Pergilah

Hampir seharian penuh ditambah setelah isya, Zulfa berkutat dengan membuat kue pesanan. dengan tepung dia menyelesaikan pekerjaan itu. Alhamdulillah, akhirnya selesai. Kini tinggal mengemasnya.

Saking asyiknya hingga dia lupa tentang keberadaan Herman. Memang ba'da dhuhur, Herman pulang. Tapi hanya sejenak. Meletakkan kedelai, makan, lalu pergi lagi. Tanpa memberikan uang belanjaan pada Zulfa. Mungkinkah terlupa ....

Zulfa tak ingin berfikir terlalu jauh, asalkan kedelai sudah ada, dia akan tenang.Jadi dia bisa mengolahnya. Dan Herman bisa melanjutkan bisnis dagang tempenya.

"Astaghfirullah, aku lupa kedelainya ...."

Zulfa segera ke dapur pengolahan tempe. Alhamdulillah kedelainya sudah matang. Dia mematikan kompornya. Sedikit demi sedikit dipindahkannya kedelai itu ke dalam bak besar.

Dia melihat ruang fermentasi. Dia bersyukur Herman tak melupakan pekerjaannya.Terlihat biji kedelai yang sudah di beri serbuk ragi, tertata di atas widik-widik besar.

Hanya meninggalkan satu pekerjaan. Yaitu menutupinya dengan daun pisang. Lalu dia menutupinya dengan segera. Agar proses fermentasi menjadi sempurna.

Lalu dia melanjutkan pekerjaannya kembali. Hingga tengah malam.

Baik Irwan maupun Lika, hari ini sangat manis. Nggak rewel. Waktunya tidur siang, mereka tidur dengan sendirinya. Demikian juga saat tidur malam, tidak banyak drama yang yang dimainkan agar mereka bisa memejamkan mata.

Karena terlalu lelah, sehingga tanpa sadar dia tertidur di sofa yang ada di ruang tamu. Dambil menunggu Herman datang.

Jam 1 lewat baru dia terbangun. Karena dikejutkan oleh suara pintu yang didobrak dengan paksa. Untunglah pintunya tadi lupa terkunci. Hingga tak banyak menimbulkan suara.

Terlihat Herman masuk dengan ketakutan.

"His, jangan berteriak." katanya sambil menutup pintu segera.

Sebenarnya Zulfa penasaran. Mengapa Herman datang dengan wajah seperti itu ditambah lagi dengan kedatangannya sembunyi-sembunyi. Dimana mobil pick upnya.

Semua masih berupa pertanyaan di kepalanya, tanpa mampu mengungkapkan pada suaminya. yang segera berlari, bersembunyi dalam kamar.

"Kunci pintunya!" perintahnya lirih.

Zulfa segera melakukan apa yang diperintahkan suaminya.

"Nanti kalau ada yang cari, bilang aku nggak ada."

Benar saja, tak lama kemudian terdengar pintu itu diketuk orang. Zulfa tak bodoh soal itu. Diapun mengabaikannya. Mereka pasti akan meninggalkannya kalau tidak kita respon.

Untunglah apa yang diperkirakan Zulfa benar adanya. Setelah 3 kali mereka mengetuk, akhirnya pergi dengan sendirinya.

"Zulfa, ada apa?"tiba-tiba mama menghampiriku yang masih duduk di ruang tengah, dengan pencahayaan yang remang-remang.

"Tak ada apa-apa, Ma."

"Tadi sepertinya ada tamu."

"Bukan, Ma. Hanya mas Herman ...."

Kembali terdengar pintu itu diketuk, Membuat Zulfa terkejut. Tak sangka tamu yang tak diundangnya, datang kembali.

"Siapa malam-malam begini mengetuk pintu. " kata Halimah sambil melangkah ke ruang depan.Lalu menyalakan lampunya. Dengan agak kesal dia membuka pintu, tanpa bisa dicegah oleh Zulfa.

"Mana Herman?"tanya laki-laki itu dengan suara keras, hingga Halimah kaget dan gemetar.

Zulfa segera menyusul mamanya menghadapi laki-laki itu.

"Ada keperluan apa, Bapak ke sini."tanya Zulfa. Meski agak takut, tapi berusaha bersikap tenang.

"Aku mencari Herman. Dia telah mem***sa adikku. Awas ...."

Mendengar itu, baik Zulfa maupun Halimah kagetnya luar biasa. Selama ini yang dia tahu, Herman hanya suka judi, lalu mabuk-mabukkan jika kalah judi. Tidak mengira akan berbuat hal itu juga.

"Maaf, orang yang bapak cari tak ada di sini."jawab Zulfa tenang dan tegas.

"Atau saya obrak-abrik rumah ini, agar kalian mau menyerahkan Herman." ancamnya.

"Maaf. Anda keterlaluan, saya akan berteriak. Agar orang kampung menghajar anda." balas Zulfa tak kalah tegas.

Akhirnya laki-laki dan juga satu temannya itu terlihat keder juga dengan ancaman Zulfa. Mereka mengundurkan diri dengan dengan kesal.

"Awas jika aku melihat Herman. Siap-siap saja kalian."

Zulfa menatap mereka pergi dalam kegelapan. Lalu menutup pintu itu kembali dan menguncinya. Kemudian dia meraih Halimah yang terpaku dengan tubuh gemetar.

"Mama." Dia segera memeluk tubuh Halimah dan keduanya terisak, dengan berita yang baru mereka dengar.

"Kita duduk di dalam, Ma."

Zulfa menggandeng Halimah. Mendudukkannya di ruang tengah.

"Mama, minumlah dulu." sambil menuangkan air putih ke dalam kelas kecil.

"Terima kasih, Zulfa."

Dia meminumnya dengan berlahan, sambil melihat pintu kamar Herman.

"Zulfa, benarkah Herman belum pulang?" tanyanya.

Tanpa bisa berkutik, Zulfa menjawab dengan menganggukkan kepala.

"Sudah pulang, Ma."

"Panggilkan dia."

Tanpa membantah, Zulfa menuju kamarnya menemui Herman yang sedang tidur tenang di atas ranjang.

"Mas.''

''Apa?''

''Dipanggil mama."

Dengan enggan, dia turun dari ranjang. Berjalan dengan gontai menuju ruang tengah. Menemui Halimah yang menatapnya dengan amarah yang dipendam.

''Ada apa, Ma.'' jawabnya santai.

"Duduk!" perintahnya.

Diapun duduk tenang si hadapan Halimah.

Meski Herman anak yang bandelnya luar biasa, tapi terkadang dia masih hormat pada mamanya, kalau sedang tidak mabuk.

''Benar kamu me***sa seorang gadis."

Herman menunduk sedih. Lalu mengangguk.

Sejauh yang Zulfa tahu, Herman nggak pernah bohong terhadap mamanya.

Mendengar jawaban Herman, hati Zulfa menjadi teriris. Tapi dia hanya bisa diam atas semua yang dilakukan suaminya. Ini sudah melampaui batas. Mabuk, Judi dan sekarang zina.

"Herman dijebak, Ma. Dia yang sering menggoda, tapi tak kugubris. Hari ini Herman mabuk. Dia datang. Dan tak tahu apa yang terjadi."

"Enak saja mas ngomong gitu." Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan dia." Zulfa menyahuti.

"Herman melakukan itu saat mabuk. Tak tahu apa yang terjadi, Ma."

"Mama tak mau terjadi apa-apa di rumah ini. Laki-laki itu pasti akan datang lagi."

"Maksud mama?''

Halimah diam saja, mendengar pertanyaan Herman.

"Baiklah, Ma. Herman akan pergi."

"Itu lebih baik. Kamu boleh kembali kalau sudah berubah."

"Baik. Aku memang sudah nggak ada artinya lagi dirumah ini. Semenjak Zulfa datang." kata Herman sambil menatap istrinya tajam.

"Apa salah saya, Mas." tanya Zulfa kaget dan bingung. Mendengar tuduhan Herman yang tak berdasar.

Selama ini, dia tak pernah menuntut apa-apa pada Herman. Bahkan ketika Herman meminta untuk menemaninya, dia akan segera datang, meski dia sangat capek ataupun sakit. Sekarang Herman menyalahkannya pula.

Tapi apa yang bisa dia perbuat selain diam. Karena cukuplah mama dan anak-anaknya merasa bahagia. Dia tak perduli dengan sikap Herman padanya.

"Mama nggak mau dengar alasan darimu. Pergi."

"Ma,maafkan mas Herman." kata Zulfa.

"Zulfa, kamu sudah cukup menderita dengan ulah Herman. Sekarang dia masih kamu bela. Meski dia pergi, mama nggak akan mengusir kamu dan cucu-cucu mama. Berilah kesempatan agar dia berubah. Biarkan dia pergi."

"Tapi, Ma."

"Zulfa."

"Ya kan, mama lebih membela kamu dari pada aku, anaknya." kata Herman sambil menatap Zulfa tajam.

"Bukan begitu, Mas."

...

...

.

Terpopuler

Comments

Ajeng Ajeng

Ajeng Ajeng

nyimakkkkk

2021-11-14

0

sahabat syurga

sahabat syurga

mkanya jdilah ank yg baik dan suami yg baik herman biar ibumu gk kcewa pdmu

2021-07-23

0

ANAA K

ANAA K

Semangat selalu thorr💪🏾
Aku mampir. Ditunggu feedbacknya yah thor

2021-06-21

0

lihat semua
Episodes
1 Herman dan Zulfa
2 Haruskah Ijin
3 Awal yang Baik
4 Pergilah
5 Demi Kalian
6 Masihkah Diriku Dalam Ingatannya
7 Apa Kabar
8 Mengikuti Rasa Rindu
9 Menghindar
10 Maria
11 Awal Pertemuan
12 Perwalian
13 Aku Istrinya
14 Tuhan, Ijinkan Aku Melupakannya
15 Papa dan Kakak
16 Rasa Bersalah
17 Sakit
18 Terpuruk
19 Irwan dan Lika
20 Mereka Pulang
21 Kalian yang Utama
22 Aku Benci Kamu
23 Binar Mata Tia
24 Satu Persatu pergi
25 Putusan
26 Kalung Zulfa
27 Halimah
28 Bayangan Kenangan
29 Si Spychopath Maria
30 Melarikan Diri
31 Tia, Maafkan Bunda
32 Menjenguk
33 Adakah Kesempatan Kedua
34 Putra-putriku
35 Aldo
36 Herman (POV)
37 Mutiara Insani
38 Ajakan Kak Rohman
39 Umroh dengan Bunda Redha, Istri Ridho
40 Menghubungi Ayah
41 Rencana
42 Amarah Alfa
43 Adik Tia
44 Kabar Baik
45 Bertemu Mutiara
46 Tia Masih Takut
47 Alfa dan Maria
48 Maria Tertangkap
49 Di Kantor Polisi
50 Teman Lama
51 Makan Malam
52 Hasan dan Herman
53 Moment Kecil
54 Berangkat
55 Jamilah
56 Pingsan
57 Menyesal
58 Tamu Tak Diundang
59 Ingin Bertemu
60 Kepastian
61 Ingat di Saat Terakhir
62 di Angkringan
63 Zalfa
64 Kepikiran
65 Bebas
66 Belanja
67 Menangislah, Bila Membuatmu Lega
68 Lamaran
69 Terluka
70 Pilihan
71 Sendiri
72 'Embeeek'
73 Kegelisahan
74 Kerinduan Bunda Maria
75 Kecelakaan
76 Tidurlah Dengan Tenang
77 Ta'ziah
78 Tamu Yang Dirindu
79 Sah (end)
80 Pengumuman.
81 Mengantar Shaffa
82 Bayangan Peristiwa
83 Suasana Subuh
84 Shaffa
85 Perilaku Heru
86 Kepedihan Shaffa
87 Kedua Bocil
88 Shaffa (POV)
89 Irwan(POV)
90 Lamaran ke Shaffa
91 Ishak, Ayah Shaffa
92 Dalam Keluarga Irwan
93 Dasar Malika
94 Ku Katakan Padanya
95 Persetujuan
96 Masuk Sungai
97 Dugaan Hasan
98 Di Rumah Sakit
99 Cerita Edzel
100 Babak-babak Terakhir (1)
101 Babak-babak Terakhir 2
102 Babak-babak Terakhir 3
103 Babak-babak Terakhir 4
104 Babak-babak Terakhir 5
105 Ekstra Part
106 pengumuman
107 pengumuman karya baru
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Herman dan Zulfa
2
Haruskah Ijin
3
Awal yang Baik
4
Pergilah
5
Demi Kalian
6
Masihkah Diriku Dalam Ingatannya
7
Apa Kabar
8
Mengikuti Rasa Rindu
9
Menghindar
10
Maria
11
Awal Pertemuan
12
Perwalian
13
Aku Istrinya
14
Tuhan, Ijinkan Aku Melupakannya
15
Papa dan Kakak
16
Rasa Bersalah
17
Sakit
18
Terpuruk
19
Irwan dan Lika
20
Mereka Pulang
21
Kalian yang Utama
22
Aku Benci Kamu
23
Binar Mata Tia
24
Satu Persatu pergi
25
Putusan
26
Kalung Zulfa
27
Halimah
28
Bayangan Kenangan
29
Si Spychopath Maria
30
Melarikan Diri
31
Tia, Maafkan Bunda
32
Menjenguk
33
Adakah Kesempatan Kedua
34
Putra-putriku
35
Aldo
36
Herman (POV)
37
Mutiara Insani
38
Ajakan Kak Rohman
39
Umroh dengan Bunda Redha, Istri Ridho
40
Menghubungi Ayah
41
Rencana
42
Amarah Alfa
43
Adik Tia
44
Kabar Baik
45
Bertemu Mutiara
46
Tia Masih Takut
47
Alfa dan Maria
48
Maria Tertangkap
49
Di Kantor Polisi
50
Teman Lama
51
Makan Malam
52
Hasan dan Herman
53
Moment Kecil
54
Berangkat
55
Jamilah
56
Pingsan
57
Menyesal
58
Tamu Tak Diundang
59
Ingin Bertemu
60
Kepastian
61
Ingat di Saat Terakhir
62
di Angkringan
63
Zalfa
64
Kepikiran
65
Bebas
66
Belanja
67
Menangislah, Bila Membuatmu Lega
68
Lamaran
69
Terluka
70
Pilihan
71
Sendiri
72
'Embeeek'
73
Kegelisahan
74
Kerinduan Bunda Maria
75
Kecelakaan
76
Tidurlah Dengan Tenang
77
Ta'ziah
78
Tamu Yang Dirindu
79
Sah (end)
80
Pengumuman.
81
Mengantar Shaffa
82
Bayangan Peristiwa
83
Suasana Subuh
84
Shaffa
85
Perilaku Heru
86
Kepedihan Shaffa
87
Kedua Bocil
88
Shaffa (POV)
89
Irwan(POV)
90
Lamaran ke Shaffa
91
Ishak, Ayah Shaffa
92
Dalam Keluarga Irwan
93
Dasar Malika
94
Ku Katakan Padanya
95
Persetujuan
96
Masuk Sungai
97
Dugaan Hasan
98
Di Rumah Sakit
99
Cerita Edzel
100
Babak-babak Terakhir (1)
101
Babak-babak Terakhir 2
102
Babak-babak Terakhir 3
103
Babak-babak Terakhir 4
104
Babak-babak Terakhir 5
105
Ekstra Part
106
pengumuman
107
pengumuman karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!