NovelToon NovelToon
Titisan Darah Biru 2 Singgasana Berdarah

Titisan Darah Biru 2 Singgasana Berdarah

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Mengubah Takdir / Perperangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan
Popularitas:20.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ebez

Setelah Mahesa Sura menemukan bahwa ia adalah putra seorang bangsawan yang seharusnya menjadi seorang raja, ia pun menyusun sebuah rencana untuk mengambil kembali hak yang seharusnya menjadi milik nya.


Darah biru yang mengalir dalam tubuhnya menjadi modal awal bagi nya untuk membangun kekuatan dari rakyat. Intrik-intrik istana kini mewarnai hari hari Mahesa Sura yang harus berjuang melawan kekuasaan orang yang seharusnya tidak duduk di singgasana kerajaan.




Akankah perjuangan Mahesa Sura ini akan berhasil? Bagaimana kisah asmara nya dengan Cempakawangi, Dewi Jinggawati ataupun Putri Bhre Lodaya selanjutnya? Temukan jawabannya di Titisan Darah Biru 2 : Singgasana Berdarah hanya di Noveltoon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rahasia Kalung Gajah

BLLLAAAAMMMMMM!!!!

Suara meriam cetbang terdengar menggema di dinding benteng pertahanan prajurit Kertabhumi yang berada di barat batas Kota Anjuk Ladang, ibukota Mandala Kertabhumi, tepatnya di Pakuwon Waringinanom yang merupakan daerah penyangga kotaraja. Bukan dari meriam milik mereka tetapi dari musuh yang yang menyerbu dari barat.

Satu sisi benteng pertahanan yang terbuat dari batang kayu gelondongan sebesar betis orang dewasa itu hancur karena nya. Meskipun tidak hancur karena hantaman bola meriam, tetapi ini membuat benteng pertahanan ini semakin rusak, tinggal menunggu waktu saja untuk roboh.

"Pertahankan posisi!! Jangan biarkan benteng pertahanan kita hancur! ", teriak perwira prajurit berpangkat Tumenggung yang memimpin pasukan Kertabhumi.

Dia adalah Tumenggung Kidang Sampir, salah satu dari tiga tumenggung andalan Kertabhumi yang bukan hanya memiliki ilmu kanuragan yang mumpuni tetapi juga terkenal pintar mengatur pasukan.

Ratusan prajurit bertubuh besar terus memegangi patok dan tiang pancang benteng pertahanan yang terbuat dari kayu kayu besar. Badan mereka sudah penuh dengan keringat. Rasa lelah nampaknya juga tersirat dari wajah mereka yang kuyu tetapi sebagai prajurit Kertabhumi yang kondang pantang menyerah, mereka tidak akan pernah meninggalkan posisinya sampai titik darah penghabisan.

"Bagaimana pertahanan kita, Tumenggung Kidang Sampir? Apa masih sanggup untuk bertahan lebih lama lagi? ", tanya Werdhamantri Gajah Mungkur, pimpinan tertinggi dari pasukan Kertabhumi yang ditugaskan oleh Bhre Sindupati, raja Mandala Kertabhumi, untuk menghancurkan pasukan pemberontak.

Lelaki tua bertubuh gempal ini nampak khawatir setelah berulang kali benteng pertahanan mereka digempur oleh meriam cetbang dari pasukan pemberontak.

Dua pekan ini gelombang penyerangan pasukan pemberontak mulai bergerak ke arah Kota Anjuk Ladang. Berawal dari wilayah perbatasan dengan Caruban yang masuk wilayah Mandala Jagaraga, mereka bergerak menguasai desa-desa di barat hingga akhirnya menguasai seluruh wilayah Pakuwon Wilangan.

Beberapa desa bahkan menyerah pada pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Mahesa Sura yang didukung oleh para pendekar dari beberapa perguruan dan beberapa orang suruhan pejabat Jagaraga dan Pandanalas yang diam-diam membantu mereka dengan prajurit juga senjata seperti meriam cetbang maupun senjata tajam buatan pandai besi terbaik di mereka.

Satu purnama yang lalu setelah peristiwa pemusnahan Padepokan Bukit Rawit...

Mahesa Sura tiba di tepian sungai kecil yang ada di tapal batas Pakuwon Caruban. Dia benar-benar letih setelah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk menggunakan Ajian Halimun demi menyelamatkan Tunggak, Cempakawangi, Sempani dan Nyai Landhep setelah mereka terkepung oleh ratusan prajurit Kertabhumi.

Tewasnya Pusparini di tangan Si Jerangkong Hitam dan Tumpaksuru di ujung pedang Senopati Kebo Bang benar-benar membuat mereka larut dalam kesedihan hingga meskipun selamat setelah munculnya bantuan tak terduga yang sama sekali tidak mereka harapkan, mereka semua hanya diam tanpa berkata apa-apa.

"Hiks hiks hiks, Kakang Mahesa Pusparini hiks.. ", tangis Cempakawangi lirih sambil menatap ke arah Mahesa Sura yang duduk selonjoran dan menata ulang pernafasan nya yang masih ngos-ngosan.

"Aku tahu apa yang kau rasakan, Cempaka.. Aku pun juga merasakan hal yang sama.

Yang terpenting sekarang, kita masih hidup. Masih banyak waktu untuk membalas dendam pada Bhre Sindupati dan Werdhamantri Gajah Mungkur di hari berikutnya", ucap Mahesa Sura setelah bisa bernafas lega.

"Iblis Wulung benar, Nimas Cempakawangi..

Aku juga ingin menuntut balas atas kematian Tumpaksuru kawan karib ku. Mereka harus menerima buah dari perbuatan jahat yang mereka lakukan", sahut Sempani segera.

" Aku setuju dengan pendapat kalian semua, kita memang harus membalas dendam atas perbuatan keji mereka yang membantai para murid ku. Tetapi kita harus menyiapkan sebuah rencana jika ingin melakukan nya. Mereka adalah para penguasa Mandala Kertabhumi, tidak mudah untuk membunuh mereka berdua.

Sekarang yang harus kita lakukan sekarang ini adalah mencari sebuah tempat perlindungan sambil memulihkan kembali tenaga kita. Aku yakin orang-orang Istana Anjuk Ladang akan segera melakukan pencarian terhadap kita ", ucap Nyai Landhep yang membuat mereka semua mengangguk setuju.

" Sepertinya kita ada di tapal batas wilayah Kertabhumi dan Jagaraga, itu tugu perbatasan nya..

Apa kita tidak sebaiknya ke Pakuwon Caruban untuk mencari tempat perlindungan? ", Tunggak yang sejak tadi diam, ikut bicara.

Nyai Landhep mengerutkan keningnya tanda berpikir keras. Tiba-tiba ia teringat sesuatu yang langsung membuat wajahnya sumringah.

" Aku tahu suatu tempat yang aman untuk kita. Ayo ikuti aku.. ", ucap Nyai Landhep sembari melangkah ke arah utara. Tak punya pilihan lain selain itu maka Mahesa Sura, Cempakawangi, Tunggak dan Sempani pun segera mengikuti langkah perempuan tua itu.

Menyusuri jalan setapak yang membelah Alas Saradan yang ditumbuhi oleh pohon jati yang sedang meranggas, mereka akhirnya sampai di sebuah perkampungan kecil yang letaknya tersembunyi dari jangkauan para prajurit Kertabhumi.

Kampung kecil ini di kelilingi oleh sungai, rawa dan hanya menyisakan satu jalur darat yang sulit ditembus karena harus melewati bukit berbatu-batu. Kampung ini adalah Kampung Widas, sesuai dengan nama sungai yang mengalir di sebelahnya.

Di ujung kampung terpencil ini terdapat sebuah tempat pemujaan Dewa Siwa yang juga menjadi tempat tinggal sang kepala kampung yang bernama Rakai Pamutuh. Kesana lah tujuan Nyai Landhep dan rombongan Mahesa Sura.

Matahari telah bergeser ke arah barat menjadikan terik matahari yang sempat membuat panas berangsur mendingin dan udara menjadi bersahabat untuk tubuh. Seorang lelaki tua dengan rambut penuh uban nampak sedang asyik membersihkan bokor kuningan yang biasa digunakan untuk menaruh air suci petirtaan upacara pada kolam yang ada di sebelah bangunan suci pemujaan Dewa Siwa. Tetapi kejap berikutnya ia menghentikan pekerjaan nya kala seorang cantrik pemujaan Dewa Siwa datang sambil memberitahukan kepada nya bahwa ada orang yang sedang mencarinya.

"Kau kenal dengan mereka? ", tanya lelaki tua itu segera.

"Tidak Ki, mereka bukan warga kampung sini ataupun kampung terdekat. Dan yang aneh beberapa bagian bajunya masih ada noda darah yang lupa dibersihkan.

Apa mereka jangan-jangan gerombolan perampok yang ingin mengacau di kampung Widas ini Ki Rakai? ", ucap cantrik itu dengan takut-takut.

Memikirkan sesuatu hal yang buruk, lelaki tua yang bernama Rakai Pamutuh itu segera meninggalkan bokor kuningan nya dan segera menoleh ke arah cantrik nya itu.

"Ayo kita temui mereka... "

Keduanya bergegas menuju ke arah pintu gerbang sanggar pamujan itu. Beberapa muridnya nampak berkerumun di dekat pintu masuk untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

"Kakang Rakai Pamutuh, kau semakin terlihat tua sekarang ya.. ", ujar Nyai Landhep sambil tersenyum lebar kala Rakai Pamutuh datang.

Lama Rakai Pamutuh menatap wajah Nyai Landhep seolah-olah mencoba untuk mengorek ingatan lamanya. Saat ia mengingat kembali kenangan lamanya, senyum tipis terukir di wajahnya.

" Landhep, kau kah itu? ", mendengar pertanyaan Rakai Pamutuh, Nyai Landhep menganggukkan kepalanya segera.

" Adik seperguruan ku, sudah lama sekali kita tidak bertemu ya. Sudah hampir 20 tahun berlalu. Ayo kita masuk...

Banar, Kuruwelut..

Siapkan makanan untuk adik seperguruan ku ini. Aku menunggu mu di pendapa ", yang disebut segera mengiyakan sebelum meninggalkan tempat.

Sesampainya di pendapa, Rakai Pamutuh mempersilahkan para tamu nya untuk duduk. Melihat keadaan Nyai Landhep dan kawan-kawan yang sepertinya baru bertarung, Rakai Pamutuh segera bertanya.

"Kalau boleh tahu, angin apa yang membawa mu kesini Landhep? Bukankah kau sekarang adalah pimpinan Padepokan Bukit Rawit? Kenapa penampilan mu malah mirip orang yang baru dirampok seperti ini? "

Nyai Landhep menghela nafas panjang. Lalu ia menatap wajah tua Rakai Pamutuh yang terlihat sangat penasaran dengan keadannya.

"Padepokan Bukit Rawit sudah tidak ada lagi Kakang.. "

APPAAAAAAAAAAA???!!!

Rakai Pamutuh terlonjak dari tempat duduk nya saking kagetnya mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Nyai Landhep. Sebagai salah satu lulusan dari Padepokan Bukit Rawit, tentu saja ini merupakan kabar terburuk yang ia dengar.

Nyai Landhep segera menceritakan tentang hancurnya Padepokan Bukit Rawit termasuk tuduhan palsu dari pemerintah Kerajaan Kertabhumi tentang pemberontakan yang akan dilakukan oleh mereka. Rona wajah tua Rakai Pamutuh berubah-ubah ketika Nyai Landhep menceritakan terbakarnya padepokan hingga akhirnya mereka sampai ke tempat itu.

"Lantas apa rencana mu kedepannya, Landhep? ", tanya Rakai Pamutuh setelah Nyai Landhep mengakhiri ceritanya.

" Aku tidak tahu, Kakang. Untuk saat ini aku hanya mencari tempat perlindungan dari kejaran prajurit Kertabhumi saja. Selain itu, aku juga ingin mencari tahu tentang asal usul pemuda ini", perhatian Rakai Pamutuh segera teralihkan pada Mahesa Sura setelah Nyai Landhep menunjuknya.

Sekilas Rakai Pamutuh menatap wajah tampan Mahesa Sura dan wajah seseorang dari masa lalunya pun segera terlintas di benak lelaki tua itu. Wajah seorang bangsawan yang pernah ia ikuti selama beberapa tahun sebelum akhirnya ia menetap di Kampung Widas ini.

Tiba-tiba mata tua Rakai Pamutuh terpaku pada sebuah kalung berbandul perak dengan ukiran kepala gajah. Tanpa basa-basi lagi, ia langsung bertanya,

"Pendekar Muda,

Darimana kau dapatkan kalung itu? "

1
rajes salam lubis
mantap abiieezzz
Ebez: terimakasih atas dukungan nya ya bang Rajes🙏🙏 😁😁
total 1 replies
y@y@
⭐👍🏿💥👍🏿⭐
Ebez: terimakasih atas dukungan nya ya kak Yaya 🙏🙏😁😁
total 1 replies
y@y@
🌟👍🏻👍🏾👍🏻🌟
Tarun Tarun
SDH ku duga bahwa kmampuanya hanya s
Ebez: hehehe ya memang segitu aja Bang Tarun🙏🙏 😁😁
total 1 replies
Ali Gilih
selalu mendukungmu kang ebeezz..
Noni Mdp
mantap thoorr
Abdus Salam Cotho
target selanjutnya 💪💪💪
Ebez: menahan serangan Kertabhumi bang Abdus 🙏🙏😁😁
total 1 replies
saniscara patriawuha.
wessss kelemmmm gajahhhh mungkurrrnyaaa......... dadiii wadukkkkk....
Ebez: wkwkwk beda penafsiran kang Saniscara🙏🙏 😁😁
total 1 replies
Adi Dwiyono
gajah Mungkur ini ternyata penjahat ya....kenapa di zaman sekarang malah di jadikan nama bendungan besar...
Ebez: beda orang beda cerita ya bang Adi 🙏🙏😁😁
total 1 replies
🗣🇮🇩Joe Handoyo🦅
Akhirnya sampai juga beritanya ke Gajah Mungkur, bakal adu strategi perang nih 😁
Ebez: hehehe iya tuh Bang Joe 😁😁
total 1 replies
Thomas Andreas
mantaap
Thomas Andreas
gagal deh tunggak
Muhammad Haidir
waduh gajah Mungkur ini kayak nya masih dua pupu sama gajah Mada dua mamak dua bapak kayak nya .pasti bapak nya laki laki. dan mamak nya perempuan ini .ya dak kang ebes/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Sleep//Sleep//Sleep/
Ebez: wkwkwk nama gajah dalam masa itu digunakan untuk para pejabat tinggi suatu pemerintah, jadi meskipun bukan satu keluarga tetapi nama gajah akan di sandang Bang Haidir😁😁
total 1 replies
arumazam
rakyan babak belur kan hhhh,,
Ebez: hehehe biar tahu bahwa diatas langit masih ada langit kak Arum😁😁
total 1 replies
Rafly Rafly
awas pelan pelan Mahesa Sura...hemat tenaga mu...butuh punggung dan pinggang yg kuat buat ngurusin 3 macan betina mu...kalo tidak mau ngalami nasib seperti Tunggak /Facepalm/
Ebez: wkwkwk udah minum jamu Bang Rafly🙏🙏 😁😁
total 1 replies
Windy Veriyanti
Wiritanaya jadi cepu nih 😑
Ebez: demi balas dendam Kak Windy 🙏🙏😁😁
total 1 replies
Windy Veriyanti
Asyiiik...ada pertarungan lagi 👏
Windy Veriyanti
Dewi Jinggawati...nampaknya itu calon selir lagi 😀
🐼𝒫𝒶𝓃𝒹𝒶𝓃𝒲𝒶𝓃𝑔𝒾 🏡s⃝ᴿ
ha ha ha.. eling nggak.. eliiinngg... muka mu belom sembuh, nanti tambah bonyok loh 🤣🤣
🗣 𝐉𝐨𝐞 𝐀𝐥𝐰𝐚𝐲𝐬 🦅: Ha ha ha...
total 2 replies
🐼𝒫𝒶𝓃𝒹𝒶𝓃𝒲𝒶𝓃𝑔𝒾 🏡s⃝ᴿ
wuuiihh.. tambah ganteng Tunggak, seperti abis operasi plastik 🤣
Ebez: bonyok itu kak Pandanwangi 😁😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!