NovelToon NovelToon
TITIK NOL TAKDIR

TITIK NOL TAKDIR

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Spiritual / Penyesalan Suami / Duniahiburan / Matabatin / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:669
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Alif

Bara, pelaut rasional, terdampar tanpa koordinat setelah badai brutal. Menjadi Musafir yang Terdampar, ia diuji oleh Syeikh Tua yang misterius: "Kau simpan laut di dadamu."

Bara menulis Janji Terpahit di Buku Doa Musafir, memprioritaskan penyembuhan Luka Sunyi keluarganya. Ribuan kilometer jauhnya, Rina merasakan Divine Echo, termasuk Mukjizat Kata "Ayah" dari putranya.

Bara pulang trauma. Tubuh ditemukan, jiwa terdampar. Dapatkah Buku Doa, yang mengungkap kecocokan kronologi doa dengan keajaiban di rumah, menyembuhkan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Alif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11: Wali Allah dan Aura Tenang yang Tak Terduga

Bangun dari Kolaps

Bara terbangun perlahan. Kepalanya terasa berat, dan tubuhnya yang basah menggigil, meskipun sensasi dingin yang menusuk telah mereda. Ia menemukan dirinya masih bersandar di bawah Pohon Cemara Laut. Lautan di depannya tampak tenang, seolah badai yang merusak Buku Doa Musafirnya hanyalah mimpi buruk.

Ia merasa tubuhnya lebih hangat dari sebelumnya, meskipun ia masih lemah dan basah kuyup. Bara mencoba menggerakkan kakinya, tetapi tenaganya habis. Ia hampir kembali menyerah pada ketidakberdayaan.

Tiba-tiba, ia merasakan ada kehadiran.

Tepat di sampingnya, bukan air laut yang tenang, melainkan seorang pria tua duduk bersila di atas pasir. Pria itu mengenakan jubah putih bersih yang tampak terlalu kering dan suci untuk lingkungan pulau yang lembap. Ia mengenakan sorban kuno yang terlipat rapi, dan memegang Tongkat Musafir yang terbuat dari kayu gelap yang belum pernah Bara lihat.

Bara tidak mendengar kedatangannya. Mustahil di pulau sunyi ini, apalagi setelah kolaps fisiknya.

Dialah Syeikh Tua. Wali Allah yang misterius.

"Engkau musafir yang sedang diuji, Nak," suara Syeikh Tua terdengar sangat halus dan damai. Ia tidak berbicara dengan Bara, melainkan berbicara ke udara di antara mereka. "Aku diutus untuk menemanimu di titik tawakal murnimu yang paling rendah."

Bara mencoba bangkit, tetapi tenaganya habis. Ia hanya bisa menatap sosok itu, merasakan aura tenang yang luar biasa kuat, yang menghilangkan rasa takutnya akan bahaya dan ketidakberdayaan yang ia rasakan setelah kehancuran bukunya.

“Terima kasih, Tuan Syeikh,” Bara berbisik serak. “Aku... aku ingin meminta pertolongan agar diselamatkan.”

Syeikh Tua tersenyum tipis, matanya memancarkan ketenangan yang hampir menakutkan. Ia mengangkat tangannya, menghentikan Bara sebelum ia sempat membuka mulutnya lagi.

Dialog Paradoks

Wali Allah berbicara sebelum Bara sempat mengutarakan permintaannya untuk pulang.

"Seorang musafir tidak berdoa untuk koordinat pulang, Nak. Ia berdoa untuk kesempurnaan Tawakal di tempat ia berada."

Bara terkejut. Logikanya, semua upayanya, semua doanya, diarahkan agar ia bisa kembali ke rumah.

“Tapi... keluarga saya, Tuan. Istri dan anak-anakku di sana... mereka menunggu kabar.”

Wali Allah menatap Bara dengan mata yang tenang, tanpa menghakimi. "Maka, nasihat pertamaku padamu adalah ini: Jangan berdoa untuk pulang."

Nasihat itu menghantam Bara. Itu bertentangan dengan semua naluri Bara sebagai suami dan ayah. Bara merasa dihina dan ditinggalkan. Ia telah berikhtiar semampunya, kini ia merasa takdir pun mengolok-oloknya. Ini adalah ujian keimanan yang sesungguhnya.

Apa yang dia katakan? Jangan berdoa untuk pulang? Apakah aku harus pasrah mati di sini, melupakan tanggung jawabku pada Rina dan anak-anak? Bara mempertanyakan apakah ia harus mengikuti logika dunia (pulang) atau logika spiritual Wali Allah (ikhlas mutlak).

“Jika engkau berdoa untuk pulang, artinya engkau masih bergantung pada hasil doamu, dan engkau meragukan takdir. Engkau harus berhenti memohon hasilnya, dan mulai meminta kekuatan untuk menjalani peranmu sebagai musafir,” jelas Syeikh Tua. "Pulang itu urusan Allah. Ujianmu di sini adalah untuk memurnikan keikhlasanmu, bukan untuk mencari kapal penyelamat."

Bara tahu Wali Allah itu benar. Ia telah menulis doa ikhlasnya untuk Mala, tetapi ia masih memeluk harapan untuk kembali, untuk membuktikan dirinya bukan suami yang gagal.

"Aku hanya ingin menyelesaikan janji untuk Mala. Itu saja," kata Bara, penuh martabat yang terluka.

“Janji itu sudah sampai. Doa yang telah diucapkan dengan ikhlas tidak pernah butuh bukti fisik. Ia telah naik ke langit,” Syeikh Tua mengangguk. "Tuhan tidak menghancurkan bukumu. Tuhan mengujimu. Doamu sudah diterima, tetapi engkau harus siap menerima takdirmu di pulau sebelum engkau layak dipulangkan."

Ibu yang Mendesak

Ribuan kilometer jauhnya, di rumah yang bising, Rina sedang menghadapi tekanan dari Bunda Ida. Rina merasa sedikit tenang setelah Gema "Tenang" menghilang, tetapi ketenangan itu cepat terkikis oleh desakan ibunya.

"Rina, kamu tidak bisa terus-terusan mengandalkan keajaiban yang tidak jelas. Kamu harus realistis!" seru Bunda Ida, yang kembali ke ruang tamu setelah menemui Mala.

"Aku realistis, Bu. Aku sedang berusaha mencari pekerjaan. Aku hanya minta Ibu jangan mengambil alih semuanya," Rina melawan, meskipun ia merasa martabatnya terancam.

"Mengambil alih bagaimana? Ibu sudah hubungi Bapak Harjo. Batas waktu asuransi akan segera tiba, Rina! Dan Pak Harjo bertanya, apakah kamu sudah mempertimbangkan untuk mengurus akta kematian suamimu?"

Rina terperanjat. "Akta kematian? Aku tidak mau, Bu!"

"Kamu harus! Bagaimana kamu akan mendapat dana untuk anak-anak kalau kamu tidak mengurus itu? Ibu sudah menghubungi Herman. Herman bilang, dia akan membantu menjual mobil dan rumah ini, agar kamu punya uang tunai yang aman," desak Bunda Ida, pandangannya menguji Rina. "Jika Bara belum pulang, kita harus segera mendaftarkannya sebagai orang yang hilang secara resmi! Kamu harus menjaga keutuhan anak-anakmu, bukan mempertahankan keyakinan bodohmu pada ilusi."

Rina merasa kelelahan emosi. Bunda Ida mendesaknya untuk segera melepaskan status Bara secara hukum dan finansial.

"Bara akan pulang, Bu. Aku yakin," Rina memohon, suaranya lemah.

"Keyakinan apa? Kamu hanya berhalusinasi! Ibu hanya memastikan anak-anak Ibu tidak terlantar, Rina," kata Bunda Ida.

Tepat saat tekanan Bunda Ida mencapai puncaknya, di mana Rina merasa tak sanggup lagi melawan, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Arka yang Rewel

Arka, yang sedang bermain di karpet ruang tamu, tiba-tiba menjadi hiperaktif dan rewel. Ia mulai memukul-mukul kepalanya, merengek keras, dan melemparkan mainannya ke dinding.

"Arka! Ada apa, Nak?" Rina bergegas ke arah putranya.

Arka tidak berhenti. Ia justru menunjuk ke arah Bunda Ida, lalu ke arah pintu, dan kembali menangis. Ini bukan rengekan biasa. Ini adalah tangisan frustrasi dan ketidaktenangan yang jarang ia tunjukkan.

Rina memeluk Arka, merasakan tubuh Arka gemetar hebat. Arka, sang indikator spiritual keluarga, menunjukkan respons rewel yang sangat jelas, seolah merespons ketidaktenangan spiritual yang luar biasa di rumah, yang dipicu oleh desakan Bunda Ida dan rasa ditinggalkan Bara di pulau.

“Kamu lihat, Rina? Kamu stres! Anakmu juga stres!” seru Bunda Ida, yang sama sekali tidak memahami penyebab rewelnya Arka.

Rina menggeleng, memeluk Arka erat-erat. Ia tahu, tangisan Arka adalah gema dari sesuatu yang lebih besar.

Rina berbisik pelan ke telinga Arka, "Sstt... Tenang, Nak. Tenang."

Tepat saat Rina mengulang kata yang ia dengar dari Divine Echo, tangisan Arka mereda seketika. Bocah delapan tahun itu menarik napas panjang dan melepaskan pelukan ibunya. Ia berhenti rewel.

Bunda Ida, melihat keadaan yang kembali tenang, mengambil kesempatan. "Ibu akan ke kamar Mala sebentar. Kamu pikirkan baik-baik saran Ibu soal rumah ini."

Setelah Bunda Ida pergi, Rina duduk di karpet bersama Arka, yang kini hanya menatap sudut ruangan dengan tenang.

Nasihat Spiritual dan Pengujian Logika

Di Pulau Sunyi, Bara masih mencoba menerima nasihat Wali Allah yang menyuruhnya untuk tidak berdoa agar pulang. Bara tahu, melepaskan keinginan untuk pulang akan membuat hati Rina diuji lebih berat karena ia akan merasa semakin ditinggalkan.

“Aku mengerti, Tuan,” kata Bara, menatap Tongkat Musafir yang melayang samar. “Aku akan ikhlas. Aku akan berdoa untuk ketenangan Rina dan penyembuhan luka Mala.”

Syeikh Tua mengangguk puas. “Itulah Tawakal Murni. Ujianmu sekarang adalah mengaplikasikan ketenangan yang sudah kau dapat dari ikhlasmu. Kekuatanmu di sini akan menjadi penyeimbang baginya di sana. Ingat, Bara, engkau sudah meletakkan titik nol takdirmu di pulau ini. Kini, biarkan takdir yang bekerja.”

Wali Allah itu melanjutkan, "Saat ini, istrimu sedang dihadapkan pada godaan duniawi yang besar, yang mendesaknya untuk meragukanmu. Ketenangan spiritual yang kau pancarkan dari sini adalah senjata Rina untuk melawan godaan logis itu. Jangan fokus pada kapal, fokuslah pada doa. Doa yang ikhlas akan menjadi gema, yang ia butuhkan untuk melawan tekanan itu."

"Gema," Bara mengulang kata itu, teringat pada bisikan air laut yang selalu ia dengar.

“Ya. Gema batin. Dan kini engkau harus berikhtiar pada proses. Bukan pada hasil.”

Bara memejamkan mata, memohon agar ia diberi kekuatan untuk menjalani proses ini. Ia memohon ketenangan bagi Rina.

Jejak Karomah dan Respon Jarak Jauh

Syeikh Tua bangkit dari duduknya. Ia melangkah menuju tepi air.

"Renungkanlah nasihat ini, Nak. Pertemuan kita telah menetapkan garis takdirmu."

Bara melihat ke kaki Wali Allah itu. Jubah putihnya tetap kering, dan ia melihat sesuatu yang luar biasa: Tongkat Musafir Syeikh Tua tidak benar-benar menancap di tanah yang basah; tongkat itu melayang samar, memberikan aura ketidaknyataan yang kuat pada pertemuan itu. Syeikh Tua sama sekali tidak meninggalkan jejak kaki di pasir lembap.

Kemudian, Syeikh Tua tersenyum tipis dan, tanpa mengucapkan salam perpisahan, ia menghilang ke balik kabut tipis yang tiba-tiba muncul di antara pepohonan bakau. Bara ditinggalkan sendirian.

Ia kini bukan lagi takut mati, tetapi takut salah dalam beriman. Namun, kali ini, ada kehangatan aneh di dadanya yang bertahan lama, seolah janji Wali Allah itu adalah kebenaran mutlak.

Gambaran Sorban Kuno

Di rumah, Arka masih tenang setelah rengekan kerasnya mereda. Ia mengambil pensil dan selembar kertas gambar.

Arka, yang jarang membuat gambar bermakna, mulai menggambar sesuatu yang aneh. Ia membuat pola geometris berulang yang menyerupai lipatan kain. Rina mendekat dan menatap terkejut.

Pola yang digambar Arka terlihat sangat menyerupai lipatan sorban kuno yang dikenakan Syeikh Tua.

Arka tidak bicara, hanya memancarkan kedamaian yang asing. Ia menggambar pola itu dengan tenang, tanpa rewel.

Rina merasa merinding. Ia menyadari: ketenangan yang tiba-tiba ini, setelah rengekan yang keras, adalah respons langsung Arka terhadap penerimaan Tawakal Murni yang baru saja dilakukan Ayahnya di pulau sana. Energi spiritual Wali Allah yang menguji Bara telah menghasilkan kedamaian yang disinkronisasi ke rumah Rina.

Rina segera mengambil gambar itu. Ia bingung akan makna pola geometris itu, tetapi ia yakin ada intervensi spiritual yang sedang menyelamatkan keluarganya dari kehancuran logis dan finansial.

1
Tulisan_nic
semangat Bara,kamu harus bangkit segera.Keluarga menunggumu
Tulisan_nic
setuju sih,di waktu yg mendesak begitu,apa lagi anaknya demam tinggi. Lebih masuk akal menjual perhiasan dr pada cari kerja
Kartika Candrabuwana
bab 26 keren
Kartika Candrabuwana
bsb 25 keten
Kartika Candrabuwana
bab 24 keren😍
Kartika Candrabuwana
bab 23 keren😍👍
Kartika Candrabuwana
bab 22 ok👍
Tulisan_nic
Belum baca keseluruhan isi novel ini,tapi dari awal baca sudah mendapat banyak pelajaran tentang tawakal sesungguhnya,semangat berkarya Author.Aku kasih rate 5 biar semakin bersemangat /Rose//Rose//Rose//Rose//Rose/
Kartika Candrabuwana: terima kasih. 😍👍
total 1 replies
Kartika Candrabuwana
iya betul😍
Tulisan_nic
Definisi ikatan batin suami istri
Kartika Candrabuwana: betul sekali
total 1 replies
Tulisan_nic
Ketika ujian hidup terasa sangat sulit😭
Kartika Candrabuwana: anak autis sungguh ujian yang berat/Sob/
total 1 replies
Kartika Candrabuwana
bab 21 luar biasa.
Kartika Candrabuwana
istri yang tegar😍👍
Kartika Candrabuwana
kasihan sekali. semangat bara💪
Tulisan_nic
semakin seru,semangat Thor🫶
Kartika Candrabuwana: ok..semangat👍
total 1 replies
Tulisan_nic
semoga mustajab Do'a seorang Bapak
Kartika Candrabuwana: amiin👍
total 1 replies
Tulisan_nic
Titik pencapaian paling sakral
Kartika Candrabuwana: tawakal total
total 1 replies
Tulisan_nic
Benar adanya,setiap orang yang merasa ajal di depan mata yang terfikirkan adalah bagaimana ia memperlakukan orang-orang yang di cintainya. Semangat Bara...kau akan menemukan daratan!
Kartika Candrabuwana: saya coba menyentuh hati tiap pembaca🙏
total 1 replies
Kartika Candrabuwana
luar biasa teguh👍😍🤣
Kartika Candrabuwana
kalinat yang sangat menyenuh hati/Sob//Sob/😍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!