KETABAHAN ZULFA

KETABAHAN ZULFA

Herman dan Zulfa

Zulfa berulang kali menengok ke arah pintu. Hatinya was-was memikirkan suaminya yang sampai selarut ini belum juga pulang. Apa dia kembali pada kebiasaannya semula? Kebiasaannya saat dia remaja? Begitu yang dia dengar dari para tetangga.

Zulfa tak begitu mengetahui tentang kehidupan Herman, sebelum dia dipertemukan dalam ikatan pernikahan.

Maklumlah mereka menikah atas dasar perjodohan. Dia seorang yatim piatu. Sehingga menerima saja, saat pamannya menjodohkan dengan anak sahabatnya yang kini sudah meninggal.

Apalagi mas Herman, calon suaminya adalah anak dari orang berpengaruh di desanya. Selain kaya dan terdidik semua. Dia anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga itu. Sedangkan adik perempuannya yang berjumlah 2 orang, sudah berkeluarga dan menjadi orang sukses. Tak ada alasan menolak perjodohan itu.

Ditambah pula mas Herman juga tak menolak saat diperkenalkan dengannya. Dan menerima dia apa adanya. Serta bertanggung jawab.

Herman termasuk orang yang gigih dalam bekerja. Dengan mudah mengumpulkan uang.

Tapi satu yang tidak dia ketahui, Yaitu kebiasaan berjudi. Kebiasaan itu seakan sudah mendarah daging. Sehingga sulit untuk hilang. Bila sudah memegang uang, maka penyakitnya itu akan kambuh. Dan tak akan berhenti sebelum uangnya habis semua. Kalau sudah demikian maka minuman keras akan jadi pelariannya.

Pada saat awal-awal kami menikah, tidaklah demikian. Kami sangat bahagia, apalagi dengan kelahiran putra pertama kami. Yang kami nama Irwan Setia Budi. Dia sangat bahagia, semakin giat bekerja. Dan melupakan kebiasaannya itu.

Tetapi menjelang kelahiran putriku, Malika Hapsari. Kebiasaan itu muncul kembali. Maklumlah saat itu, bisnis mas Herman sedang berada di puncaknya. Ditambah lagi teman-temannya yang dulu, sering mengunjunginya. Dia tak bisa menolaknya. Tapi lama kelamaan ... inilah awal ketidak stabilnya keluargaku.

Kadang, kucoba mengingatkan. Tapi hanya membuat amarahnya meledak-ledak. Sehingga mengeluarkan kata-kata kasar, yang kurang baik bagi pendengaran anak-anak yang masih kecil.

Tak jarang Irwan yang masih duduk di bangku kelas satu sekolah dasar menjadi sasaran. Bila tak puas memarahiku. Mungkin lebih baik diam. Aku sebagai istrinya benar-benar dibuat tak berdaya, dengan kebiasaannya itu. Seperti yang terjadi di malam ini. Tanpa salam terlebih dahulu, dia masuk ke dalam rumah.

"Mas sudah pulang? "

"Dasar wanita tak bawa hoki. Gara-gara kamu, aku selalu kalah judi."

Apa maksudnya, Aku tak tahu. Aku hanya bisa beristighfar dengan kebiasaannya itu. Aku sudah tak lagi bisa marah padanya.

"Mas sudah makan?"kataku mencoba berbicara baik padanya. Aku tahu kalau dia sedang kesal. Ini terlihat dari ekspresi wajah mas Herman yang memerah. Ah, mungkin karena alkohol juga.

Herman menuju meja makan, tanpa peduli sapaan Zulfa, melahap makanan yang ada, hingga habis tanpa sisa. Sedangkan Zulfa menemaninya duduk tanpa berkata apapun. Sambil sesekali mengambilkan apa yang dia butuhkan.

Dari ruang yang ada di sebelah kiri, Irwan datang sambil mengucek matanya, menghampiri mereka.

"Bunda, Irwan haus."

"Sini Sayang, bunda ambilkan."

Segera aku berlalu dari mas Herman, menyiapkan susu coklat untuknya.

"Ini Sayang," sambil mendudukkannya di hadapan mas Herman.

"Hai kamu, sudah besar masih juga minum susu." Diraihnya cangkir itu dari tangan anakku dan melemparkannya begitu saja. Hingga susu itu tercecer di lantai.

Tak ayal, membuat tangis Irwan meledak. Ada ketakutan di wajahnya.

"Bunda."

"Sudah Sayang, Bunda buatkan lagi."Kataku menghibur. Aku pun beranjak meraihnya. Belum sempat melangkah. Mas Herman sudah berteriak.

"Nggak usah, air putih saja!"

"Mas!" teriakku lembut.

"Apa. Mau membantah." Tampak sorot matanya tajam, seakan menusuk jantung kami berdua. Membuat diriku tak berdaya. Aku hanya bisa mengusap kepalanya dengan lembut dan mencium pipinya, agar tenang.

Dengan sedikit bujukan, akhirnya Irwan menurut. Dan mau minum air putih. Setelah Itu aku bawa kembali ke kamarnya, menidurkannya dengan membelainya lembut.

Ada air mata di sana. Di sudut mata putraku Segera ku hapus dengan doa. Semoga engkau jadi anak yang sholeh.

"Sabar, ya Nak." bisikku setelah dia terlelap.

Zulfa merenung atas kebiasaan Herman yang demikian. Mencoba bersabar atas keadaan ini. Mungkin dia bisa, tapi bagaimana dengan putra-putrinya.

Bukannya dia tak tahu, saat suami pulang pasti membawa cukup uang. Namun hanya sebagian kecil yang dia serahkan padanya. Yang terkadang harus dia kembalikan, manakala modal bisnis habis di meja judi.

"Herman, ada apa ribut-ribut."

Rupanya mama terbangun oleh ulah mas Herman tadi.

"Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun ...."

Kudengar suara mama menjerit. Segera aku bangkit meninggalkan Irwan, menuju ke ruang tengah. Aku melihat jatuh terduduk di lantai. Dia mencoba berdiri memegang pinggangnya yang sakit.

Astagfirullah ....

Rupanya aku lupa belum membersihkan susu yang tercecer tadi. Aku menghampirinya dan membantunya berdiri.

"Maaf, Ma. Zulfa lupa bersihkan."

"Nggak apa-apa, Zulfa. Irwan sudah tidur."

"Sudah Ma."kataku sambil membantunya duduk di kursi.

Sedangkan mas Herman, dengan cueknya berlalu dari hadapan mama. Menuju kamar kami.

"Sudah, jangan banyak ceramah wanita tua. Uangku lagi habis nich."teriaknya.

"Dan kamu. Cepat beresin ini. Bikin celaka orang saja."

Aku pun menganggukkan kepala. Dan segera mengambil lap basah dan kering, untuk membersihkan bekas-bekas susu.

Melihat itu, mama terlihat mengelus dada.

"Mama sudah bangun?"

"Ya Zulfa, mama sedang sholat saat terdengar benda pecah tadi."

"Maafkan Zulfa Ma."

"Nggak apa-apa. Herman pulang malam lagi."

Entah itu pertanyaan atau pernyataan aku tak tahu. Aku hanya mengangguk.

"Untuk besok sudah ada persediaan?" tanya mama.

"Ada, Ma."jawabku berbohong.

"Ini, mama ada sedikit uang. Buat cucuku senang."kata mama sambil mengulurkan sejumlah uang padaku.

"Tidak, Ma. Itu untuk mama. Nanti apa kata Rahmi kalau tahu."

Aku tahu mama tak pernah kehabisan uang. Karena adik-adik mas Herman selalu mengirimkannya uang tiap bulan. Bahkan lebih. Atau kalau mereka datang. Karena mereka bekerja, sedangkan suami mereka, selalu memberi uang belanja yang lebih dari cukup, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka.

"Sudahlah. Mereka tak apa-apa. Dan itu juga untuk Irwan dan Lika."kata mama.

Aku tahu mereka juga selalu menitipkan uang untuk Lika dan Irwan melalui mama. Karena kalau memberikan secara langsung, pasti akan membuat mas Herman marah.

"Ma, boleh Zulfa ngomong."

"Bicaralah Zulfa."

Jawabannya yang teduh membuatku punya keberanian untuk bicara.

" Zulfa ingin bekerja, Ma."

Tak sangka mama meneteskan air mata. lalu membelai rambutku hingga pundakku.

"Maafkan Mama, Zulfa. Yang nggak bisa mendidik Herman menjadi suami yang baik untukmu."

"Mama jangan ngomong seperti itu. Zulfa selalu berdoa. Semoga Mas Herman segera mendapat hidayah. Dan berhenti dari kebiasaannya."

"Makasih, Zulfa."

"Bagaimana, Ma."

"Mama hanya bisa mendukungmu. Tak bisa bantu apa-apa."

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

permisi numpang duduk dl ya kak

2023-01-23

1

char_metha

char_metha

bener2 istri yg sabar, aku klo suami udah main tgn ke anak, udah gua buang jauh2.

2021-08-22

0

Uthie

Uthie

baru mampir 👍♥️

2021-08-09

0

lihat semua
Episodes
1 Herman dan Zulfa
2 Haruskah Ijin
3 Awal yang Baik
4 Pergilah
5 Demi Kalian
6 Masihkah Diriku Dalam Ingatannya
7 Apa Kabar
8 Mengikuti Rasa Rindu
9 Menghindar
10 Maria
11 Awal Pertemuan
12 Perwalian
13 Aku Istrinya
14 Tuhan, Ijinkan Aku Melupakannya
15 Papa dan Kakak
16 Rasa Bersalah
17 Sakit
18 Terpuruk
19 Irwan dan Lika
20 Mereka Pulang
21 Kalian yang Utama
22 Aku Benci Kamu
23 Binar Mata Tia
24 Satu Persatu pergi
25 Putusan
26 Kalung Zulfa
27 Halimah
28 Bayangan Kenangan
29 Si Spychopath Maria
30 Melarikan Diri
31 Tia, Maafkan Bunda
32 Menjenguk
33 Adakah Kesempatan Kedua
34 Putra-putriku
35 Aldo
36 Herman (POV)
37 Mutiara Insani
38 Ajakan Kak Rohman
39 Umroh dengan Bunda Redha, Istri Ridho
40 Menghubungi Ayah
41 Rencana
42 Amarah Alfa
43 Adik Tia
44 Kabar Baik
45 Bertemu Mutiara
46 Tia Masih Takut
47 Alfa dan Maria
48 Maria Tertangkap
49 Di Kantor Polisi
50 Teman Lama
51 Makan Malam
52 Hasan dan Herman
53 Moment Kecil
54 Berangkat
55 Jamilah
56 Pingsan
57 Menyesal
58 Tamu Tak Diundang
59 Ingin Bertemu
60 Kepastian
61 Ingat di Saat Terakhir
62 di Angkringan
63 Zalfa
64 Kepikiran
65 Bebas
66 Belanja
67 Menangislah, Bila Membuatmu Lega
68 Lamaran
69 Terluka
70 Pilihan
71 Sendiri
72 'Embeeek'
73 Kegelisahan
74 Kerinduan Bunda Maria
75 Kecelakaan
76 Tidurlah Dengan Tenang
77 Ta'ziah
78 Tamu Yang Dirindu
79 Sah (end)
80 Pengumuman.
81 Mengantar Shaffa
82 Bayangan Peristiwa
83 Suasana Subuh
84 Shaffa
85 Perilaku Heru
86 Kepedihan Shaffa
87 Kedua Bocil
88 Shaffa (POV)
89 Irwan(POV)
90 Lamaran ke Shaffa
91 Ishak, Ayah Shaffa
92 Dalam Keluarga Irwan
93 Dasar Malika
94 Ku Katakan Padanya
95 Persetujuan
96 Masuk Sungai
97 Dugaan Hasan
98 Di Rumah Sakit
99 Cerita Edzel
100 Babak-babak Terakhir (1)
101 Babak-babak Terakhir 2
102 Babak-babak Terakhir 3
103 Babak-babak Terakhir 4
104 Babak-babak Terakhir 5
105 Ekstra Part
106 pengumuman
107 pengumuman karya baru
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Herman dan Zulfa
2
Haruskah Ijin
3
Awal yang Baik
4
Pergilah
5
Demi Kalian
6
Masihkah Diriku Dalam Ingatannya
7
Apa Kabar
8
Mengikuti Rasa Rindu
9
Menghindar
10
Maria
11
Awal Pertemuan
12
Perwalian
13
Aku Istrinya
14
Tuhan, Ijinkan Aku Melupakannya
15
Papa dan Kakak
16
Rasa Bersalah
17
Sakit
18
Terpuruk
19
Irwan dan Lika
20
Mereka Pulang
21
Kalian yang Utama
22
Aku Benci Kamu
23
Binar Mata Tia
24
Satu Persatu pergi
25
Putusan
26
Kalung Zulfa
27
Halimah
28
Bayangan Kenangan
29
Si Spychopath Maria
30
Melarikan Diri
31
Tia, Maafkan Bunda
32
Menjenguk
33
Adakah Kesempatan Kedua
34
Putra-putriku
35
Aldo
36
Herman (POV)
37
Mutiara Insani
38
Ajakan Kak Rohman
39
Umroh dengan Bunda Redha, Istri Ridho
40
Menghubungi Ayah
41
Rencana
42
Amarah Alfa
43
Adik Tia
44
Kabar Baik
45
Bertemu Mutiara
46
Tia Masih Takut
47
Alfa dan Maria
48
Maria Tertangkap
49
Di Kantor Polisi
50
Teman Lama
51
Makan Malam
52
Hasan dan Herman
53
Moment Kecil
54
Berangkat
55
Jamilah
56
Pingsan
57
Menyesal
58
Tamu Tak Diundang
59
Ingin Bertemu
60
Kepastian
61
Ingat di Saat Terakhir
62
di Angkringan
63
Zalfa
64
Kepikiran
65
Bebas
66
Belanja
67
Menangislah, Bila Membuatmu Lega
68
Lamaran
69
Terluka
70
Pilihan
71
Sendiri
72
'Embeeek'
73
Kegelisahan
74
Kerinduan Bunda Maria
75
Kecelakaan
76
Tidurlah Dengan Tenang
77
Ta'ziah
78
Tamu Yang Dirindu
79
Sah (end)
80
Pengumuman.
81
Mengantar Shaffa
82
Bayangan Peristiwa
83
Suasana Subuh
84
Shaffa
85
Perilaku Heru
86
Kepedihan Shaffa
87
Kedua Bocil
88
Shaffa (POV)
89
Irwan(POV)
90
Lamaran ke Shaffa
91
Ishak, Ayah Shaffa
92
Dalam Keluarga Irwan
93
Dasar Malika
94
Ku Katakan Padanya
95
Persetujuan
96
Masuk Sungai
97
Dugaan Hasan
98
Di Rumah Sakit
99
Cerita Edzel
100
Babak-babak Terakhir (1)
101
Babak-babak Terakhir 2
102
Babak-babak Terakhir 3
103
Babak-babak Terakhir 4
104
Babak-babak Terakhir 5
105
Ekstra Part
106
pengumuman
107
pengumuman karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!