Kehidupan Amori tidak akan pernah sama lagi setelah bertemu dengan Lucas, si pemain basket yang datang ke Indonesia hanya untuk memulihkan namanya. Kejadian satu malam membuat keduanya terikat, dan salah satunya enggan melepas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Giant Rosemary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada Aku
“Jadi gue harus gimana Ra? Gue bingung banget harus ngapain.” Nora menghela karena kembali melihat sang sahabat kembali berada pada sisi terendahnya. Namun ada sedikit rasa syukur, karena pada saat seperti ini, ia bisa berada bersama Amori.
“Mor, lo harus tenang dulu biar bisa ambil keputusan yang paling baik. Lo nggak bisa bikin keputusan, dengan keadaan lo yang masih kaget begini.” Amori seolah tidak mendengar ucapan Nora. Ia terus saja menangis, bersembunyi dengan menggulung tubuhnya dengan selimut tebal milik Nora.
“Mor, lo masih punya hidup yang harus lo jalanin. Lo masih punya tanggung jawab buat masakin makanan enak buat klien lo. Lo sekarang punya tanggung jawab buat—jagain dia.” Nora mengusap perut Amori yang sama sekali rata. Jujur saja Nora juga masih sangat terkejut dengan kenyataan bahwa kini sahabatnya tengah mengandung. Skenario terburuk dari apa yang bisa Amori dapatkan dari liburannya ke Sumba. Tapi disaat seperti ini, Nora harus berpikir waras dan membantu Amori mengambil keputusan yang paling bijak.
“Justru karena gue punya semua tanggung jawab itu, gue nggak bisa punya dia Ra.” Amori tiba-tiba bangun dari posisinya. Ia duduk, dengan wajah yang basah dan rambut yang acak-acakan. Ia menatap Nora dengan tatapan nanar dan hampir kehilangan harapan. “Gue nggak siap, jadi ibu tunggal. Gue malu, nggak tau gimana ngejelasinnya kalau nanti dia nanya bapaknya mana.” air mata Amori mengucur deras hingga Nora merasa buruk karena tidak bisa banyak membantu.
“Iya, paham Mor. Gue ngerti gimana bingungnya lo sekarang. Tapi lo harus tenang dulu. Nanti, kalau lo udah tenang dan bisa bikin keputusan yang menurut lo paling baik dan siap buat lo jalanin, lo harus tau kalau gue juga akan ada disana. Gue akan bantu kalau lo mau pertahanin dia. Dan, kalaupun nanti—”Nora terlihat berat untuk melanjutkan.
“---kalaupun nanti, lo keluarin dia, gue juga akan ada buat lo.” mendengar kalimat terakhir Nora, tangis Amori pecah semakin kencang. Pundak yang tadinya tegang penuh marah dan gelisah langsung luruh. Nora pun langsung peka dan membawa tubuh sahabtnya itu ke pelukan.
“Nggak tega Ra. Gue ngga mungkin setega itu.” rengeknya. Nora tahu, Amori tak punya hati untuk melakukan hal keji seperti itu. Biarpun pikirannya sedang pelik, Nora yakin Amori masih bisa berpikir jernih jika itu menyangkut orang lain.
“Mor, gue tau lo lagi kaget banget, dan keadaan lo nggak ideal banget buat ambil keputusan.” Nora mengusap terus kepala dan punggung Amori, memberikan pengertian dan kekuatan sebanyak mungkin. “Malam ini lo nginep aja disini. Gue temenin lo nangis sampe puas. Kabarin bos lo, bilang kalau lo nggak jadi balik hari ini. Besok pagi, gue anterin lo pulang.” sisa tangisan Amori masih disana. Ia masih tersiak, tapi setelah menangis keadaan hatinya sudah jauh lebih baik.
“Inget Mor. Lo nggak sendirian. Kalau perlu dan lo mau, gue bisa bantu lo lacak bapaknya ini anak.” Amori mengangguk walau anggukannya terasa lemas. Lalu setelah memberikan kabar pada Dani, Amori tertidur karena terlalu lemah menangis.
***
“Tidur sana. Amori nggak bakal pulang.” Lucas berdecak kesal. TV yang sejak tadi menyala sama sekali tidak ia tonton karena kepikiran, dengan alasan Amori yang tiba-tiba bilang akan menginap diluar.
“Dia beneran nggak bilang apa alasannya?” Dani ikut duduk di samping Lucas. Ia mengambil alih remot TV dan mengganti chanelnya.
“Nggak. Dia cuma bilang, kalau besok dia bakal balik pagi-pagi banget.” Lucas menghempaskan punggungnya di sandaran sofa. Dani yang menyaksikannya jadi geli sendiri. “Makanya, jujur aja kalo suka. Ngapain sih, pake sok-sokan nggak mau terus terang gitu?” Lucas tak menganggapi. Tatapannya masih tertuju lurus ke layar TV, tapi Dani tahu kalau Lucas sama sekali tidak menonton siaran yang ia pilih.
“Lo, beneran nggak mau bilang kalau lo cowok yang waktu itu ketemu sama dia di Sumba? Kayaknya, Amori beneran nggak inget sama lo.”
“Emang setelah gue bilang kalau gua cowok yang tidur sama dia waktu di Sumba, terus apa? Lo pikir dia akan buka tangannya dan minta dipeluk?” tanya Lucas ketus.
“Ya, nggak tau. Tapi seenggaknya, dia tau lo, dan lo bisa terus terang kalau setelah malam itu lo tertarik dan mau kenal dia lebih jauh.” Lucas berdecih. Seolah meremehkan ucapan Dani.
“Terus kalau setelah itu, dia malah menjauh? Lo mau tanggung jawab?” Lagi, Dani hanya mengedikkan bahunya. “Toh gue masih bisa nunjukin ketertarikan gue tanpa bawa-bawa kejadian di Sumba.”
“Jadi, lo udah yakin banget kalo lo suka sama Amori? Udah yakin banget, mau buang-buang waktu buat deketin dia?” Dani tidak gentar ketika Lucas meliriknya tajam. Mungkin tersinggung karena dia seolah bilang kalau mendekati Amori itu buang-buang waktu. “Jangan marah lah. Kan lo sendiri yang bilang, kalau punya hubungan disaat lo lagi mau fokus sama karir itu buang-buang waktu.”
Lucas tak menanggapi. Ia bangkit dari duduknya dan berlalu ke kamarnya. “Besok cari tau, kenapa Amori nggak jadi pulang.” katanya dengan suara keras.
“Iya!”
Keesokan paginya, Lucas bangun di jam yang tidak biasa. Entah karena tidak bisa tidur nyenyak akibat terus memikirkan Amori yang tidak pulang, atau karena ia ingin segera bertemu dengan gadis yang akatanya akan pulang ke kediamannya pagi-pagi sekali. Pokoknya, alasannya bangun di jam 6 pagi tidak jauh-jauh dari Amori.
Belum kumpul seluruh nyawanya, Lucas langsung keluar dari kamar. Dengan mata yang masih sayu, Lucas berjalan cepat ke dapur dan langsung menemukan Amori yang sedang berkutat entah dengan apa. Gadis itu membelakanginya dan sepertinya tidak sadar dengan kehadirannya.
Senyum Lucas yang sempat terbit perlahan luntur ketika samar-samar, ia mendengar suara napas yang berat dan tersendar, seolah baru saja menangis atau sedang menahan tangis. Ia mendadak panik dan berjalan cepat menghampiri Amori.
Ketika ia membalikkan tubuh gadis itu agar menghadapnya, matanya langsung sepenuhnya segar terbuka. Tidak ada lagi jejak kantuk disana. “What happened with you?” katanya sambil memandang nanar mata Amori yang bengkak dan memerah. Puncak hidungnya juga terlihat memerah.
“Bilang sama saya, kamu kenapa, Amori?” Lucas membawa Amori ke dalam pelukannya. Ketika itu juga, tangis Amori semakin kencang. “I’m here. Saya disini Amori.” ucapnya berulang kali. Pelukannya semakin erat, seolah memberitahu Amori kalau ia akan menjaganya.
***
Bersambung....