Nadira Keisha Azzura pertama kali co-ass di rumah sakit ternama, harus mengalami nasib buruk di mana Bapaknya masuk UGD tanpa sepengetahuannya akibat tabrakan, lalu tak lama meninggal dan sebelumnya harus mendengar ijab kabul mengatasnamakan dirinya di kamar Bapaknya di rawat sebelum meninggal. Pernikahan itu tanpa di saksikan olehnya sehingga dia tidak mengetahui pria tersebut.
Sedangkan dia hanya memiliki seorang Bapak hingga dewasa, dia tidak mengetahui keberadaan kakak dan Ibunya. Dia di bawa pergi oleh Bapaknya karena hanya sosok pria miskin dan mereka hanya menginginkan anak laki-laki untuk penerus.
Bagaimana nasib Nadira selanjutnya? akankah dia hidup bahagia bersama suaminya? akankah Nadira bisa menerima siapa suami dan siapa yang telah menabrak Bapaknya? Akankah dia bertemu dengan keluarganya?
Yu saksikan ceritanya hanya di novel 'Suami Misteriusku ternyata seorang Dokter'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dira.aza07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 ~ Hari yang buruk
Ketika matanya tertuju ke arah pria paruh baya itu, badannya gemetar, langsung mengeluarkan cairan bening dari matanya dan .... "Ba-Bapak ..., bangun Pak, kenapa Bapak ada di sini? sejak kapan Bapak ada di sini? Bapak kenapa Pak? bangun Pak bangun, ada apa ini?" Teriak Nadira dengan tangisan yang histeris.
Klek - pintu di buka oleh seseorang.
"Dira ...? ada apa? kenapa kamu menggoyang-goyangkan tubuh pasien seperti itu?" Tegur Dokter Thomas saat memasuki ruangan pasien tersebut.
Nadira pun melirik ke arah seseorang yang sedang menegurnya.
"Di-dia Bapakku Dok, ada apa ini? Bapakku kenapa Dok? kenapa ga bangun bangun?, kenapa dia sampai ada di sini?" Nadira mencecar segala pertanyaan kepada Dokter Thomas hingga tubuhnya melorot, kini Nadira berdiri hanya dengan menggunakan kedua lututnya.
Thomas pun tercengang saat Dira mengatakan dia adalah Bapaknya.
"Bangun Ra, jangan seperti ini. Saya juga tidak tahu kenapa beliau ada di sini, beliau saat ini sedang koma, semoga tidak terjadi apapun ya, bangun yu!, kalau kamu begini Bapakmu bisa sedih, justru kamu harus kuat jadi Bapak bisa bangun dengan cepat dengan segala support yang kamu berikan, kamu tentu tahu hal itu bukan?" Thomas memberikan semangat kepada anak Koas tersebut.
Nadira pun bangun dan mengusap air matanya dengan kasar. "Pak, tapi Bapakku bisa bangun dan kembali padaku kan Pak?" Tanya Nadira seakan anak kecil yang butuh kepastian.
Dokter itu tersenyum, dan menghapus air mata Nadira, "Dengar Dira, saya hanya seorang Dokter, saya hanya bertugas semampu saya untuk mengobati pasien, selebihnya itu keputusan Allah, kamu banyak-banyaklah berdoa kepada-Nya ya," ujar Thomas mengingatkan.
Maaf gue gatau Ra, kalau beliau ini Bokap Lo, Gue juga gatau kejadian sebenarnya, semoga saja Bokap lo baik-baik aja ya Ra, gue bingung Ra, Gue pengen banget meluk Lo biar Lo tenang, tapi itu ga mungkin gue lakukan karena bisa dapat fitnah bagi Lo yang notabene wanita yang baik. Batin Thomas sambil menatap sendu wajah Nadira.
Nadira hanya terdiam membisu, tubuhnya berasa kaku, gadis itu melirik secara perlahan pada sang Ayah yang sedang berbaring di brankar kasur di ruangan tersebut.
Dada gadis itu terasa sesak, tak mampu lagi dia berkata-kata, Nadira dibantu duduk oleh Thomas, tanpa mengatakan terimakasih, Nadira mengikuti arahan tangan Thomas kepada sebuah kursi di samping pasien.
Kemudian Thomas melepaskan tangannya yang telah membantunya duduk, Nadira kembali tertunduk di dekat lengan Bapaknya. Hingga terdengar isakan tangis memilukan keluar dari mulut Gadis cantik itu.
Thomas pun terhenyak mendengar suara tangis itu, dia mensejajarkan tubuhnya mendekati tubuh Nadira yang berdiri dengan kedua lututnya.
Thomas mengusap punggung Nadira dengan lembut berharap itu bisa membuatnya tenang.
Tak lama handphone Nadira berdering, dia pun mengangkat teleponnya.
"Ya hallo sis?" Tanya Nadira dengan suara paraunya.
"Lo Di mana? Kenapa lo ga balik lagi ke meja?" Tanya Siska dengan heran.
"Maaf gue masih di ruangan pasien tadi, maaf gue izin!" sesalnya dalam telepon tersebut.
"Lo kenapa? kenapa suara lo begitu? lo habis nangis? ada apa? ga perlu izin kali waktu kerja kita habis," jelas Siska dengan rasa penuh khawatir.
Namun Nadira hanya terdiam mendengar segala yang di ucapkan Siska.
"Ra hallo, lo di mana? gue samperin lo, gue mau kasih tas lo sambil pulang, lo masih di ruangan no 10 itu kan?" Tanya siska memastikan.
"Iya thanks," sahut Nadira singkat yang langsung menutup teleponnya sebelah pihak.
Kembali Nadira menatap sang ayah yang berada di hadapannya.
"Sabar ya, semoga Bapakmu baik-baik saja dan cepat sadar dan bisa berkumpul kembali denganmu." Thomas kembali mengusapkan tangannya ke punggung Nadira.
"Iya Pak, terima kasih banyak." Nadira dengan bersedih menatap sang ayah.
Tak lama temannya pun datang dengan membuka pintu ruangan tersebut secara perlahan, kemudian menghampiri Nadira.
"Eh ternyata ada Pak Thomas," Ujar Siska yang tersentak kaget ketika membalikkan tubuhnya hendak mendekati Nadira.
Thomas pun tersenyum, "Kebetulan sekarang ada kamu sis, kalau begitu saya permisi dulu ya." Thomas melirik Siska, kemudian beralih kepada Nadira, "Karena sekarang kamu sudah ada temannya, saya tinggal dulu ya!" ucap Thomas kepada Nadira ketika hendak keluar.
"Iya pak terima kasih," ujar Nadira dengan tersenyum getir.
Thomas pun keluar ruangan yang diganti oleh Siska dengan mendekati Nadira
"Lo kenapa kok bersedih? "Tanya Siska dengan memegang bahu temannya.
"Sis ... Kamu tahu bapak ini, dia adalah Bapakku," ujar Nadira dengan suara getir hendak menangis.
"Jangan bercanda," sahut Siska tidak percaya.
"Terserah lo mau percaya atau enggak sama gue. Tapi thanks atas tasnya, Lo duluan aja balik soalnya gue mau nungguin bokap gue dulu, mungkin gue bakal nginep di sini," sahut Nadira menjelaskan.
"Oke gue percaya, tapi permasalahannya kenapa tiba-tiba bokap lo ada di sini? sedangkan lo sendiri nggak tahu ada bokap lo yang sedang dirawat? bahkan kabarnya bokap lo korban tabrakan," jelas Siska yang tidak paham akan segala kondisinya.
Nadira pun tercengang tatkala mendengar yang dikatakan oleh Siska, dengan memandang wajah Siska dengan membulatkan kedua matanya.
"APA?, APA bener yang lo katakan kalau bokap gue korban dari tabrakan?" Tanya Nadira dengan wajah penuh keseriusan.
"Lo belum tahu kabar ini?" Siska mengerutkan keningnya, dan dia teringat akan sesuatu, "Oh iya kabar ini datang saat Lo lagi sibuk ngurusin pasien lain setelah melakukan operasi. Betul ini korban tabrak lari, yang di tangani oleh dokter Thomas. Tadinya mau ditangani oleh dokter Ken hanya saja operasi besar Dokter Thomas tidak dapat melakukannya sehingga dituker lah oleh dokter Thomas," jelas Siska dengan panjang lebar.
"Kenapa tega sekali? apa dia yang menabraknya tidak melihat seorang bapak-bapak yang sedang membawa gerobak sayur sebesar itu?, tidak tahu lagi aku harus berbuat apa jika gue harus hidup tanpanya. Lihatlah sampai sekarang pun beliau belum sadarkan diri. Gue nggak punya siapa-siapa lagi selain beliau, sis," sahut Nadira dengan berlinang air mata.
"Hust itu ngomong ke mana aja, Kalau ngomong itu yang baik-baik jangan ngelantur ke mana aja, ingat kata-kata itu adalah doa, jadi lebih baik kamu banyak berdoa daripada berpikir yang macam-macam itu lebih baik," ucap Siska yang mengingatkan Nadira.
"Lo bener banget sih thanks ya udah ngingetin gue, thanks juga lo udah jadi temen gue di sini, sebaiknya sekarang Lo cepet balik pasti orang tua lo pada nungguin di rumah," ucap Nadira kepada Siska yang penuh dengan pengertian.
"Oke gue balik duluan jaga diri lo!, dan jangan lupa isi perut Lo, takutnya lo yang malah sakit. Ya udah gue balik dulu ya jaga diri lo jangan sampai lo sakit. Maaf gue nggak bisa nemenin lo, semoga bokap lo cepat sadar ya. Gue doakan, bye, Assalamu'alaikum," pamit Siska dengan penuh rasa berat meninggalkan Nadira seorang diri dalam ruangan tersebut.
"Nggak usah khawatirin gue, gue bakal baik-baik aja, oke thanks ya doanya juga, hati-hati di jalan waalaikumus salam," sahut Nadira membalas salam.
Setelah temannya berlalu, Nadira pun terdiam sendiri sesekali Nadira mengaji untuk Bapaknya, dan keluar hanya sekedar untuk melakukan shalat.
Tak terasa kini jam telah menunjukkan pukul 8 malam, Nadira sedang menggenggam jemari sang Ayah, dia kembali meneteskan air matanya.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba masuklah seseorang ke ruangan tersebut.
Bersambung ...