Xaviera wanita berusia 25 tahun, seorang anak dan cucu dari keluarga konglomerat. Namun kehidupan sehari-harinya yang berkilau bagaikan berlian berbanding terbalik dengan kisah asmaranya.
Perjodohan silih berganti datang, Setiap pria tidak ada yang benar-benar tulus mencintainya. Menjadi selingkuhan bahkan istri kedua bukanlah keinginannya, melainkan suatu kesialan yang harus di hadapi. Sebuah sumpah dari mantan kekasihnya di masa lalu, membuatnya terjerat dalam siksaan.
Suatu hari, pertemuan dengan mantan kekasihnya, Rumie membuatnya mati-matian mengejarnya kembali demi ucapan permintaan maaf dan berharap kesialan itu hilang dalam hidupnya.
Akankah Xaviera bisa mendapatkan maaf yang tulus dari Rumie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Pertunangan batal, dan untuk kedua kalinya keluarga Xaviera berada di titik kekecewaan.
Xaviera mendekat ke arah pria yang telah berdusta padanya, kemudian memberi tamparan keras di pipi pria tersebut.
“Dasar b4jingan!” ucap Xaviera, mendorong pundak pria tersebut, hingga perkelahian antar dua keluarga pun semakin memanas.
Keluarga Xaviera menyalahkan keluarga pria yang tidak jujur sejak awal, sedangkan keluarga pria menyalahkan keluarga Xaviera yang bersikap lancang dan tidak sopan karena tamparan yang diberikan.
“Harusnya bisa kita bicarakan baik-baik!” ucap wanita, yang berdiri di samping calon tunangan Xaviera. Dia kakak perempuan pria tersebut.
“Semua bukti ada di depan mata! Bahkan wanita itu juga ada disini! Apa yang perlu dibicarakan,” ucap Xaviera lantang.
Sedangkan Pria yang menjadi akar permasalahan ini hanya diam, menarik tangan kekasihnya yang tengah hamil keluar dari ruangan.
“Jangan salahkan seutuhnya masalah ini pada kami, aku mengenal adikku. Dia tidak mungkin melakukan hal hina itu. Wanita itu pasti berbohong!” calon kakak iparnya masih mencoba membela pria yang jelas berdusta.
Xaviera mendengus kesal, kemudian menarik taplak meja yang diatasnya dipenuhi makanan untuk tamu undangan, hingga semua makanan itu jatuh berhamburan di lantai. Gelas dan piring juga berjatuhan di lantai, hingga serpihan kacanya berserakan.
Keluarga dari pihak pria berteriak histeris, melihat aksi Xaviera yang arogan.
“Dasar, wanita tidak punya etika!” gerutu calon kakak iparnya, yang sekarang keduanya kembali menjadi orang asing.
Keluarga dari pihak pria keluar dari ruangan satu persatu, meninggalkan kekacauan. Sedangkan, saat ini Ibunya Xaviera tengah duduk terdiam dengan tatapan kosong. Seolah masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Ayah Xaviera mendekat dan memberikan tamparan yang keras di pipi kiri Xaviera.
“Kesialan apa yang kau bawa! Katakan!” gertak Ayahnya.
“Apa maksud Ayah?” Xaviera terkejut dengan ucapan ayahnya. Sikap lembut dan hangat itu hilang seketika dari wajah ayahnya saat ini.
Ayahnya hanya diam tidak memberikan kejelasan, pergi dari hadapan Xaviera dengan penuh amarah dan rasa malu yang menumpuk di dada.
Semua tamu undangan, satu persatu meninggalkan ruangan. Saling berbisik, membicarakan tentang kegagalan acara ini.
Xaviera menatap sekeliling, setiap sudut ruang tamu keluarga yang sudah di dekor dengan indah tidak memiliki arti apa pun.
Ibunya mendekat ke arahnya, “Kemasi pakaianmu, malam ini juga kamu pergi ke Jerman.”
Xaviera menoleh ke arah Ibunya, terkejut dengan keputusan ibunya yang menyuruhnya pergi secara mendadak.
“Ini bukan salahku? Pria itu yang pembohong,” ucap Xaviera, kemudian menyentuh tangan ibunya, berharap dukungan karena dia juga sama-sama hancur atas kegagalan pernikahannya kedua kali.
“Lepaskan!” Ibunya menarik kuat tangannya, dan menyingkirkan tangan Xaviera.
“Ibu, aku tidak ingin pergi ke Jerman.” Xaviera mengikuti langkah ibunya, menaiki tangga.
Terakhir kalinya saat SMP dia tinggal di Jerman dengan neneknya yang sangat kaku dan pemarah, mengengkang semua apa yang dilakukannya.
“Kau ingin menambah masalah dengan membuat nama keluarga menjadi buruk! Tinggal di sana sementara, sampai semua ini reda,” kata Ibunya, melotot tajam. Perintah itu seakan tidak menerima bantahan.
“Tapi jangan Jerman.” Xaviera, berlutut di depan ibunya.
“Diam! Tutup mulutmu! Lakukan perintah ibu, dan jangan kembali sampai aku menyuruhmu pulang!” gertak Ibunya, kemudian mendorong tangan Xaviera yang menyentuh kakinya.
Xaviera mendongak, menatap wajah ibunya dengan kesal.
Gagalnya acara pertunangan Xaviera menjadi berita utama di berbagai stasiun televisi. Mereka membahas tentang berakhirnya hubungan Xaviera dengan seorang direktur kaya yang sebelumnya diharapkan akan menjadi pernikahan termegah tahun ini.
Keluarga Xaviera kini menjadi sorotan publik, dengan banyak spekulasi dan pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik pembatalan tersebut. Selain karena seorang wanita yang mengaku menjadi kekasih sang direktur, spekulasi lain muncul, jika Xaviera yang membuat drama itu terjadi dengan alasan tidak menginginkan pernikahan. Media terus memberitakan dan menganalisis situasi ini, membuat keluarga Xaviera berada di bawah tekanan publik.
Sebuah paspor dan visa dilempar ibunya di wajah Xaviera, “Cepat pergi ke mobil lewat pintu belakang, jangan sampai wartawan melihatmu!”
Xaviera hanya diam, kemudian menyuruh pelayanannya membawakan kopernya masuk kedalam mobil. Dengan langkah yang berat Xaviera meninggalkan rumah, kali ini bukan karena dia melarikan diri melainkan diusir.
“Sialan! Kenapa harus seperti ini?!”
Xaviera masuk kedalam mobil dengan wajah yang kesal.
Ketika koper sudah masuk dalam bagasi, pelayan segera menutup pintu mobil. Dua mobil yang sama persis berada beriringan, salah satunya akan menjadi umpan wartawan.
Ketika wartawan terlihat mengejar mobil yang salah, Xaviera segera menancap gas dan keluar dari gerbang belakang. Mobilnya melaju pergi ke bandara.
“Aku kira, meninggalkan Rumie hidupku akan bahagia.” Xaviera mengeluh kesal.
Sesaat pikirannya penasaran dengan kehidupan Rumie setelah mereka memutuskan berpisah.
“Apakah kamu bahagia? Apa aku saja yang menderita?” Xaviera terus menggumam.
Saat matanya menatap lurus, melihat jalan menuju lokasi rumah Rumie. Membuat, Xaviera membanting stir dan memilih menemui Rumie.
Hatinya berdebar-debar, saat ini bagaikan menelan ludahnya sendiri setelah berjanji tidak akan menemui Rumie lagi.
Tiba di depan rumah Rumie, Xaviera tidak berani langsung turun dari mobilnya. Dia mengamati sekeliling. Rumah itu tampak gelap, tidak ada sinar lampu satupun menerangi.
Tok Tok
Seorang pria tua mengetuk jendela mobil, Xaviera terkejut melihat pria tetangga sebelah yang tinggal di samping rumah Rumie masih mengenalinya. Dengan cepat, Xaviera menurunkan kaca jendelanya.
“Kau mencari Rumie?” tanya pria tua tersebut.
Xaviera mengangguk, “Apa dia sudah pulang bekerja?”
Pak tua menggelengkan kepalanya, kemudian menoleh ke arah rumah Rumie yang gelap, “Sudah 3 bulan dia tidak kembali kerumah, aku dengar dia mengalami kecelakaan, tapi dia tidak pulang.”
Sontak Xaviera pun terkejut, “Apa? Kecelakaan?”
Sebagian hatinya membenci Rumie, namun hati kecilnya peduli dengan masa lalu.
Xaviera turun dari mobil, kemudian berjalan masuk ke arah rumah Rumie. Bahkan pintu rumah hanya tertutup tidak terkunci.
Xaviera menyalakan lampu, dan melihat kondisi rumah yang tidak berbeda sejak terakhir dia tinggalkan. Semua barang miliknya yang berserakan di lantai masih sama.
“Apa yang terjadi dengannya?”
💙💙💙💙
Kilas balik peristiwa 3 bulan lalu.
Rumie mengalami kecelakaan dengan sepeda motornya, saat terjadi laka antara mobil dan truk dia menjadi salah satu korban yang mengenai hantaman mobil yang berputar ke arahnya hingga sebelumnya ringsek menatap tiang.
Dengan tubuh yang setengah sadar, dari kejauhan dia melihat wanita dengan gaun pengantin berlari mendekat. Namun, bukan kearahnya. Wanita itu Xaviera, yang menangisi pria lain.
“A … aku disini. Apa kau … kau tidak melihatku?”
Air mata tumpah, jari-jari nya seakan ingin menyentuh Xaviera dari kejauhan. Memanggil nama “Xaviera” dengan lirih berulang kali. Rumie yang berusaha ingin bangkit, tiba-tiba tubuhnya goyah kembali hingga akhirnya kehilangan kesadaran.