Pengkhianatan itu bukan datang dari musuh, tapi dari orang yang paling dia percaya.
Vilya Ariestha Elora — dihancurkan secara perlahan oleh pacarnya sendiri, dan sahabat yang selama ini ia anggap rumah. Luka-luka itu bukan sekadar fisik, tapi juga jiwa yang dipaksa hancur dalam diam.
Saat kematian nyaris menjemputnya, Vilya menyeret ke duanya untuk ikut bersamanya.
Di saat semua orang tidak peduli padanya, ada satu sosok yang tak pernah ia lupakan—pria asing yang sempat menyelamatkannya, tapi menghilang begitu saja.
Saat takdir memberinya kesempatan kedua, Vilya tahu… ia tak boleh kehilangan siapa pun lagi.
Terutama dia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 02. Pelukan yang masih hangat
Rasa lelah itu berat, seperti tubuhnya tenggelam dalam kabut tebal. Tapi di tengah itu, ada sepasang tangan hangat yang terus membelai pipinya dengan lembut, seolah tak rela melepaskan.
Seorang wanita cantik, tapi raut wajahnya nampak lelah dan menarik napas dalam. Tangannya merendam handuk ke dalam baskom air dingin, memerasnya perlahan, lalu meletakkannya di dahi gadis yang terbaring di depannya.
“Nyonya, tolong pikirkan lagi baik-baik,” ucap seorang pria dari sudut ruangan.
"Aku bisa menjaganya dengan baik." Wanita cantik itu berkata dengan suara serak.
Pria itu jelas tidak percaya padanya. "Jika nyonya bisa merawatnya, bagaimana nona Vilya bisa sakit begini?"
"Aku..." Wanita cantik itu mengigit bibir bawahnya, dia tidak mampu berbicara.
Tiba-tiba, suara lirih memecah keheningan.
“Ma…”
Rosalina tersentak. Air mata langsung mengalir di pipinya saat tangan putrinya menggenggam balik jemarinya. Vilya, putrinya yang selama ini begitu kuat, akhirnya memanggilnya dengan suara yang penuh luka.
Di kehidupan sebelumnya, orang tuanya bercerai sebelum ia lahir dan ibunya yang sedang hamil diusir. Kemudian, di bawah perlindungan kakeknya, dia kemudian bisa kembali memasuki keluarga Elora.
"Mama?" Mendengar suara putrinya Rosalina menghela nafas lega dan tangannya menggenggam erat jemari putrinya.
Dengan susah payah, ia membuka matanya. Pandangannya masih kabur, tapi sosok yang duduk di sisi ranjang itu tak berubah. Senyumnya lelah, tapi matanya penuh cinta.
Ia terdiam. Lalu tiba-tiba, dia bangkit dan memeluk ibunya erat-erat.
“Sayang… apa kamu merasa sakit, di bagian mana? Mau Mama bawa ke rumah sakit sekarang?” tanya Rosalina panik.
Vilya diam-diam menggelengkan kepalanya dan memeluknya dengan erat. Kemudian ia melihat dirinya di cermin yang tidak jauh darinya dan wajah kecilnya yang cantik dan lembut sama sekali tidaklah berubah.
Ia kemudian melihat sekelilingnya. Ini adalah rumah yang ia tinggali selama 17 tahun. Ia kemudian menatap pria yang berada di samping tempat tidurnya lagi.
Ia sekarang mengerti, dirinya telah terlahir kembali saat ini, saat dia berusia 17 tahun.
"Jangan membuat Mama cemas!" Rosalina melihat penampilan putrinya dan juga ada rasa khawatir. Dia segera bangkit, "Vilya, jangan khawatir. Mama akan membawamu ke rumah sakit sekarang juga!"
"Ma, aku baik-baik saja." Ujarnya lalu berkata, "Jangan pergi."
"Baiklah." Rosalina duduk di sisi tempat tidur dan memeluk putrinya. Perasaannya di penuhi rasa sedih. "Bagaimana keadaan mu sekarang?"
"Aku merasa baik-baik saja" Ia menyandarkan kepalanya ke pelukan sang ibu dan telinganya bisa mendengar suara detak jantung ibunya yang stabil.
Saat ia kembali memejamkan matanya, bayangan ibunya bunuh diri dan sekarat terlintas di pikirannya. Ia semakin menguatkan pelukannya. "Ma, jangan pergi ya."
"Mama tidak akan pergi." Rosalina melirik pria di sampingnya dan bertanya padanya,
"Meskipun ini tampak mendadak, apakah kamu ingin pergi ke tempat ayahmu berada?"
Ia melirik pria di sampingnya. Ia menyadari bahwa dia adalah seorang kepala pelayan di kediaman Elora. "Aku punya ayah? Apakah dia masih ada? Kenapa aku belum pernah mendengar Mama menyebutnya sebelumnya?"
Rosalina mendengarkan pertanyaan putrinya dan ragu sejenak sebelum menjawab, “Mama belum sempat cerita... Itu semua terlalu rumit waktu itu.”
Pria itu akhirnya melangkah lebih dekat, lalu sedikit membungkuk sopan.
“Nona, izinkan saya memperkenalkan diri. Saya Erland, kepala pelayan di Mansion Elora. Saya datang ke sini untuk menjemput Nona dan mengantar pulang ke rumah... ke tempat ayah Anda.”
Ia menatapnya dalam-dalam.
Kepala pelayan yang sama...
Di kehidupan sebelumnya, pria inilah yang pernah mengancamnya saat ia mencoba membuka identitas aslinya.