Helen terkejut bukan main, ketika pria asing masuk ke kamar hotelnya. Dia sedang tidak dalam keadaan sadar, entah apa yang diberikan oleh Nicklas Bernando suaminya padanya.
"Kamu dan suamimu ingin seorang anak kan? aku akan membantumu!" ujar pria itu dengan tatapan mengerikan.
Bak sambaran petir di siang hari, Helen tidak menyangka, kalau suaminya akan berbuat seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Hadiah
Acara megah di ballroom hotel, yang sudah dia sulap menjadi sebuah tempat dimana semua orang berkelas akan merasa nyaman di dalamnya.
Langit-langit tinggi dengan lampu gantung kristal menjuntai gemerlap, memantulkan cahaya lembut ke setiap sudut ruangan. Kristal-kristal itu tampak berkilauan, seolah berlomba dengan sinar matahari senja yang menyusup melalui jendela kaca tinggi berlapis renda emas.
Karpet merah marun bermotif klasik membentang mulus menyambut setiap tamu yang hadir, sementara di sisi kiri dan kanan ruangan, barisan meja bundar berbalut linen putih gading dan centerpiece bunga anggrek tropis menjulang anggun dalam vas kaca berkilau. Setiap kursi dilapisi satin perak, diikat dengan pita emas yang elegan, memberi kesan mewah namun tetap hangat.
Panggung utama berdiri megah dengan latar belakang LED yang menampilkan kilasan animasi lembut tentang tujuan amal malam itu, sebuah panggilan hati untuk perubahan. Di depan panggung, orkestra berskala kecil memainkan musik klasik dengan sentuhan kontemporer, menciptakan atmosfer yang menenangkan sekaligus prestisius.
Di sudut ruangan, stan minuman berlapis marmer putih disiapkan dengan koktail tropis khas Maldives dan wine pilihan. Pelayan berseragam hitam-putih berjalan tenang menyajikan canapé eksotis, dari tuna tartare dengan caviar hingga kelapa muda panggang dengan saus citrus.
Aroma campuran antara wewangian laut, bunga frangipani, dan dupa lembut memenuhi udara, menyempurnakan suasana yang memang ditujukan untuk menyatukan jiwa-jiwa dermawan dalam satu malam penuh makna dan glamor.
"Selamat malam, silahkan tuan Bernardo sebelah sini!" kata salah satu pelayan dengan jas mahal yang tersenyum begitu ramah dan menunjukkan dimana meja mereka berada.
Acara sudah di mulai, karena Moza tidak ikut, tentu saja dia terus mengirimkan pesan pada Nicklas untuk tahu apa yang sedang dilakukan oleh pria itu. Dan melihat Nicklas yang terus memegang ponselnya. Willy tampak tidak senang.
"Simpan ponselmu Nicklas. Tidak tahukah kamu, etiket saat berada di acara seperti ini?" tegur Paman Willy pada Nicklas.
Nicklas pun tampan langsung menyimpan ponselnya. Paman Willy makin tidak expect pada Nicklas. Dan sedikit mencondongkan kepalanya ke arah Helen.
"Apa dia masih berhubungan dengan mantan pacarnya yang genit itu?" bisik Paman Willy bertanya pada Helen.
'Huhh, mantan pacar apanya? kalian semua ditipu olehnya. Tapi tidak mungkin juga aku bilang hal ini pada Paman Willy' batin Helen.
Helen tersenyum.
"Aku rasa tidak mungkin Paman, mungkin dia sedang berkirim pesan dengan Johan" jawab Helen dengan suara pelan juga.
Paman Willy mengangguk paham. Dia sangat percaya pada Helen. Karena Helen pernah menyelamatkan adiknya, Ibunya Nicklas.
Acara itu di mulai, semua orang membicarakan tentang pria bernama Andreas Wiratama. Seseorang yang telah membeli lebih dari setengah barang yang di lelang untuk acara amal malam ini. Perhiasan langka dan lukisan kuno yang harganya begitu fantastis.
Helen cukup penasaran dengan pria itu. Yang bahkan tak muncul untuk pamer setelah semua uang yang begitu banyak yang dia keluarkan.
"Aku baru dengar beberapa waktu lalu, konglomerat asal Boghasa itu memang luar biasa kalau beramal" kata Paman Willy.
"Orang tua memang harus banyak beramal Paman, lagipula punya banyak uang untuk apa kalau sudah tua?" celetuk Nicklas santai.
Dia tidak senang sejak tadi, dia bahkan kalah terus dengan tawaran dari anak buah Andreas Wiratama itu. Dia tidak bisa membeli apapun, untuk dipamerkan pada Moza.
"Kata siapa dia sudah tua, aku rasa dia bahkan lebih muda darimu!" bantah Paman Willy.
Makin tercenganglah Nicklas. Tapi, tetap saja. Bukan Nicklas namanya kalau tidak membantah.
"Lalu kenapa? paling juga itu semua harta orang tuanya. Orang tuanya mewariskan semuanya untuknya. Apa yang harus dia banggakan?" tanya Nicklas.
Helen yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas. Kalau Nicklas mengatakan hal itu, bukannya sama saja dia sedang menyindir dirinya sendiri. Bernando company juga hasil kerja keras ayahnya Nicklas. Lalu apa yang bisa Nicklas banggakan.
Dan ketika Paman dan keponakan sedang berdebat itu. Anak buah Andreas Wiratama dan dua orang yang membawa set perhiasan milyaran dan sebuah lukisan yang merupakan primadona acara malam ini datang mendekat ke arah mereka.
"Selamat malam"
Willy dan Nicklas yang tadinya masih beradu pandang segera mengalihkan perhatian mereka pada pria yang menyapa mereka itu.
"Selamat malam" jawab Helen yang merasa harus menjawab sapaan ramah pria sopan itu.
"Saya Leon, sekertaris pribadi tuan Andreas Wiratama. Tuan kami mengatakan, sebuah kehormatan jika nyonya Bernando bersedia menerima pemberian dari tuan kami sebagai ucapan selamat atas pernikahan anda, Nyonya" kata Leon yang langsung tertuju pada Helen.
Helen terkejut, itu sudah pasti. Dia bahkan tidak mengenal pria itu, yang disebutkan oleh Leon itu. Tidak pernah mendengarnya sama sekali.
"Untukku?" tanya Helen yang masih terlihat tidak percaya.
Leon mengangguk dengan cepat.
"Benar, kata tuan. Dia terkesima sekali saat pertama kali melihat nyonya masuk ballroom ini. Ini hanya hadiah kecil, tolong jangan ditolak" kata Leon lagi.
Willy yang mendengar itu tentu saja heran. Tapi lebih ke arah takjub dan merasa ini sangat baik untuk Bernando company.
"Helen, terima saja. Niat baik itu tidak boleh di tolak!" kata Paman Willy.
Sedangkan Nicklas. Pria itu tampak mengepalkan tangannya.
'Terkesima? apanya yang membuat pria itu terkesima?' gumamnya yang bahkan segera memindai istrinya itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Setelah memperhatikan baik-baik. Tangan Nicklas yang terkepal itu, perlahan terbuka. Matanya, yang tadinya begitu tajam menatap Helen. Perlahan melembut.
Helen dengan enggan sebenarnya, menerima semua hadiah itu.
"Tolong sampaikan terimakasih banyak pada tuan Andreas Wiratama. Aku sangat menghargai pemberiannya ini" kata Helen.
Leon mengangguk dengan cepat.
"Tentu saja nyonya. Kami permisi"
Dan mereka pergi begitu saja. Willy segera terkekeh senang.
"Kamu memang membawa keberuntungan Helen. Sejak kamu bergabung di perusahaan. Perusahaan begitu maju dengan pesat. Dan kamu juga sudah menyelamatkan adikku, sekarang kamu bahkan mendapatkan hadiah dari konglomerat terkaya kota ini. Mata beberapa orang memang tertutup jika masih mengabaikanmu. Ayo kita kembali, dan beritahu adikku tentang hal ini. Dia pasti senang!" kata Willy mengajak Helen untuk pergi dari sana.
Nicklas masih terdiam, kata-kata terakhir pamannya itu. Dia tahu itu adalah sindiran untuknya.
'Tidak bisa, meskipun Helen seperti apa yang Paman katakan. Tapi Moza adalah orang yang telah menyelamatkan aku, dan wanita pertamaku. Aku tidak boleh mengkhianatinya' batin Nicklas yang lalu menyusul keduanya.
***
Bersambung...