Cerita ini lanjutan Aku Yang Tidak Sempurna.
Bakat yang di milikinya adalah warisan dari sang mama yang seorang pelukis terkenal.
Namun ia lebih memilih menjadi pelukis jalanan untuk mengisi waktu luangnya. Berbaur dengan alam itu keinginannya.
Dia adalah Rafan Nashif, seorang pelukis jalanan dan sekaligus seorang CEO di perusahaan.
Namun tidak banyak yang tahu jika dirinya seorang CEO, bahkan pacarnya sendiri pun tidak tahu.
Sehingga ia di hina dan di selingkuhi karena di kira hanya seorang seniman jalanan yang tidak punya masa depan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Jika penasaran, mampir yuk!
Cerita ini hanyalah fiksi belaka, jika nama tempat, nama orang ada yang sama itu hanya kebetulan semata dan tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 1
Rafan menyiapkan alat-alat lukis nya dan menyimpannya ke dalam tas ransel besar. Seperti pensil warna khusus dan cat pilok dengan berbagai jenis warna.
Juga kertas khusus untuk melukis yang biasa ia gunakan. Rafan tersenyum dan menutup resleting tas ransel nya.
"Oke siap, sekarang tinggal berangkat. Kebetulan hari Minggu ini cuacanya sangat mendukung," ucap Rafan berbicara sendiri.
Rafan Nashif adalah seorang pelukis yang memiliki bakat seperti sang mama, yaitu Seruni.
Namun ia lebih memilih menjadi pelukis jalanan untuk mengisi waktu luangnya. Terutama di hari Minggu ini.
Rafan memiliki pacar yang bernama Renata, hubungan mereka sudah berjalan setengah tahun lamanya.
Namun Renata belum tahu latarbelakang Rafan sebagai seorang CEO di perusahaan. Bukan tanpa alasan Rafan menyembunyikan identitasnya sebagai CEO.
Karena ia ingat pesan Jovan dan Seruni, untuk menguji ketulusan seseorang, perlihatkan saat kamu tidak memiliki apa-apa.
Dan kata-kata itulah yang di terapkan oleh Rafan, sehingga ia menyembunyikan identitasnya sebagai seorang CEO.
"Pergi dulu Ma, Pa, Oma, Opa," ucap Rafan berpamitan kepada mereka semua.
Rafan mencium tangan Saskia, Farhan dan Jovan. Tapi dengan sang mama, Rafan mencium pipi mamanya.
"Kapan kamu akan berhenti menjadi pelukis jalanan? Lebih baik bekerja di galeri mama," ujar Seruni.
"Aku tidak akan berhenti Ma, karena ini memang hobiku. Menjadi seniman jalanan adalah hal yang menyenangkan bagiku," jawab Rafan.
Seruni tidak bisa berkata apa-apa lagi, Saskia, Farhan dan Jovan juga tidak bisa apa-apa. Walau pun Rafan taat dengan ajaran agama, namun ia juga keras kepala.
Apa yang menjadi keinginannya tidak bisa terbantahkan. Apalagi kalau menyangkut tentang menjadi pelukis jalanan.
Rafan tidak lupa membawa meja kecil yang bisa di lipat. Juga kursi kecil yang bisa di lipat juga.
Dengan mengendarai motornya Rafan keluar untuk mencari tempat yang menurutnya bagus.
Sepanjang perjalanan Rafan memperhatikan tempat-tempat yang akan di buatkan nya lukisan. Bahkan tembok pun kadang di lukis nya.
"Ha ini sepertinya cocok," gumamnya. Rafan melihat sebatang pohon besar yang akan di jadikan objek lukisannya.
Rafan berhenti di dekat sebuah taman yang banyak orang. Ada beberapa pohon yang cukup besar di tepi taman itu tempat orang-orang berteduh.
"Assalamualaikum Pak, permisi. Bolehkah saya melukis di sini?" tanya Rafan dengan sopan.
"Mas nya pelukis? Oh iya Mas silakan," ujar pria itu.
Rafan mengeluarkan alat-alat yang di perlukan, termasuk plastik untuk membungkus batang pohon itu.
Orang-orang yang ada di situ pun berkumpul karena penasaran dengan apa yang akan di lakukan oleh Rafan.
Rafan mulai melilit batang pohon tersebut dengan menggunakan plastik putih transparan.
Setelah mereka cukup, Rafan pun mulai melukis menyesuaikan dengan yang ia inginkan.
Dalam sekejap, pohon tersebut berubah seperti tidak saling terhubung. Orang-orang pun merasa takjub dengan keahlian Rafan.
"Kok bisa ya Mas?" tanya pria tadi. Rafan hanya tersenyum tanpa menjawab. Kemudian ia pergi lagi mencari tempat lain.
Orang-orang yang ada di situ masih di buat kagum. Jika di lihat seperti tidak ada batang kayu, namun jika di sentuh baru terasa ada.
"Benar-benar suatu mahakarya yang luar biasa," ucap salah satu dari mereka.
Sementara Rafan mampir di sebuah gerobak penjual es cendol. Ia ingin minum es cendol terlebih dahulu.
"Satu ya Pak," kata Rafan.
"Iya Mas," ujar penjual es cendol itu.
"Oh iya Pak, jangan pakai es ya," pinta Rafan. Pria itu mengangguk mengiyakan.
Rafan melihat tulisan di gerobak bapak itu kurang menarik, kemudian Rafan pun iseng-iseng membuat tulisan itu agar lebih menarik.
"Eh Mas, apa yang kamu lakukan?" tanya pria itu.
"Aku lihat tulisannya kurang jelas dan kurang menarik, jadi aku hanya ingin membetulkan nya agar lebih cantik," jawab Rafan.
Dan benar saja, saat tulisan itu siap, pria itu terkesima dengan tulisan yang di buat oleh Rafan.
"Berapa Mas?" tanya pria itu menanyakan harga tulisan yang di buat oleh Rafan.
"Tidak bayar kok Pak, aku hanya ingin membantu agar jualan bapak tambah laris," jawab Rafan.
Pria itu tersenyum, ia juga belum banyak dapat duit. Harga segelas cendol hanya lima ribu rupiah.
Rafan pun membayar, namun pria itu menolak. Rafan tetap memaksa hingga meletakkan uang 50 ribu di tangan pria itu.
Kemudian ia pergi untuk mencari tempat yang nyaman untuk ia melukis. Baru saja Rafan pergi, orang-orang pun berdatangan untuk membeli.
"Alhamdulillah, ternyata Mas itu membawa rezeki," batin pria itu.
Rafan merasa ponselnya bergetar, ia pun meminggirkan motornya di pinggir jalan. Rafan segera menjawab panggilan telepon.
"Bro, kamu di mana?"
"Waalaikumsalam."
"Eh iya maaf, assalamualaikum. Kamu di mana?"
"Aku di jalan Jenderal Sudirman, kenapa?"
"Pasti melukis, kan? Hobi banget sih?"
"Kalau tidak penting aku tutup, assalamualaikum."
Rafan segera menutup teleponnya tanpa memberi peluang untuk Farrel menjawab salamnya.
Rafan dan Farrel berteman, namun Farrel tidak memiliki bakat seperti Dian sang mama. Farrel lebih suka berbisnis ketimbang melukis.
Rafan menghela nafas, kemudian menyimpan ponselnya. Dan melanjutkan perjalanan menuju tempat ramai.
Rafan pun akhirnya sampai ke tempat yang ia inginkan. Ia mulai mempersiapkan semuanya untuk bahan lukisannya, termasuk meja lipat dan kursi lipat yang di ikat nya di motornya.
Entahlah, kenapa dia lebih memilih menggunakan motor daripada mobil? Padahal untuk membawa barang-barang seperti itu lebih gampang pakai mobil.
"Eh, itu seperti Renata," gumam Rafan saat melihat seorang gadis berjalan dengan seorang pemuda.
Rafan tidak berpikir negatif, ia pikir Renata hanya berjalan dengan saudaranya atau keluarga nya yang lain.
Sementara Renata tidak menyadari jika dia sedang di perhatikan oleh Rafan. Hingga keduanya masuk ke sebuah pusat perbelanjaan.
Rafan mengambil ponselnya, kemudian menghubungi nomor Renata. Deringan pertama tidak terjawab, deringan kedua juga sama. Hingga deringan ketiga barulah di jawab.
"Ya halo, ada apa?"
"Assalamualaikum."
"Sudah langsung saja ada apa?"
"Kamu di mana?"
"Di rumah, kenapa? Kamu curiga aku keluar dengan pria lain?"
"Tidak juga, hanya ingin memastikan saja kamu ada di mana?"
"Sudah ya aku sibuk. Kamu juga sibuk dengan lukisan kamu yang tidak jelas itu, kan?"
Rafan terdiam, hingga panggilan telepon terputus secara sepihak oleh Renata. Rafan dapat mendengar suara kesal dari Renata.
Rafan akhirnya tahu jika Renata itu berbohong. Buktinya ia tadi melihat Renata jalan dengan cowok lain.
Rafan tidak kecewa, justru ia bersyukur karena Allah sudah menunjukkan sebelum hubungan mereka lebih jauh.
"Benar kata mama dan papa, untuk menguji ketulusan cinta seorang wanita adalah dengan tidak memiliki apa-apa," gumam Rafan.
Rafan menunggu orang yang ingin minta di lukis. Orang yang ingin di lukis akan bayar, namun uangnya akan Rafan sumbangkan ke panti asuhan dan ke orang-orang yang membutuhkan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Assalamualaikum semuanya, aku menerbitkan cerita baru. Cerita Rafan Nashif anak dari Seruni dan Jovan.
Semoga kalian suka ya.