Siapa yang ingin bercerai? Bahkan jika hubungan pelik sekalipun seorang wanita akan berusaha mempertahankan rumah tangganya, terlebih ada bocah kecil lugu, polos dan tampan buah dari pernikahan mereka.
Namun, pada akhirnya dia menyerah, ia berhenti sebab beban berat terus bertumpu pada pundaknya.
Lepas adalah jalan terbaik meski harus mengorbankan sang anak.
Bekerja sebagai sekertaris CEO tampan, Elen tak pernah menyangka jika boss dingin yang lebih mirip kulkas berjalan itu adalah laki-laki yang menyelamatkan putranya.
laki-laki yang dimata Satria lebih pantas dipanggil superhero.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 - KEDATANGAN ELEN KE RS
"Pak Divine gak perlu khawatir, kedatangan saya kemari murni karena anda adalah boss saya. Tidak ada niat apapun, bahkan jika anda orang lain. Saya juga tidak perlu repot-repot buang waktu kemari karena anak saya menunggu di rumah..." Elen menjeda ucapannya, masih dalam posisi berdiri.
"Elen." Rafael menepuk pelan pundaknya.
"Semoga lekas sembuh ya, Pak. Saya pamit!" Elen membungkuk, mengabaikan Rafael kemudian berbalik melangkah meninggalkan ruangan Divine.
"Div, kau sungguh kekanakan. Elen kesini karena aku yang memintanya. Sebenarnya kau ini kenapa hm? Aneh sekali! Elen wanita malang dan kau begitu membencinya, apa ini tidak berlebihan?" tanya Rafael.
"Kan aku sudah bilang, jangan membawanya kesini!" tegas Divine.
"Hah, sudahlah. Aku antar dia pulang dulu, lain kali tahan emosimu. Bagaimanapun, Elen hanya berniat bekerja, dan bersikap baik pada bossnya, masalah pribadi tak perlu dicampur adukan." Rafael berbalik, meninggalkan Divine yang terdiam menatap nanar keluar jendela.
"What the f*ck!" maki Divine. Ia tak membenci Elen, sama sekali tidak. Emosinya naik turun setelah mendapat kabar bahwa Cassandra akan segera bertunangan dengan Noah.
Divine butuh pelampiasan untuk melupakan wanita itu. Di saat yang sama, ia bertemu Satria juga Elen. Dunianya sedikit teralihkan oleh Ibu dan anak itu, akan tetapi tak berselang lama, ia tau Rafael juga sedang mengejar Elen.
Divine membenci persaingan, sedari dulu ia terus menerus mengalah perihal wanita dengan Noah, tapi sekarang? Masalahnya kenapa harus Rafael yang jadi saingannya?
Rafael setengah berlari mencari Elen. Menurut perkiraannya, wanita itu masih ada di area rumah sakit mengingat jalan dari kamar rawat Divine ke pintu keluar cukup jauh.
Rafael mengedarkan pandangannya, saat menangkap sosok Elen berjalan tergesa, segera ia menghampiri dan memotong jalan.
"Elen..." panggilnya.
Elen mempercepat langkahnya, berusaha mengabaikan Rafael.
"Elen, berhenti sebentar."
"Ada apa?" Elen menoleh, mendapati Rafael menghalangi jalannya membuat Elen menghela napas.
"Tolong, ucapan Divine jangan diambil hati."
"Tak masalah, kami tidak ada hal istimewa apapun. Jadi aku tetap akan profesional. Sudah ya, aku pulang!" pamit Elen.
"Biar ku antar!" tanpa sadar Rafael mengamit jemari Elen lalu melangkah menuju parkiran rumah sakit.
"Jangan-jangan kau ingin bertemu Key?" tanya Elen dengan tatapan mata menyelidik.
Rafael mengerutkan dahinya, "ah aku hampir lupa, kue yang kubeli masih di mobil karena panik kecelakaan Divine kemarin!"
"Iyakah, hm. Aku pikir sudah habis," goda Elen.
"Aku mana sempat, begitu dengar Div kecelakaan aku langsung pergi."
"Kau benar-benar setia kawan!" puji Elen.
***
Setelah selesai mengantar Elen menjemput Satria. Untuk pertama kalinya setelah sehari semalam Rafael kembali ke rumah.
Kedatangannya disambut hangat oleh Idha.
"Apa itu sayang?" tanya Idha saat melihat sang putra menenteng plastik berisikan kue.
"Kue, oleh-oleh buat Momy!"
"Benarkah? Oh ya, bagaimana kabar Divine? Sudah membaik?"
"Dia pasti syok berat, kakinya lumpuh sementara Mom!"
"Astaga." Idha mengatupkan bibirnya sedikit tak percaya.
"Kue beli dari mana, Rafa? Kok banyak banget?" tanya Idha setelah membukanya satu persatu dan nampak lezat.
"Kue buatan toko Keyrasa, Mom! Enak kok, cobain deh. Temennya Elen yang punya," ujar Rafael kemudian merebahkan dirinya yang masih mengenakan jass ke atas sofa.
"Temennya Elen ya? Sudah menikah belum?" tanya Idha, sambil memotong kue-kue menjadi beberapa bagian, meletakkannya ke atas piring dan ia bawa ke meja dekat Rafael terbaring.
"Enak gak mom?" tanya Rafael.
"Enak, kok ada kue seenak ini?" puji Idha.
"Aku juga mikirnya gitu, Mom. Pertama kali nyicip, ketagihan. Kapan-kapan aku bawain lagi deh," ujar Rafael, kemudian mengubah posisinya menjadi duduk.
Hal itu tak berselang lama, karena panggilan ponselnya berdering.
Terlebih saat melihat nama yang tertera disana membuat Rafael segera meraih ponsel dan mengangkatnya.
"Hallo, Div? Ada yang perlu kubantu?" tanya Rafael terus terang.
"Ada, cari tahu apapun tentang Elen!" perintah Divine di seberang sana.
"Ah, Seorang Divine diam-diam ingin mengorek informasi tentang sekertarisnya!" ejek Rafael.
"Apa salahnya? Kau yang membohongiku, masih beraninya membantah."
"Oke oke, tapi kamu tau kan tak ada yang gratis..."
"Ck! Aku akan transfer dua puluh juta sebagai imbalan!" iming Divine.
"Aku sedang tidak butuh-butuh banget uang. Kau juga tau kan, aku dan Momy terbiasa hidup sederhana hingga sekarang. Uang bulanan yang kau transfer saja masih menumpuk di atm-ku."
"Kau sialan!" maki Divine.
"Oh ayolah, Brother!! Aku cuma mau kamu gak bersikap kekanakan pada Elen, bersikaplah layaknya laki-laki sejati yang melindungi gadis lemah," ujar Rafael.
"Kau! Hey, dia bukan gadis," kesal Divine.
"Oke oke, tunggu lima menit. Asalkan baik-baik sama Elen, tak perlu transfer bonus!" tegas Rafael sebelum memutus sambungan teleponnya.
Rafael segera meraih laptop, tak butuh waktu lama untuknya mengorek segala informasi tentang Elen. Namun, dirinya cukup terkejut mendapati hal yang janggal.
"Bram, jadi mantan suaminya bernama Bram."
Dahinya berkerut, terdiam cukup lama. Ternyata, Elen bukan hanya mendapat perlakuan buruk dari suaminya. Bahkan wanita itu sudah menderita sejak masih gadis.
"Miris, hanya karena garis keturunan yang tak sesuai dia bahkan tak merasakan apa itu hangatnya keluarga." gumamnya pelan.
"Mikirin apa?" tanya Idha saat melihat sang putra menatap benda di pangkuannya dengan kening mengkerut.
"Gak papa Mom! Hanya ada yang janggal dari kehidupan Elen."
"Kasian gadis itu," gumam Idha.
"Bukan gadis, Mom. Tapi aku selalu merasa Elen masih gadis, hehe. Divine sampai marah karena hal itu."
"Dia memang masih terlihat seperti gadis," ujar Idha.
"Momy ke kamar dulu," pamitnya.
Rafael mengangguk, setelah beberapa menit berkutat ia mengirim segala informasi tentang Elen ke e-mail Divine.
Di sisi lain, Divine yang sudah mendapatkan apa yang ia mau sedikit terkejut dengan kehidupan Elen dibaliknya.
"Jadi mantan suaminya salah satu pengguna obat? Mau heran, tapi..." gumam Divine.
"Bunda?" Divine terkejut saat bundanya masuk ke ruang rawatnya.
"Divine, maafin bunda baru bisa lihat kamu, bunda..."
Di belakang Morena, Wijaya berdiri dengan mata memanas menahan air mata. Divine terlihat muram mendengar keadaannya, tapi sebagai ayah ia tak bisa melakukan apapun untuk membuat putra kebanggaannya itu bangkit.
"Kamu yang sabar ya, Bunda dan Ayah kamu akan melakukan upaya agar kaki kamu normal lagi," ujar Morena tak kuasa menahan bulir bening membasahi kedua pipi.
"Bund, ini juga salahku. Aku tak konsen menyetir." Divine tak tega melihat raut mendung di wajah cantik Bundanya.
"Kamu nggak akan pernah sendirian sayang," gumam Morena memeluk sang putra.
"Yah, urusan kantor aku tidak bisa..."
"Jangan memikirkan hal yang tidak penting dulu, uang bisa dicari, perusahaan bisa dibangun, tapi kesehatan. Fokuslah sembuh!"
"Thanks, Yah. Bund! Kalian terbaik."
***
Seminggu sudah Divine dirawat di rumah sakit, hari ini ia sudah diperbolehkan pulang dan istirahat di rumah. Hal itu menjadi kebahagiaan untuk Wijaya dan Morena meski sang putra harus mengenakan kursi roda dan melakukan terapi penyembuhan.
Bukan hanya satu dua hari, bisa jadi satu bulan, dua bulan atau lebih. Semua tergantung semangat Divine untuk pulih.
"Bagaimana kabar Elen?" tanya Divine pada Rafael, saat assistennya menyempatkan diri ikut menjemputnya ke rumah sakit.
"Baik." singkat Rafael.
Divine terdiam, berpikir beberapa saat kemudian menghela napas.
"Aku kangen Satria," gumamnya pelan, hanya bisa didengar Rafael yang mendorong kursi rodanya.
Kini giliran Rafael yang terdiam, ia memang menyukai Elen dan Satria. Tapi untuk bocah kecil itu, Rafael hanya menyukainya! Belum sampai merindukannya.
LIKE KOMEN VOTE GIFT TERBAIK KALIAN GESS🏃🏼♀
RAHIM ELEN JUGA SUBUR....