DUNIA KITA BERBEDA: ADHISTI DAN KENZO

Adhisti menoleh ke arah sang ibu. Ia membuka jubahnya dan menggantinya dengan pakaian yang biasa saja sepertinya ia akan membiasakan puterinya untuk melihat wujud ibunya yang dipenuhi sisik ular, agar tidak terkejut saat ia sudah dewasa.

"A0a maksud ibu?" tanyanya, sembari menyangkutkan jubahnya yang selalu menyebarkan aroma kasturi.

"Pemuda itu bukan pemuda biasa, ia sama dengan Dewi Pandita yang merupakan Titisan makhlum ghaib." Jawab Dewi Asru, lalu menggendong cucunya.

"Bu, Dita masih bayi, dan pemuda itu udah dua puluhan, dan itu tak mungkin, sudahlah, jangan terlau difikirkan," Adhisti sepertinya rak ingij terlalu membahasnya, sebab hal itu tak mungkin.

Ia memikih untuk mwmasak, sebab puterinya pasti sangat lapar.

Angkasa mengemudikan mobilnya. Ia kembali teribgat akan gadis kecil tersebut. "Saat ini aku berusia dua puluh tiga tahjn, dan saat ia berumur dua puluh tahun, aku sudah empat puluh tiga tahun, dah tua, dah bangkotan," gumamnya sendiri sembari menyetir dan tak terasa ia hampir saja memasuki gerbang kampus.

"Ih, apaan sih? Ngapain aku jadi ngitung umur?" omelnya pada diri sendiri, lalu memasuki gerbang kampus.

Ia baru saja memulai study lanjutan untuk meraih gelar Magisternya pada bidang bisnis . Sepertinya ia berniat untuk menjadi dosen sehingga berambisi menyelesaikan pendidikannya.

Sedangkan untuk Samudera, sepertinya tertarik untuk bidang kesehatan, mungkin mengikuti jejak almarhum ibunya, dan ia juga fokus dalam menempuh Magister kedokteran dan membuka rumah sakit yang diimpikannya.

"Angkasa, ayo sadarlah, hapus ia dari ingatanmu, iaasih terlalu bayi," celotehnya sembari berjalan menyusuri koridor dan tanpa sadar ia tersenyum sendiri dengan segala lamunannya.

****

Kenzo masih memikirkan apa yang baru saja dikatakam oleh Mirna. Ada sesuatu yang diletahui oleh sang wanita, dan sepertinya ia bukan wanita biasa.

"Apakah ia mengetahui tentang Adhisti? Tetapi tidak mungkin aku bertanya padanya." pria itu berguman dengan lirih, dan berjalan menuju parkiran untuk kembali ke kantornya.

Kenzo tiba dipelataran parkir. Saat ia akan membuka pintu kobil, ia mengendus aroma kenanga yang sangat kuat, dan ia terdiam sejenak, lalu memutar tubuhnya ke belakang, dan mengedarkan pandangannya ke seluruh arah tak ada yang dicarinya, hanya hiruk pikuk para pengunjung hotel yang berlalu lalang.

Wuuuuussh

Ia merasakan bulu kuduknya meremang, dan punggungnya menebal. Sepertinya ada sesuatu yang sedang mengawasinya, dan itu entah apa.

"Mengapa parfum ini mirip yang sering dikenakan oleh Lyra?" gumamnya dengan lirih, dan ia mengangkat kedua pundaknya, lalu membuka pintu mobil dan memilih untuk mengabaikannya.

Pria itu mulai mengemudi, dan meninggalkan pelataran parkir.

Sementara itu, Adhisti baru saja selesai memasak, Dewi Asri tadi berpamitan untuk pergi.

Tiba-tiba ia tersentak kaget saat melihat Dewi Pandita tidak ada ditempatnya. "Dita, kamu kemana, Sayang?" panggilnya dengan nada panik.

Ia melihat pintu terkunci, dan pastinya tidak mungkin jika puterinya memanjat jendela, dan kabur keluar.

Dewi Pandita terlalu hyper aktif, dan tidak bisa diam. Ada saja genrakannya yang membuat Adhisti harus kerepotan menjaganya.

Ia baru saja berniat akan memberi makan puterinya, tetapi sudah pergi menghilang entah kemana.

Adhisti memakai jhbahnya, ia melihat jika puterinya sedang berada ditempat yang jauh, dan ternyata ia sedang bermain dengan satu makhluk ghaib yang ternyata membawanya hingga jauh sekali.

Wanuta itu melesat untuk mengejarnya, dan sepertinya kemampuan Dewi Pandita yang dapat melihat para makhluk ghaib membuatnya berteman dengan mereka.

"Sementara itu, Kenzo melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi, dan saat melintasi jalanan sepi karena ada beberapa rute yang harus melewati perkebunan, ia mendadak harus mengerem dengan cepat, sebab melihat dua makhkuk beda alam sedang menyeberangi jalanan.

Ciiiiiiir

Kenzo membuat decitan ban mobil sehingga mobilnya berhenti mendadak.

Dadanya bergemuruh saat menyadari ada sesuatu yang ia tabrak barusan, dan ia melihat dua orang anak kecil yang berlarian dijalanan dan menyeberang dengan mendadak.

Deguban jantungnya begitu memburu, dan ia merasa telah menabrak seorang bocah.

Kenzo bergegas turun dari mobilnya, dengan wajah pucat dan gemetar ia melongok ke bawah kolong mobil dan berharap jika apa yang dilihatnya adalah salah.

Tiba-tiba saja seorang bocah berusia tiga tahun merangkak bersama sosok ghaib yang juga sama bocilnya dan menuju kearahnya.

Kenzo tersentak. Gadis kecil bermata biru dengan rambut ikalnya yang tampak pirang keluar dari kolong mobil dan menghampirinya.

Kenzo tercengang melihat bocah itu tak mengalami lecet sedikitpun, namun yang membuatnya semakin tak berkedip, bocah itu sangat mirip.dengannya saat waktu masih bayi.

Ditangannya terdapat sebungkus permen lolipop yang belum sempat terbuka bungkusnya. Bayi itu memberikannya pada Kenzo, dan dengan hati yang bercampur aduk, ia menerimanya.

Namun belum sempat ia berterimakasih, bocah itu menyentuh pipinya sembari mengulas senyum yang begitu manis, dan tiba-tiba ditarik teman ghaibnya.

Saat bersamaan, sekelebatan cahaya kuning keemasan menyambar tubuh sang gadis kecil, lalu membawanya pergi dengan begitu cepat.

Tiiiin

Suara klakson mobil dibelakang menyadarkannya, lalu membuay ia beranjak dari tempatnya dan kembali mengemudikan mobilnya.

Kenzo tiba didepan kantornya. Ia membawa lolipop disaku jasnya dan sepertinya tetap ia genggam dan fikirannya melayang menatap nanar. Ia teringat akan dua bola mata biru, sama saat tiga tahun lalu.

Lalu siapa yang membawanya pergi, dan mengapa bocah itu bertemqn dengan makhluk tak kasat mata.

Ia melihat dengan jelas jika sosok ghaib yang menjadi temannya seorang anak berusia yang hampir sebaya dengannya, berambut lurus, berwajah cantik dan diwajahnya penuh darah.

Sepertinya itu arwah penasaran karena mati tenggelam didalam bak kamar mandi dan tidak disadari oleh ibunya, dan kejadiannya sekitar tujuh jam yang lalu.

"Mengapa hatiku tak dapat lepas darinya?" Kenzo menyentuh pipinya yang mana saat tadi sempat disentuh oleh sang bocah dan lenbut kulitnya masih begitu terasa sampai saat ini.

"Siapa, Kau sebenarnya? Mengapa hatiku begitu tertaut padamu?" gumamnya dengan lirih, dab tanpa sadar telah memasuki lift.

Ia merohoh saku jasnya. Lalu mengeluarkan permen loipop tersebut dan ia memandanginya dengan hatinya berdebar cukup kencang. Bayangan wajah sang gadis kecil terlihat disana, dengan senyumnya yang begitu manis.

"Adhisti Kemana kau pergi? Tidakkah ada rindu dihatimu untukku, sedikit saja," gjmamnya lirih.

Entah mengapa hatinya saat ini terlalu sendu sejak bertemu dengan gadis kecil tersebut.

Bayangan wajah Adhisti selalu hadir setiap kali ia mengingat bocah kecil yang sudah mengubah dunianya.

Ada rindu yang menggebu, dan ada cinta yang masih ia jaga.

Pintu lift terbuka, ia melihat Lyra sudah berada dikoridor dan ia keluar dari dalam lift dengan menyimpan lolipop itu kembali disaku jasnya.