KETOS ALAY yang sedang mengincar murid baru disekolahnya, namu sitaf pria itu sangat dingin dan cuek, namun apakah dengan kealayannya dia bisa mendapatkan cinta Pria itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayinos SIANIPAR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 6
……….
Setelah bel istirahat berbunyi, tidak biasanya Farel mau mengajak circle-nya untuk ke kantin. Malah biasanya dia yang selalu dipaksa ke kantin. Pria ini sangat malas dengan namanya harus bertemu dengan orang-orang.
"Kantin, yuk," ajak Farel kepada Refan dan Agung.
"Lo lapar?" tanya Agung pada Farel. Agung sedikit heran, karena tidak biasanya seorang Farel mau mengajak mereka makan ke kantin.
"Hm," ujar Farel santai dan singkat. Agung pun merasa bahwa ini waktu yang tepat untuk memberi bekal dari Hanifa.
"Ini dari Nifa buat lo katanya," ujar Agung dan memberi bekal dari Hanifa.
"Apaan sih dia ngasih kayak ginian biar gue diketawain orang-orang?" kesal Farel pada Agung. Kelihatannya dia sangat kesal.
Farel pun membawa makanannya dan menaruhnya ke tong sampah, namun dicegat oleh Sarah.
"Lo kelewatan banget sih sama sahabat gue, lo itu keterlaluan!" Entah sejak kapan Sarah ada di kelas Farel. Farel pun pergi dan memberi bekal makanan itu pada Sarah. Farel pergi mengarah ke kantin dan membeli siomay yang biasa dipesannya.
"Hai, Farel!" sapa Nifa dengan alaynya. Yup, sepertinya suasana hati gadis ini sudah kembali membaik lagi.
"Hai," sapa Refan kepada Hanifa, karena sapaan Hanifa tidak dibalas Farel.
"Lo enggak pesan bakso?" tanya Agung pada Nifa. Untuk mengubah kecanggungan suasana karena Farel tidak menggubris Hanifa sedikit pun.
"Enggak ah, sayang uangnya, mendingan ditabung," ujar Hanifa tersenyum.
"Gue yang bayarin deh," ujar Agung memberi tawaran.
"Makasih, tapi gue masih kenyang," ujar Hanifa yang berbohong. Yah, gadis ini memang alay tapi bukan untuk matre, dia lebih memilih tidak usah makan dibandingkan harus dibayari sama orang lain.
"Ya sudah, oh iya makasih buat jus lo tadi, sumpah segar banget," ujar Agung memberi pujian kepada Hanifa.
"Jus?" tanya Refan bingung.
"Yah, tadi dia ngasih jus sama gue," jawab Agung kepada Refan.
"Oh iya rotinya enak enggak, Rel?" Hanifa lagi-lagi mengajak Farel berbicara. Namun tidak ada balasan dari Farel, begitu juga kedua orang lagi hanya diam.
"Dibuang lagi ya?" ucap Nifa menebak dan sedikit kecewa.
"Yah, padahal kan gue sudah buatnya khusus untuk lo, Rel," ujar Hanifa dengan nada sedihnya. Nifa pun pergi mencari bekal tersebut. Andai Farel tahu kalau Hanifa rela tidak makan demi hari ini dia bisa memberikan sesuatu ke Farel.
"Hargai dikit kek, Rel!" ujar Refan menasihati kakaknya itu.
"Bodo," ucap Farel cuek.
"Di hati gue cuma ada Silvi," ucap Farel lagi-lagi menyambungkan kalimatnya.
"Terserah sih, Rel, tapi kalau dilihat Nifa juga cantik kok," ujar Refan yang mulai sedikit tertarik.
"Natural lagi," sambung Agung yang memang sudah hampir dua tahun ini memendam rasanya.
"Kalian semua bisa diam enggak sih?" ujar Farel kesal menatap kedua manusia yang terlalu berisik menurutnya. Kini semuanya diam.
"Kok di tong sampah enggak ada lagi sih?" tanya Hanifa melihat tong sampah kelas Farel. Hanifa mencari di mana-mana memang tidak ada bekalnya.
"Lo ngapain sih?" tanya Juan yang ternyata teman sekelas Farel dengan kebingungan.
"Mencari bekal?" ujar Hanifa menatap Juan.
"Oh, yang lo kasih ke Farel?" tanya Juan lagi-lagi memastikan hal tersebut.
"Iya," jawab Hanifa dengan lembut dan sopan.
"Ini, sama gue, tadi dia menitipkan, makanan lo enak banget katanya," ujar Juan berbohong. Padahal, yang makan Juan sendiri disuruh Sarah.
"Dia makan masakan gue?" tanya Hanifa tidak percaya.
"Hmm," jawab Juan singkat sembari memberi tempat makannya.
"Akhirnya.... Gue bilang juga apa? Pasti dia juga akan suka ke gue!" ucap Nifa dengan percaya diri.
"Farel, Farel, Farel, tunggu!" Nifa pun berlari untuk mengejar Farel hingga akhirnya dia bisa menghalangi langkah Farel. Kali ini mereka sudah pulang sekolah. Hanifa hanya ingin menatap Farel sebentar sebelum dia masuk ke neraka.
"Lo apa-apaan sih?" tanya Farel dengan malas melihat gadis itu.
"Tunggu dulu kenapa, gue sudah capek dari tadi mengejar-ngejar lo saja," ujar Hanifa dengan suara yang alay dan lebaynya itu.
"Bodo amat, itu bukan urusan gue," lagi-lagi Farel berjalan hingga membuat Nifa kesulitan menyamakan langkahnya.
"Farel, Farel, Fareeelll!" teriaknya semakin kencang, membuat kesabaran Farel semakin tipis setipis tisu.
"Brengsek, lo itu mau buat gue malu atau bagaimana sih, hah?" Farel pun menarik tangannya dan menghempaskannya.
"Lo bisa enggak satu hari saja enggak buat gue gila?" ujar Farel menahan emosinya. Rasanya ingin sekali Farel menampar wanita di depannya.
"Tapi gue yang selalu gila lo buat, gila mikirin lo saja," ujar Hanifa dengan lebay, membuat orang melihatnya semakin ingin menampar bibirnya yang terlalu berisik dan lebay itu.
"Kenapa lo harus hidup sih?" ujar Farel kesal menatap Hanifa dengan kesal.
"Kenapa coba?" tanya Hanifa malah seperti sedang main teka-teki.
"Karena kita itu jodoh," ujar Hanifa menjawab pertanyaannya sendiri. Farel pun memegang kedua pipinya dengan satu tangannya hingga bibirnya menonjol, dan Farel mendekatkan bibir miliknya ke bibir milik Nifa, tinggal sedikit lagi bersentuhan, Nifa langsung menangis.
"Belum lagi gue apa-apain lo sudah menangis," ujar Farel kesal ke gadis itu. Nifa langsung memegang pipi sebelah kirinya. Farel menatapnya, tangisnya bukan ketakutan melainkan kesakitan. Farel melihat pipinya yang merah sebelah kiri, seperti bekas tamparan.
"Pipi lo kenapa?" tanya Farel bingung. Dia merasa itu bukan ulahnya. Dia pastikan kali ini bukan ulahnya.
"Enggak apa-apa kok, gue pergi duluan, ya," ujar Hanifah untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang nantinya semakin detail.
"Gue antar lo," ujar Farel pada Hanifa. Rasanya senang, namun Hanifa sedikit malas mengiyakan.
"Memangnya lo mau mengantar gue?" tanya Hanifa bingung.
"Untuk kali ini saja," ujar Farel menjawab.
"Ayo!" Karena Hanifa sangat menantikan hal ini, maka Hanifa mengurungkan niatnya untuk melarang Farel mengantarnya. Dengan semangat dia mengucapkan ayo kepada pria itu.
"Makasih ya, sudah mau mengantar gue," ujar Hanifa senang sesampai di rumah Hanifa.
"Hm," jawab Farel cuek. Rasa takut menggemuruh di hati Nifa. Di mana dia harus menghadapi kedua iblis yang ada di rumahnya.
"Jam berapa lo pulang?" Baru di depan rumah, gadis itu langsung dimarahi bahkan disiram.
"Kenapa aku disiram?" tanya Hanifa. Hanifa bersyukur ini terjadi saat Farel sudah jauh dari rumahnya. Pasti dia akan lebih malu kalau Farel melihatnya.
"Kamu masih bertanya?" ujar Silvi dengan suaranya yang besar.
"Plak!" Tamparan lagi-lagi mendarat ke pipi Nifa sebelah kiri.
Di seberang sana, Farel menyaksikan semuanya. Farel memberhentikan motornya dan melihatnya dari kaca spionnya, namun semuanya tidak terlihat jelas pelakunya.