggetarkan tulang, memanggil sesuatu yang jauh di dalam dirinya.

Asterion menyipitkan mata. “Hmm… ini… kekuatanku?”

Dia melangkah mendekat, matanya menajam, seperti seorang kolektor yang sedang memeriksa barang antik kesayangannya. Semakin lama ia menatap, semakin jelas sebuah angka melayang di benaknya.

0.1%

Dia mengerutkan kening.

“Eh… tunggu sebentar…”

Dia mengedipkan mata sekali, dua kali. Angka itu tidak berubah.

“APAAN INI?!” suaranya menggema ke segala arah, memantul di ruang kosong itu.

Dia menunjuk bintang itu sambil ngomel.

“Woi! Aku tadi taruhan nyawa buat bikin Star Soul ini! Meledakan apartemen, hampir bikin orang tuaku jantungan, tubuh kayak diremukkan naga baja, dan HADIAHNYA CUMA 0,1% KEKUATAN ASLIIII?!”

Ia mengacak rambutnya dengan frustasi. “Gila! Ini nggak sepadan sama sekali! Bahkan di masa aku jadi Naga Semesta, kalau aku ambil risiko kayak gini, minimal dapet lima persen lah! Lima! Ini? Nol koma satu! Aku jadi pengen nangis ketawa.”

Asterion berhenti sebentar, menepuk dagunya. “Ya… meskipun kalau dipikir-pikir, ini sebenarnya rekor sih. Manusia biasanya baru bangkit di umur 16. Yang dianggap jenius? Paling cepat umur 14. Aku?” Dia menunjuk dirinya sendiri dengan senyum miring. “Umur tiga tahun. Tiga. Tahun. Tidak heran sih… aku kan Naga Semesta. HAHAHA!”

Dia tertawa puas, tapi tawa itu berhenti mendadak. Tatapannya kembali ke angka itu. “Tapi tetap saja woi… nol koma satu persen! Aku hampir mati konyol cuma buat ini!”

Ia duduk di lantai hitam itu sambil menggerutu. “Kalau aku mati beneran tadi, yang ada cuma jadi kisah tragis: ‘Naga Semesta yang lahir kembali jadi bocah, mati konyol karena pengen pamer’… buset, memalukan sekali.”

Tiba-tiba, ia terdiam.

“…Sudah berapa lama aku di sini?”

Kesadarannya mulai terasa aneh. Seolah waktu di sini mengalir berbeda.

“Ibu… Ayah… mereka pasti khawatir banget…”

Ia berdiri, menatap bintang itu lagi. Api putihnya kini berputar pelan, seolah mendengarkan kegelisahannya.

“Ah, aku harus segera balik. Aku nggak bisa bikin mereka khawatir terlalu lama.” Senyum kecil terukir di wajahnya. “Dan yang lebih penting…”

Dia menatap lurus ke depan, wajahnya berubah serius—hanya untuk kemudian bersinar penuh antusiasme.

“Yogurt menungguku!”

Seketika bintang itu bergetar, seolah ikut merespons tekad konyol sekaligus serius itu. Cahaya putih menyelubunginya, menelan sosok mungil Asterion perlahan.

Di detik terakhir sebelum kesadarannya terlempar kembali, Asterion sempat berteriak di dalam hati:

“Dengar ya, tubuhku! Nol koma satu persen ini bakal jadi awal dari kebangkitan sang Naga Semesta! Dan aku akan memakainya sebaik mungkin…"

1
Candra Fadillah
hahahahahaha, naga semesta yang perkasa di cubit oleh seorang wanita
Unknown
keren kak, semangat teruss
RDXA: siap terimakasih atas dukungannya /Determined/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!