NovelToon NovelToon
Bukan Karena Tak Cinta

Bukan Karena Tak Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kemarahan Di Sekolah

Novia melangkah masuk ke ruang kepala sekolah dengan jantung berdebar kencang. Ia mencoba menenangkan diri, namun tatapan Pak Marzuki yang serius membuat Novia semakin kikuk dan gelisah. Kepala sekolah itu duduk tegak di kursinya, dengan tangan terlipat di dada, menatap Novia lurus-lurus tanpa senyum sedikit pun. Suasana di ruangan terasa sangat tegang.

"Duduk, Bu Novia," ucap Pak Marzuki, suaranya tenang namun tegas.

Novia patuh, menarik kursi di hadapan meja Pak Marzuki, lalu duduk dengan canggung. Ia menunduk, tak berani menatap langsung mata kepala sekolahnya. Ia sudah membayangkan skenario terburuk: dipecat, kehilangan satu-satunya pekerjaan yang ia cintai.

Pak Marzuki menghela napas pelan. "Saya memanggil kamu ke sini untuk mengkonfirmasi sesuatu, Novia." Ia berhenti sejenak, membuat Novia semakin merasa tercekik. "Saya kemarin menerima laporan dari Bu Rita. Dia menunjukkan beberapa foto kamu dengan seorang pria di depan sekolah kemarin sore."

Novia menelan ludah. Jadi benar, Bu Rita sudah beraksi. Ia merasakan rasa panas menjalar di wajahnya.

"Bu Rita mengatakan, kamu berselingkuh. Bahwa pria itu adalah simpanan kamu, dan kamu berzina di depan umum, padahal belum resmi menjadi janda. Apa yang kamu katakan tentang ini, Bu Novia?" tanya Pak Marzuki, suaranya masih tenang, namun sorot matanya tajam.

Novia menjelaskan dengan jujur, menceritakan kejadian kecelakaan dan kebaikan Kenzi. Ia mencoba menahan tangisnya agar penjelasannya terdengar meyakinkan. "Kemarin sore dia hanya mengantarkan kue, Pak. Sebagai bentuk perhatiannya karena saya masih sakit. Tidak ada niat lain, apalagi berzina!"

Pak Marzuki mendengarkan dengan saksama, raut wajahnya tidak berubah. Ia mengamati ekspresi Novia, mencari kebohongan di sana.

"Saya tahu, Pak, status saya saat ini sedang dalam proses perceraian. Dan itu membuat saya menjadi sasaran empuk gosip dan fitnah," lanjut Novia, suaranya kini lebih tegas. "Tapi saya bersumpah, Pak, saya tidak pernah melakukan hal seperti yang dituduhkan Bu Rita. Saya selalu menjaga nama baik saya, dan juga nama baik sekolah ini."

Novia kemudian menceritakan sedikit tentang tekanan yang ia alami dari mantan mertuanya, Diana, dan bagaimana ia terus-menerus dihina dan dicap mandul. "Saya rasa, fitnah ini adalah bagian dari semua masalah yang sedang menimpa saya, Pak. Bu Rita memang tidak menyukai saya sejak dulu."

Setelah Novia selesai berbicara, keheningan menyelimuti ruangan. Pak Marzuki masih menatap Novia, kali ini dengan tatapan yang lebih lembut. Ia memang mengenal Novia sebagai guru yang berdedikasi dan berintegritas tinggi. Ia juga tahu watak Bu Rita yang suka bergosip dan membesar-besarkan masalah.

Akhirnya, Pak Marzuki mengangguk. "Saya percaya kamu, Bu Novia," ucapnya, nadanya kini penuh pengertian. "Saya tahu bagaimana kamu selama ini. Saya juga tahu watak Bu Rita. Laporan ini tidak akan saya tindak lanjuti."

Novia merasa lega yang luar biasa. Beban berat di pundaknya seolah terangkat. Air mata haru akhirnya tumpah membasahi pipinya. "Terima kasih banyak, Pak," katanya tulus.

"Jaga diri baik-baik, Bu Novia," pesan Pak Marzuki. "Teruslah mengajar dengan semangat seperti biasanya. Jangan biarkan gosip meruntuhkan semangatmu."

****

Di luar ruang kepala sekolah, Bu Rita sengaja menempelkan telinganya ke pintu. Ia berharap bisa mendengar kabar baik, kabar tentang dipecatnya Novia. Namun, alih-alih mendengar kemarahan Pak Marzuki, yang ia tangkap justru nada bicara Pak Marzuki yang lembut dan penuh pengertian. Ketika Novia keluar dari ruangan dengan raut wajah lebih lega, Bu Rita tahu rencananya gagal total.

Wajah Bu Rita langsung memerah padam. Ia geram bukan main. "Sial! Kenapa si Novia itu tidak dipecat juga?!" desisnya pada diri sendiri. "Pasti dia pakai cara licik lagi! Penjilat memang!"

Bu Rita mengamati Novia yang melangkah kembali ke ruang guru dengan langkah lebih ringan. Ia mengepalkan tangannya. Rasa kesal dan bencinya pada Novia semakin memuncak. Ia tak akan menyerah. Jika Pak Marzuki tidak mempan dengan laporan perselingkuhan, ia akan mencari cara lain. Sebuah ide licik melintas di benaknya, sebuah rencana yang jauh lebih kejam.

"Akan ku pastikan dia keluar dari sekolah ini!" gumam Bu Rita, senyum sinis kembali terukir di bibirnya.

Keesokan harinya, Bu Rita dengan langkah penuh percaya diri mendatangi rumah Bu Desi, istri Pak Marzuki. Ia membawa sepiring bolu kukus sebagai 'pemanis'. Bu Desi, seorang wanita ramah yang juga sesekali datang ke sekolah, menyambut Bu Rita dengan hangat.

"Silakan masuk, Bu Rita. Ada apa sore-sore begini?" sapa Bu Desi.

"Tidak apa-apa, Bu Desi. Saya cuma ingin silaturahmi. Sekalian ini, ada sedikit bolu kukus buatan saya," ujar Bu Rita, menyerahkan piring bolu dengan senyum palsu.

Setelah basa-basi sejenak, Bu Rita mulai masuk ke topik utama. Ia mengubah raut wajahnya menjadi serius, seolah-olah ada beban berat yang mengganggu pikirannya.

"Begini, Bu Desi," Bu Rita memulai, suaranya dibuat bergetar. "Saya ini sungkan sekali mau bicara, tapi ini demi kebaikan rumah tangga Bapak dan Ibu. Saya melihat ada sesuatu yang tidak beres di sekolah."

Bu Desi mengernyitkan dahi. "Ada apa, Bu Rita? Bicara saja terus terang."

"Itu lho, Bu Desi... Si Novia, guru honorer yang baru diceraikan suaminya itu," Bu Rita memulai fitnahnya. "Saya sering sekali melihat dia mencari-cari alasan untuk berdua-duaan dengan Pak Marzuki di ruang kepala sekolah."

Bu Desi sedikit terkejut. "Maksudnya bagaimana, Bu Rita?"

"Iya, Bu! Dia itu genit sekali! Dandanannya sekarang makin menor, pakai parfum yang menyengat," Bu Rita mengarang cerita dengan sangat meyakinkan. "Kalau bicara sama Pak Marzuki itu, matanya suka melirik-lirik genit, Pak. Pokoknya seperti orang yang sedang menggoda!"

Bu Rita bahkan menambahkan detail bombastis lainnya. "Kemarin saja, Pak Marzuki memanggil dia ke ruangan khusus. Mereka berdua lama sekali di dalam. Saya curiga, Bu Desi, jangan-jangan ada sesuatu yang tidak beres di antara mereka!"

Wajah Bu Desi mulai memucat. Ia mengenal suaminya sebagai pria lurus, tapi cerita Bu Rita yang penuh detail dan emosi itu sedikit banyak membuatnya goyah. Api cemburu mulai membakar hatinya.

"Saya kan cuma khawatir, Bu Desi. Pak Marzuki itu kan kepala sekolah kita, panutan. Jangan sampai ada gosip tidak enak," Bu Rita menambahkan, berpura-pura peduli. "Apalagi Novia itu kan sekarang sedang janda. Pasti dia cari perhatian lebih pada atasan."

****

Pagi itu, suasana di SMA Negeri tampak normal. Novia baru saja keluar dari kelas X A setelah menyelesaikan pelajaran Bahasa Inggris. Hatinya sedikit lega karena berhasil melewati jam mengajar tanpa insiden berarti, meskipun ia tahu Bu Rita masih menyimpan dendam padanya. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama.

Saat Novia melangkah di koridor, sebuah suara melengking memanggil namanya. "Novia Anwar!"

Novia menoleh, dan matanya membelalak kaget. Di sana, berdiri Bu Desi, istri Pak Marzuki, kepala sekolah. Wajah Bu Desi terlihat merah padam, matanya penuh amarah, dan ia berjalan cepat menghampiri Novia. Di belakangnya, tampak Bu Rita yang menyeringai sinis, seolah menikmati pemandangan yang akan terjadi.

"Bu Desi? Ada apa, Bu?" tanya Novia, bingung dan sedikit takut melihat ekspresi Bu Desi.

Tanpa sepatah kata pun, Bu Desi langsung melayangkan tangan kanannya. Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Novia. Suara tamparan itu begitu nyaring, memecah keheningan koridor.

Novia terhuyung ke belakang, memegangi pipinya yang terasa panas dan nyeri. Matanya berkaca-kaca, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. "Bu Desi! Kenapa, Bu?" isaknya, suaranya tercekat.

"Dasar wanita tidak tahu malu!" teriak Bu Desi, suaranya melengking. "Berani-beraninya kamu menggoda suami saya! Menjijikkan! Kamu pikir saya tidak tahu apa yang kamu lakukan dengan suami saya di ruangannya?!"

Seketika, suasana menjadi gaduh dan kacau. Beberapa siswa yang baru keluar dari kelas di sekitar itu langsung terdiam, menyaksikan drama tak terduga di koridor sekolah. Guru-guru lain yang mendengar keributan juga mulai berdatangan, termasuk Bu Ani dan Pak Harun yang kini tersenyum tipis di belakang Bu Rita.

"Saya tidak menggoda Pak Marzuki, Bu! Itu fitnah!" bantah Novia, air mata tumpah membasahi pipinya. Ia merasa sangat terhina dan difitnah di depan umum, di lingkungan kerjanya sendiri.

"Alah, jangan pura-pura polos! Saya tahu kamu itu wanita murahan!" teriak Bu Desi lagi, siap melayangkan tamparan kedua. "Pantas saja kamu diceraikan suami! Memang dasar tukang selingkuh dan penggoda!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!