Maira salah masuk kamar hotel, setelah dia dijual paman dan bibinya pada pengusaha kaya untuk jadi istri simpanan. Akibatnya, dia malah tidur dengan seorang pria yang merupakan dosen di kampusnya. Jack, Jackson Romero yang ternyata sedang di jebak seorang wanita yang menyukainya.
Merasa ini bukan salahnya, Maira yang memang tidak mungkin kembali ke rumah paman dan bibinya, minta tanggung jawab pada Jackson.
Pernikahan itu terjadi, namun Maira harus tanda tangan kontrak dimana dia hanya bisa menjadi istri rahasia Jack selama satu tahun.
"Oke! tidak masalah? jadi bapak pura-pura saja tidak kenal aku saat kita bertemu ya! awas kalau menegurku lebih dulu!" ujar Maira menyipitkan matanya ke arah Jack.
"Siapa bapakmu? siapa juga yang tertarik untuk menegurmu? disini kamu numpang ya! panggil tuan. Di kampus, baru panggil seperti itu!" balas Jack menatap Maira tajam.
'Duh, galak bener. Tahan Maira, seenggaknya kamu gak perlu jadi istri simpanan bandot tua itu!' batin Maira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Ketahuan
Tapi melibatkan Jack, Maira berpikir lebih baik keluarganya jangan sampai ada yang tahu tentang pria itu. Kalau tidak, paman dan bibinya yang materialistis itu pasti akan melakukan apa saja untuk mendapatkan yang nanti dari pak Jack.
"Maaf pak, tidak usah. Saya bisa pinjam pada Jihan, tidak usah diambil..."
Mendengar jawaban dari Maira, setelah wajah wanita di depannya itu terlihat khawatir. Jack berpikir mungkin Maira takut pada paman dan bibinya.
"Kamu takut pada paman dan bibimu?" tanya Jack pada Maira.
Maira mengangkat pandangannya, menoleh ke arah Jack.
"Iya"
Jack tampak mendengus pelan.
"Apa yang sudah mereka lakukan padamu sampai kamu takut seperti itu pada mereka?" tanya Jack.
Maira menundukkan kepalanya lagi. Mengatakan semua pada Jack, apakah itu berguna? bukankah pernikahan ini hanya kontrak satu tahun saja.
"Tidak apa-apa pak, saya akan pinjam pada Jihan saja" kata Maira lagi.
Jack tidak bisa berkata-kata lagi. Jika dia ingin membantu, tapi yang ingin dia bantu tidak ingin bantuannya. Dia tentu juga tidak bisa memaksakan.
"Baiklah, kelas kamu sudah hampir dimulai. Kembalilah ke kelas"
Maira mengangguk dan berdiri. Tapi saat dia akan berbalik, dia bertanya pada Jack.
"Bapak nanti makan siang di apartemen tidak? saya akan masak lebih kalau bapak pulang" kata Maira.
Jack melihat ke arah Maira. Selama ini jika tidak dengan klien, dia kerap kali makan siang sendirian. Makan siang bersama Maira, mungkin akan membuat gadis itu senang.
"Saya akan makan siang di apartemen" jawabnya.
Maira tersenyum.
"Baiklah, saya akan masak lebih banyak" kata Maira yang langsung menganggukkan kepalanya, menunjukkan rasa hormat pada Jack, lalu berbalik dan keluar dari ruangan itu.
Jack melihat ke arah pintu yang baru saja tertutup itu.
Tatapannya tidak bisa dideskripsikan, tapi rahangnya yang biasanya mengeras, beberapa waktu ini sudah tidak terlihat seperti itu lagi.
Maira kembali ke kelasnya. Jihan langsung menarik tangan Maira, ketika Toby ingin menghampirinya.
"Eits, jangan coba-coba!" kata Jihan pada Toby.
Maira terlihat bingung. Tapi kemudian Jihan meletakkan tangannya di bahu Maira.
"Dia mau pedekate sama kamu Ra, jangan mau! dia tukang tawurann!" kata Jihan.
Maira pun langsung mengangguk patuh, seperti adiknya Jihan saja.
"Bagus bagus! yok duduk!" kata Jihan menarik tangan Maira untuk duduk.
Edo yang berada di samping Toby tak bisa menahan tawanya.
"Ha ha ha"
"Diam!" pekik Toby kesal.
"Toby, harusnya kamu jauhkan dulu pawangnya ke kutub utara. Baru dekati Maira, ha ha ha"
Toby mendengus kesal. Dan langsung kembali ke tempat duduknya.
Setelah Toby dan Edo pergi, Jihan berkata dengan sangat pelan pada Maira.
"Maira, dia itu tukang tawurann, beberapa mantan pacarnya yang tidak tahu apa-apa malah kena masalah gara-gara dia. Aku tidak mau kamu terkena masalah juga" kata Jihan.
Maira mengangguk paham.
"Iya, terimakasih Jihan. Kamu sudah membantuku. Dengan begini, dia sudah akan mendekati aku lagi!" balas Maira yang di angguki cepat juga oleh Jihan.
Setelah kembali dari kampus. Maira segera memasak makan siang untuk dirinya dan Jack. Kemampuan memasaknya sudah dilakukan sejak kecil. Sejak usianya 10 tahun, semakin terlatih lagi oleh paman dan bibinya yang sangat galak. Yang terus protes kalau masakannya kurang enak sedikit saja. Hingga masakannya, saat ini memang bisa dikatakan sangat enak.
Setelah makanan siap. Maira pun segera mandi dan ganti pakaian.
Tak lama kemudian, pintu apartemen terbuka. Maira pikir itu pasti Jack.
"Tuan Paul" sapa Maira yang ternyata melihat Paul.
"Nona Maira, tuan tidak jadi makan siang di rumah" kata Paul.
Maira langsung mengangguk.
"Baiklah..."
"Tidak tanya alasannya?" sela Paul.
Maira menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tidak perlu. Tuan pasti sibuk! tuan Paul sudah makan siang belum? saya masak banyak. Mau makan siang bersama?" tanya Maira.
Paul mengangguk cepat.
'Tuan memang menyuruhku datang untuk menemani nona Maira makan siang. Karena dia pergi dengan nona Tamara untuk makan siang juga' batin Paul.
Paul dan Maira duduk bersama di meja makan.
"Masakan nona enak sekali" kata Paul memuji.
Dan kata-kata itu bukan hanya sekedar pujian. Itu memang benar-benar jujur.
Maira tersenyum mendengar yang Paul katakan.
"Kalau begitu seringlah datang untuk makan bersama di sini tuan Paul" kata Maira.
Paul juga tersenyum. Sebenernya dia ingin sekali, tapi mana mungkin. Kan dia datang karena perintah bosnya. Kalau tidak, mana berani dia.
Sampai malam, Jack tak kunjung pulang ke apartemen. Maira pikir, mungkin Jack sangat sibuk. Tapi Maira tetap menyiapkan makan malam, setelah itu baru dia berangkat ke klub.
Di klub, Maira kembali bekerja bersama dengan Jonathan.
"Banyak sekali minuman yang disiapkan?" tanya Maira pada Jonathan. Sementara dia melihat pengunjung di bar sudah memesan minuman semua.
"Ini untuk tamu di ruang VVIP" jelas Jonathan.
Maira pun mengangguk paham. Kemudian dia melakukan tugasnya lagi, membersihkan gelas, memastikan semua gelas ada di rak dan membersihkan meja, memastikan tidak ada setitik air pun di atas meja bar.
"Kamu mau coba buat minuman?" tanya Jonathan.
"Aku?" Maira menunjuk ke arah dirinya sendiri.
Jonathan mengangguk.
"Iya, aku akan ajari"
Maira tersenyum senang. Tapi sebenarnya dia tidak terlalu berani, masalahnya minuman di tempat ini harganya mahal. Sayang sekali kalau dia menyia-nyiakan minuman itu dengan takaran yang salah.
Maira melambaikan kedua tangannya.
"Tidak usah kak Jonathan! harga minuman ini mahal. Akan sia-sia di tanganku!" kata Maira terus terang.
"Kebetulan aku ingin minum. Kamu bisa buatkan untukku!" kata Jonathan lagi.
Meski agak tahu, tapi Maira juga ingin mencobanya.
"Baiklah"
Jonathan memberikan arahan pada Maira. Gadis itu cukup cakap, dia bisa dengan cepat mengikuti arahan Jonathan.
Hingga ketika dia harus mengocok minuman itu. Maira mengalami sedikit kesulitan. Jonathan berdiri di belakang Maira. Dan membantu Maira menggerakkan tangannya dari belakang.
Maira sedikit risih, dia ingin meletakkan gelas mix yang ada di tangannya. Tapi di tahan oleh Jonathan.
"Harus cepat dikocokk, kalau esnya tidak dingin minumannya tidak akan enak"
Maira mengurungkan niatnya meletakkan gelas mix itu. Tapi pemandangan itu ternyata di lihat oleh seseorang yang baru keluar dari ruangan VVIP untuk menerima panggilan telepon.
"Jadi shift malamnya di tempat seperti ini!" gumamnya terlihat dingin. Ya, ekspresi wajah dan caranya bicara benar-benar dingin.
***
Bersambung...
dari sekian novel yg ku baca ini ga ada rasa sakit hati atau nyesek malah enjoy gitu Very good 👍👍👍👍
lanjut up lagi thor