Menjadi istri kedua hanya untuk melahirkan seorang penerus tidak pernah ada dalam daftar hidup Sheana, tapi karena utang budi orang tuanya, ia terpaksa menerima kontrak pernikahan itu.
Hidup di balik layar, dengan kebebasan yang terbatas. Hingga sosok baru hadir dalam ruang sunyinya. Menciptakan skandal demi menuai kepuasan diri.
Bagaimana kehidupan Sheana berjalan setelah ini? Akankah ia bahagia dengan kubangan terlarang yang ia ciptakan? Atau justru semakin merana, karena seperti apa kata pepatah, sebaik apapun menyimpan bangkai, maka akan tercium juga.
"Tidak ada keraguan yang membuatku ingin terus jatuh padamu, sebab jiwa dan ragaku terpenjara di tempat ini. Jika bukan kamu, lantas siapa yang bisa mengisi sunyi dan senyapnya duniaku? Di sisimu, bersama hangat dan harumnya aroma tubuh, kita jatuh bersama dalam jurang yang tak tahu seberapa jauh kedalamannya." —Sheana Ludwiq
Jangan lupa follow akun ngothor yak ...
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
Tiktok @Ratu Anu👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Calon Madu
Sheana Ludwiq adalah seorang guru honorer di salah satu sekolah swasta. Wanita yang selalu berpenampilan sederhana dan cukup menutup diri, hingga untuk mencari calon suami pun, dia harus dibantu oleh ayahnya.
Ya, Sheana telah dijodohkan satu bulan yang lalu dengan pria bernama Firza, dan mereka berencana akan menikah tahun depan.
Namun, saat dia baru saja pulang mengajar, tiba-tiba dia dihadapkan dengan pembicaraan serius antara ayah dan kakaknya, sementara sang ibu yang sudah lama sakit stroke, kini hanya bisa berbaring di atas ranjang.
"Harapan kami hanya kamu, Shean!" ucap Darius setelah menjelaskan panjang lebar, sang ayah yang merupakan seorang mantan bupati. Namun, setelah berhenti menjabat kini dia hanya bekerja serabutan karena usahanya mengalami kebangkrutan. Ditambah sang istri yang sakit-sakitan.
"Apa maksud, Ayah?" tanya Sheana dengan kening mengernyit. Dia bukan tidak mengerti, tapi dia hanya ingin memastikan bahwa sang ayah tidak setega itu menjual dirinya, dan membatalkan perjodohan yang sudah dia terima.
"Shean, Ayah berhutang banyak pada keluarga Tares. Bahkan mereka yang memberi modal saat ayah mencalonkan diri menjadi bupati. Sekarang mereka meminta semua uang itu kembali atau jika tidak—setidaknya kita membalas budi dengan menjadikan kamu istri kedua dari anak Tuan Tares, yaitu Tuan Ruben!" jelas Aretha yang mendengarkan secara langsung pembicaraan Darius dengan Ruben yang berlangsung cukup kalut.
Mendengar itu, tentu saja Sheana sangat shock. Kenapa sekarang malah dia yang dikorbankan? Apakah tidak ada cara lain?
"Jadi istri kedua? Kalian gila ya, aku tidak mau! Aku sudah punya calon suami dan berencana untuk menikah. Itu juga Ayah kan yang menawarkannya padaku, terus apalagi ini?" sentak Sheana langsung menolak mentah-mentah.
"Kakak juga tahu. Tapi Tuan Ruben itu jauh lebih kaya dari pada Firza, Shean. Dia bisa menjamin hidupmu sepuluh kali lipat! Membiayai ibu juga. Lagi pula dia hanya menginginkan kamu untuk mengandung anaknya, itu juga tanpa berhubungan. Kurang enak apa?!" balas Aretha menggebu, bahkan sambil menunjuk wajah Sheana yang sudah berkaca-kaca.
"Enak? Kalau begitu Kakak saja sana!" balas Sheana tanpa pikir panjang. Namun, dia malah mendapatkan sebuah tamparan keras yang membuat Darius juga ikut terkejut.
Plak!
"Aretha!" seru Darius buru-buru menegur putri sulungnya. Kalau begini ceritanya, Sheana pasti akan semakin sulit dibujuk. Akan tetapi Aretha justru semakin berapi-api.
"Andai aku belum menikah! Aku akan melakukannya tanpa kamu suruh Shean! Apa sulitnya sih berkorban sedikit untuk keluarga? Aku bahkan tidak iri melihat kamu yang dikuliahkan oleh Ayah sampai sarjana, sedangkan aku? Aku banting tulang sendiri! Aku juga merasakan kejayaan Ayah hanya sebentar karena habis itu kita miskin lagi. Dan sekarang kamu minta aku yang melakukannya?" cerocos Aretha sambil melampiaskan unek-unek yang selama ini dia tahan. Sementara Sheana hanya bisa menangis sambil memegangi pipinya yang terasa panas.
"Menangislah! Menangislah sesukamu. Dasar egois! Di pikiranmu pasti hanya ada kebahagiaanmu sendiri," cibir Aretha lagi seraya melenggang dari sana dengan emosi yang meletup-letup.
"Shean, maafkan Ayah," ucap Darius dengan wajah bersalah. Dia pun berusaha menenangkan Sheana yang baru saja mendapat amukan dari putri sulungnya. "Jika kamu tidak mau ya sudah. Tapi tolong nanti jaga ibu. Karena pasti keluarga Tuan Tares tidak akan diam saja."
Mendengar itu Sheana makin tergugu. Sekarang dia harus apa? Kenapa keluarga Tares malah memilihnya untuk dijadikan istri kedua? Kenapa tidak yang lain saja.
*
*
*
Semalaman Sheana berpikir, tetapi dia tak kunjung mendapatkan jalan keluar atas permasalahan keluarga yang mengorbankan hidupnya ini. Semua terasa buntu, hingga Sheana benar-benar merasa pusing dan akhirnya tertunduk pasrah.
Pagi ini Sheana bangun dengan mata sembab. Bahkan dia hanya tidur dua jam dan tak berniat untuk ikut sarapan bersama keluarganya. Darius sudah mencegah Sheana yang ingin langsung pergi ke sekolah, sementara Aretha terlihat acuh tak acuh, perdebatan mereka membuat wanita itu malas untuk bicara dengan adiknya.
"Shean, makanlah dulu!" titah Darius, tak ingin sang anak sakit karena terlalu banyak berpikir sampai lupa segalanya.
Sheana menatap ke arah Aretha. Kakaknya membisu dan tak mengucapkan sepatah kata maaf pun padanya. Artinya Aretha takkan menarik apa yang sudah keluar dari mulutnya. Membuat Sheana merasa miris. Ternyata sang kakak benar-benar tak memikirkan perasaannya sedikit pun.
'Di matanya aku hanya seorang pembangkang.' batin Sheana sambil menelan ludahnya getir.
Akhirnya Sheana menggelengkan kepala. "Tidak, Ayah. Aku akan sarapan di kantin sekolah saja. Aku akan terlambat jika harus menikmati sarapan bersama kalian." Ujarnya, lalu bergegas pergi tanpa menunggu respon Darius.
Darius menatap kedua putrinya secara bergantian. Aretha terlihat makan dengan kunyahan kasar, lalu meminta agar suaminya juga cepat-cepat menghabiskan makanan yang ada di piringnya.
*
*
*
Beranjak siang, ketika para siswa sedang menikmati waktu istirahat mereka. Tiba-tiba ada yang datang ke sekolah Sheana dan mencari gadis itu. Sosok berambut panjang sepinggang dengan setelan yang sangat modis, ditambah pernak-pernik mahal yang menempel di anggota tubuhnya.
"Bu Sheana, ada yang mencarimu. Dia ada di ruang tata usaha," ucap salah seorang rekan guru kepada Sheana. Sheana yang baru saja tiba di mejanya pun tampak mengernyit. Siapa yang tiba-tiba mencarinya?
"Siapa ya, Bu?" tanya Sheana penasaran, sambil melangkah menjauhi meja.
"Saya kurang tahu, tapi tadi dia nyebutin nama—Nyonya Felicia," jawabnya.
Sheana yang sama sekali tak mengenali nama itu memutuskan untuk langsung menemuinya. Lipatan di dahi Sheana terlihat semakin dalam saat melihat seorang wanita duduk di kursi roda.
"Hai, Anda Bu Sheana?" sapa Felicia lebih dulu sambil mengulurkan tangan kanannya. Sementara mata wanita itu memindai tubuh Sheana dari atas sampai bawah. Tidak terlalu buruk, tapi jika dibandingkan dengannya tentu sangat jauh. Apalagi kasta mereka berbeda.
Sheana mengangguk bingung. Sambil berusaha tersenyum, ia menyambut uluran tangan Felicia.
"Aku Felicia—apakah Bu Sheana punya waktu untuk bicara? Aku ingin ngobrol-ngobrol sebentar," ujar Felicia dengan ramah dan bahasa tubuh yang begitu anggun. Siapa saja yang melihat tentu sudah bisa menilai bahwa Felicia bukan dari kalangan biasa.
"Bicara tentang apa ya? Dan dari mana Nyonya Felicia tahu tentang saya?" Sheana memberanikan diri untuk bertanya, karena perasaannya mendadak tak enak. Apalagi saat ini mereka benar-benar hanya berdua, seolah semua orang memberi ruang pada Felicia untuk menemuinya.
Felicia tersenyum simpul.
"Aku istri Ruben, bukankah kamu yang akan menjadi maduku?" jawab Felicia tanpa ragu.
Deg!
Jantung Sheana langsung mencelos mendengar fakta tersebut.
jadi ketagihan sma yg baru kan .... wah ternyata