Berdalih Child Free, Aiden menutupi fakta dirinya yang mengalami hipogonadisme.
Namun pada malam itu, gairah seksualnya tiba-tiba memuncak ketika dirinya mencoba sebuah obat perangsang yang ia buat sendiri.
Aiden menarik Gryas, dokter yang tengah dekat dengannya.
"Tenang saja, kau tidak akan hamil. Karena aku tidak ingin punya anak. Jadi ku mohon bantu aku."
Namun yang namanya kuasa Tuhan tidak ada yang tahu. Gryas, ternyata hamil setelah melewatkan malam panas dengan Aiden beberapa kali. Ia pun pergi meninggalkan Aiden karena tahu kalau Aiden tak menginginkan anak.
4 tahun berlalu, Anak itu tumbuh menjadi bocah yang cerdas namun tengah sakit.
"Mom, apa Allo tida atan hidup lama."
"Tidak sayang, Arlo akan hidup panjang. Mommy akan berusaha mencari donor yang sesuai. Mommy janji."
Akankah Arlo selamat dari penyakitnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membawa Benih 11
Setelah beberapa hari, kabar yang ditunggu belum juga datang. Aiden merasa sangat kesal karena dia tak segera memiliki kesibukan. Bukan hanya itu, kedatangan Elsye juga semakin menambah lengkap kekesalannya.
Wanita itu terus saja mengganggunya. Elsye selalu datang dan berusaha mengajaknya bicara. Sehari dua hari dua merasa tidak masalah, apalagi Elsye datang bukan dengan tangan kosong. Tapi setelah itu, Aiden merasa tidak nyaman. Dia merasa terusik sekali.
Dan, hari ini pun Elsye datang. Tapi kali ini Aiden tak akan meladeni wanita itu karena dia punya rencananya sendiri.
"Hai Aiden, lho sudah mau pergi? Pergi kemana pagi begini. Sarapan dulu saja yuk, aku membawa sarapan untuk mu."
"Maaf aku tidak bisa. Aku ada janji ingin bertemu seseorang. Terimakasih untuk kebaikannya."
Aiden berjalan menjauh. Dia bahkan sama sekali tidak menoleh ke belakang. Untuk apa juga menoleh ke belakang, itu sungguh bukan gayanya.
Elsye yang masih berdiri di depan halaman rumah Aiden terlihat kesal. Apalagi dia kalo ini menyiapkan makanan yang sangat istimewa untuk sarapan. Wanita itu juga sudah berhias denga sangat sempurna agar bisa membuat Aiden terpukau.
Tapi semuanya buyar. Aiden pergi begitu saja entah kemana. Satu pemikiran mencuat dari kepala Elsye, bahwa Aiden tampak menghindarinya. Ya itulah yang Elsye rasakan.
Meskipun dia merasa demikian. Akan tetapi Elsye tak mengindahkannya. Ia tetap berusaha untuk mencapai tujuannya.
Cekrek
Tak tik tak tik
Elsye mengambil ponselnya. Dia mengambil sebuah foto lalu mengunggahnya ke jejaring sosial. Sebuah keterangan juga dibuat oleh wanita itu.
Hanya beberapa detik ia mengunggah, komentar yang masuk sangatlah banyak.
"Waah siapa yang berani melakukan itu pada wanita secantik Elsye."
"Dia agaknya tidak bisa melihat mungkin, hingga mengabaikan perhatian Elsye."
"Zus Elsye, sudah jangan acuhkan orang seperti itu. Kamu sungguh terlalu berharga untuk orang yang tidak mengenalmu."
Elsye tersenyum senang membaca setiap komentar yang masuk. Dia seolah mendapat pembelaan dan juga dukungan dari para pengikutnya itu.
Unggahan yang dibuat oleh Elsye aalah foto kotak makan dengan emoticon sedih. Lalu keterangan yang di tulis berbunyi, "Makanan yang dibuat dengan sepenuh hati harus pulang lagi karena tidak diinginkan."
Kelihatannya memang sepele tapi para pengikut Elsye seolah marah karena tahu idolanya sedang diabaikan. Hal tersebut sungguh membuat Elsye senang. Dia akan memanfaatkan media sosialnya itu untuk bisa mendapatkan hati Aiden.
"Tidak aku tidak akan menyerah. Ini masih belum apa-apa. Baru satu minggu kalau tidak salah dia di sini, jadi aku akan berusaha lebih keras lagi. Seorang pria, dia tidak akan pernah menolak tubuh wanita bukan. Pokoknya Aiden, pria itu harus jadi milikku."
Elsye mengepalkan tangannya erat. Dia sangat bertekad untuk hal tersebut. Aiden mungkin bukanlah pria yang terlihat kaya. Tapi dengan statusnya sebagai profesor, Aiden pastilah populer dan sebenarnya Elsye juga yakin bahwa pria itu memiliki kekayaan yang tersembunyi.
Pamornya akan semakin naik jika bisa mendapatkan Aiden. Popularitas Aiden dulu ditempat kerjanya yang lama lumayan tinggi, dan Elsye menginginkan hal tersebut.
Elsye yang sangat bertekad dengan begitu menggebu, berbanding terbalik dengan Aiden. Pria itu bahkan seperti enggan untuk hidup.
Dia berkata ada janji di luar itu sebenarnya hanya bohong semata. Tapi bukan berarti tidak ada yang tidak dia lakukan.
"Apa aku harus membangunnya di dalam rumah atau di luar rumah. Kalau di luar rumah berarti bangunan baru, tapi jika di dalam rumah maka aku harus merenovasi rumah itu."
Aiden memiliki rencana. Dia akan membuat sebuah laboratorium mini di tempat tinggalnya. Semua itu karena dia merasa bosan menjalani hidupnya yang begitu-begitu saja.
Padahal belum ada lebih dari satu minggu pria itu tidak bekerja, tapi seolah rasanya sudah berabad-abad saja.
"Haaah, hidup sangat membosankan," ucapnya kesal.
Sebenarnya tawaran pekerjaan yang masuk kedalam kotak surat elektroniknya itu lumayan banyak. Namun dia mengabaikan semua itu terlebih jika itu berasal dari industri pengembangan obat. Dia sangat enggan menerimanya.
Saat ini dia hanya ingin menjalani slow living di tempat ini, di tanah kelahirannya. Dan pekerjaan yang bisa dia lakukan adalah menjadi pengajar di universitas sains terapan di wilayahnya.
Drttzzz
Panggilan masuk ke ponselnya. Aiden mengerutkan keningnya pasalnya nomer itu bukan lah nomor yang dia kenal. Tapi karena dia sedang melamar pekerjaan maka dia segera menjawabnya. Siapa tahu itu adalah panggilan dari universitas yang ia lamar.
"Goedemorgen, Tuan Aiden, atau Profesor Aiden. Kami dari Universitas Sains Terapan. Kami sudah melihat lamaran Anda dan juga mempelajarinya. Apakah hari ini saya bisa bertemu dengan Anda."
"Bisa, saya sekarang berada di depan Universitas."
"Apa? Maaf. Baik kalau begitu, mari bertemu. Anda akan diarahkan oleh security untuk menuju ke ruangan saya."
"Baik."
Memang benar Aiden sekarang berdiri di depan gedung universitas. Dia yang tidak punya tujuan dan masih bingung dengan rencana pembuatan laboratorium kecilnya itu memilih untuk berjalan-jalan di sekitar kampus. Dan ternyata panggilan kerja itu datang bertepatan dia ada di sana.
Tak butuh waktu lama Aiden sekarang ini sudah duduk di ruangan rektor rumah sakit. Dilihat dari usianya, nampaknya rektor tersebut mungkin ada di usia 50 hingga 60 tahunan.
"Selamat datang Profesor Aiden De Vries, perkenalkan saya Carolus Jansen. Saya adalah pemimpin di sini untuk saat ini tentunya. Saya sudah membaca semua tentang Anda yang Anda cantumkan pada lamaran. Anda sungguh sangat berbakat, tapi mengapa Anda tidak memilih pergi ke industri besar? Pasti banyak yang menginginkan Anda."
"Saya terlalu malas berurusan dengan orang-orang. Saya tidak suka diperintah dan saya juga malas karena harus bekerja dengan target."
Carolus sedikit terkejut dengan jawaban sederhana dari Aiden. Tapi dia bisa melihat bahwa itu sungguhan dari dalam hati dan pikiran pria itu.
"Apa Anda tengah menjalani kehidupan santai di Arnhem ini? istilah anak jaman sekarang slow living, apakah begitu, Profesor?"
"Bisa jadi, mungkin begitu."
Memang benar, Aiden saat ini tidak memiliki keinginan apapun dalam hidupnya. Dia tidak memiliki ambisi bahkan semangat yang membara. Dia hanya ingin memiliki kegiatan saja agar kepalanya tidak lagi memikirkan Gryas.
Menurut Aiden, wanita itu lebih mematikan dari pada racun. Sudah 4 tahun berlalu sejak Gryas pergi tanpa kejelasan, namun bayang wanita itu masih terus menghantuinya.
"Baiklah kalau begitu, saya mengerti. Mungkin mulai minggu depan Anda sudah bisa mulai masuk ke sini. Untuk hal-hal selanjutnya akan dijelaskan oleh bagian yang ... ."
"Maaf bisakah mulai besok saja saya bekerjanya."
Ya?
Lebih cepat akan lebih baik, itu lah yang dipikirkan Aiden. Dia sungguh membutuhkan kesibukan untuk mengalihkan semua yang ia pikirkan.
TBC
eh kok ada Brisia disini, Brisia apa Gryas kak? hehe
Arlo masih cadek jadi makin gemesin