Penyihir yang menjadi Buku Sihir di kehidupan keduanya.
Di sebuah dunia sihir. Dimana Sihir sudah meraja rela, namun bukan berarti tidak ada Pendekar dan Swordman di Dunia Sihir ini.
Kisah yang menceritakan pemuda yang memiliki saudara, yang bernama Len ji dan Leon ji. Yang akan di ceritakan adalah si Leon ji nya, adek nya. Dan perpisahan mereka di awali ketika Leon di Reinkarnasi menjadi Buku Sihir! Yang dimana buku itu menyimpan sesuatu kekuatan yang besar dan jika sampulnya di buka, maka seketika Kontrak pun terjadi!.
"Baca aku!!" Kata Leon yang sangat marah karena dirinya yang di Reinkarnasi menjadi Buku. Dan ia berjanji, siapa pun yang membaca nya, akan menjadi 'Penyihir Agung'!. Inilah kisah yang menceritakan perjalanan hidup Leon sebagai Buku Sihir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karya Penulis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 1
Saat ini tepat pukul delapan malam. Leon hanya bisa menunggu sampai pukul dua belas. Tak ada hal lain yang bisa ia lakukan. Gerakannya sangat terbatas, apalagi saat ini ia hanyalah sebuah buku. Mengingat sudah ribuan tahun ia hidup sebagai buku, tentu sangat membosankan. Ia tidak bisa bergerak, dan harus terus menunggu selama ribuan tahun. Itu membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Namun, Leon sudah terbiasa.
Namun, hal tak terduga terjadi. Tiba-tiba, seseorang berjalan di rak tempat Leon berada. Hanya pemuda itu yang masih ada di sana karena hari sudah malam.
“Ada orang…!?” batin Leon, terkejut namun juga senang. Padahal, tinggal beberapa jam lagi sebelum waktu terakhirnya.
“Hei! Hei! Hei!!”
Leon berusaha memanggil anak itu, meskipun tahu bahwa suaranya tak akan terdengar olehnya--bahkan jika ia berteriak sekuat tenaga.
Anak itu kini berdiri tepat di depan Leon, tetapi suaranya tetap tidak terdengar. Ia sibuk dengan tumpukan buku yang dibawanya.
Tanpa disengaja, anak itu berdiri tepat di depan Leon. Ia meletakkan tumpukan bukunya, lalu menoleh ke arah Leon. Namun, tampaknya ia tidak benar-benar melihat Leon, melainkan memperhatikan sebuah buku yang tergeletak di samping Leon, tepat di sebelahnya.
"Hey! Ayolah! Lihat ke sini! Lihat aku!"
Leon terus berusaha menarik perhatian anak itu, meski usahanya tampak sia-sia. Ya… mana mungkin ada yang tertarik membaca buku usang seperti dirinya?
"Tidak! Aku tidak mau menunggu lebih lama lagi! TIDAK MAU!!"
Teriaknya dengan suara yang menggema, penuh keputusasaan.
Namun siapa sangka, usahanya itu ternyata membuahkan hasil. Anak itu menoleh ke arah Leon, setelah mengambil buku yang ada di sebelahnya--buku berjudul Sihir Kuno.
"Ya! Tinggalkan buku sihir kuno itu! Pilih aku! Ambil aku!!"
teriaknya lagi dengan penuh harap.
Kemudian, tangan kiri anak itu mulai bergerak menggapai Leon. Ternyata, anak itu bisa mendengarnya. Walau tampaknya semua itu hanyalah kebetulan, dan memang kebetulan. Memang dia yang memilih untuk melihat ke arah yang berbeda--dan mungkin, memang tertarik pada Leon.
Karena telah terjadi kontak, suara Leon kini dapat terdengar oleh anak itu. Bukan hanya mereka yang memiliki kontrak yang mampu mendengar suaranya--siapa pun yang menyentuh Leon, akan bisa mendengar bisikannya.
"Bukalah... Bukalah sampulnya..."
Dengan suara yang dalam dan berwibawa, Leon berbicara. Ia akan melayani anak ini, bagaimanapun caranya. Meski keinginannya untuk berteriak begitu besar, ia menahannya. Ia sudah terlalu lama menunggu, dan kini ia tidak ingin menunggu lebih lama lagi.
"S-siapa?!"
Anak itu terkejut, tentu saja. Ia mendengar suara, namun tak melihat siapa pun.
"Aku adalah yang akan menjadikanmu seorang Penyihir Agung!"
Suara itu kembali terdengar, kali ini lebih kuat, penuh keyakinan.
"Bukalah sampulnya! Maka kau akan menjadi Penyihir Agung!."
Rayuan itu dilontarkan dengan segala daya. Leon melakukan segala cara agar anak itu mau menjalin kontrak dengannya.
“Sungguh!?” Tanya tak percaya anak itu. “Ya! Buka dulu sampulnya!” Terlihat kali ini Leon sangat tergesa-gesah, namun tetap dengan suara yang berwibawa.
“Beneran nih?” Tanya kembali pemuda itu, tidak nyangka dengan apa yang di bilang Leon. “Ya!!” Dengan penuh kepastian, Leon mengiyakannya.
Terlihat mata pemuda itu sangat berbinar dengan kaca matanya yang bulat. Tak mengira kalau ia akan menjadi Penyihir agung setelah membuka sampulnya, itulah pikirnya. Padahal skill sihirnya biasa biasa saja.
Cahaya yang begitu terang muncul, tepat ketika anak itu membuka sampulnya.
Sing!
Tak ada yang terjadi. Namun senyum dan mata membinar masih tetap tampak di muka anak itu.
"Yes!! Aku bebas...!!" Seketika suara yang berwibawa tadi hilang seketika. Bagai tak ada yang terjadi. Dan kontrak pun terjalin, dan tidak akan pernah putus, sampai pen kontrak mati.
"Siapa namamu nak?" Tanya Leon, namun dengan wujud barunya. Yaitu wujud manusia, yang hanya bisa dilihat oleh pen kontrak. Dengan baju hitamnya dan tubuh yang di penuhi tulisan kuno dengan rambut hitam, model acak, dan mata ungu yang seakan memiliki masa lalu yang suram. Dan muka yang tidak kalah keren dan tampan.
Dan sosok ini hanya untuk memudahkan komunikasi antar Leon dan pen kontrak, bukan berarti bukunya berubah menjadi manusia, bukunya masih tetap ada di genggaman tangan anak itu.
“Nama saya Lauren Martines,” ucapnya dengan suara ragu, namun penuh semangat.
“Martines?” Leon mengernyit, mengusap dagunya dengan penasaran. “Keluarga mana tuh..? Kok aku belum pernah dengar, ya?” lanjutnya sambil memiringkan kepala.
“Keluarga saya bukan dari kalangan bangsawan…” jawab Lauren, tatapannya menelusuri wajah Leon yang tampak kebingungan.
“Kenapa kau mengira aku dari keluarga bangsawan?” tanyanya lagi, kini dengan nada yang sedikit tersinggung.
“Oh… itu..-, bukan apa-apa,” jawab Leon cepat, suaranya terdengar canggung. 'Padahal aku berharap dia berasal dari keluarga hebat...' batin Leon, melanjutkan pikirannya dalam diam.
“Tuan Buku Siihir… Apakah sekarang aku Penyihir Agung!?”
Dengan tanya yg tak sabar dengan jawabannya. “Belum… kau harus belajar bersamaku dulu…”
Dengan tangan dilipat di dada. Seolah omongannya yang berwibawa tadi tak pernah keluar dari mulutnya.
“Sekarang, ayo kita mulai belajar!” Perintah sekaligus ajakan, Leon tersenyum bangga karena dirinya sudah bebas sekarang.
"Tapi..” Dengan pandangan tertunduk kebawah, Lauren berkata, namun nadanya berubah, seakan merasa kecewa. "Aku tak ingin belajar sihir.” Berkata kepada Leon yang sudah mendahuluinya, yang membuat Leon tersentak. Dan berbalik.
“Apa!?” Tanya kaget Leon dengan muka yang hancur sudah harapan. "Mengapa baru bilang sekarang?!!” Tanya dengan suara keras, dan menuju ke Lauren.
“Saya ingin menjadi ksatria! seperti keluarga saya, dan saya kira tadinya saya akan langsung menjadi Penyihir Agung*, tapi jika harus belajar dulu, saya tidak mau~" Sembari tangan di belakang kepala.
*Adalah Penyihir tingkat teratas.
Dengan muka yang pucat, Leon hanya bisa terdiam.
“Dasar!!!” Teriak Leon. “Tahu begitu, pasti aku tidak susah-susah meneriakimu!! Dan menuju ke perpus selanjutnya!! Bocah sialan!! Dasar!!”
Leon sangat frustasi, dan tak ingin menunggu di situ lebih lama lagi.
Mendengar itu, tentu saja Lauren tak tahan.
“Kau yang nge-rayu aku!! Dasar buku bodoh!!” Teriak balas Lauren sembari men campak buku itu kembali ke raknya.
Tuk!
Dan pergi dengan buku yang satunya lagi, dengan emosi yang mendidih.
'Tidak! Tidak lagi!!!' Batin Leon, "Iya! Perintah Kontrak!" Katanya. perintah kontrak, itu adalah perintah yang tak bisa dibantah oleh pen kontrak.
"Hei kau kembalilah! Kuperintah kau!" Teriak Leon. Namun sepertinya itu tidak bekerja. Lauren semakin memperbesar tawanya.
“Dasar!! Mengapa ini tidak bekerja!?” Kali ini emosinya benar-benar memuncak. Mengingat dirinya akan menunggu lagi, itu sangat menyebalkan. Rasanya ia benar-benar ingin membatalkan kontraknya. Dan itu hanya ada 1 cara, yaitu pen kontrak mati.
“Bocah tengil!!! Matilah kau!! MATI SAJA SANA KAU!!! MATILAH!!! D.A.N!!! MATILAH!!!! TERPLESÉTLAH!!”
Teriak Leon tanpa berpikir panjang, yang ada di isi kepalanya hanyalah tidak mau menunggu sampai anak itu mati, tak mau menunggu lebih lama lagi. Namun, di saat itulah perintah Kontrak berfungsi kembali.
Dan seketika perintah terlaksanakan
Di saat Lauren sedang tertawa sepuas-puasnya, tiba-tiba, tanpa ada sesuatu pun ia tersandung, tidak ada batu atau semacamnya, kakinya terpleset, dan...
TUGGGH!!!
Darah ber muncratan di mana-mana. Kepala Lauren yang malang bocor, yang membuatnya tak sadarkan diri. Mati di tempat, tepat jam 08:30. Matanya putih, pucat seketika.
"A-AP-PA?" Leon sangat sangat sangat tidak menyangka. Tergagap gagap. Menyesal? Mengapa? Jika Lauren tidak mati, pasti ia akan menunggu lebih lama, jadi? Mengapa menyesal?.
Namun mau berapa banyak luka yang ia terima di masa lalu, namun ia masih tetap manusia. Rasa empati pun keluar, walau tidak seluruhnya menyesal.
"Anak yang malang... Semoga mayatnya lekas di temukan" Gumam Leon, namun kali ini sepertinya ia benar benar merasa kasihan. Bukan merasa bersalah." Kalau di lihat lihat, kasihan juga ya?" Dan tetap menolak rasa bersalah yang datang di hatinya. "Bukan salah ku kan?" Tanya Leon pada diri nya sendiri.
...
Malam itu, mayat itu di temukan pada jam 9, tepat jam sembilan. Dan beritanya akan sangat menyebar di kalangan Akademi, dan untung nya Lauren bukan dari keluarga bangsawan.