Demi Kalian

"Mas. Janganlah pergi dengan membawa amarah mama." Zulfa mencoba menghalangi kepergian Herman.

"Apa pedulimu."jawab Herman kesal

"Ini juga untuk kalian. Mereka tak melepaskan aku. Dan nanti kalian akan terkena imbasnya."

Ditengah amarahnya, ternyata Herman masih menyimpan rasa sayang pada keluarganya.

"Zulfa, maafkan mas. Selama ini nggak pernah mendengarkanmu. Sudah lupakan. Aku pergi dulu."kata Herman sambil menenteng tas kecil yang berisi pakaiannya.

"Masalah itu bisa kita atasi bersama."kata Zulfa.

"Zulfa kamu tak tahu siapa mereka."

Mereka tak menyadari, keributan kecil itu membuat Malika dan Irwan terbangun. Keduanya menuju ke arah ibunya yang berdiri mematung menatap kepergian Herman.

"Bunda."

Dia segera meraih Malika dalam gendongannya. Lalu Irwan yang datang, terlihat sedih dan takut. Diah meraih tangan bundanya.

"Aku titip anak-anak."

Herman berpamitan tanpa menyentuh keduanya sama sekali. Lalu pergi ke pintu belakang dan menghilang di balik gelapnya malam yang masih pekat.

"Mama." Dengan berkaca-kaca, dia menghampiri mertuanya.

"Sudahlah. ajak mereka ke kamarnya. Masih malam."

"Ya, Ma."

Tanpa banyak membantah dia melakukan yang Halimah katakan.

"Irwan haus?"tanya Zulfa, melihat sikap Irwan yang seakan enggan untuk kembali ke kamarnya.

Tapi dia menggelengkan kepalanya. Ada ketenangan di wajahnya.

"Bunda, apa ayah pergi?"

Meski masih sangat kecil, tapi dia bisa memahami apa yang terjadi pada orang dewasa di sekitarnya.

"Ya, Sayang. Tapi nanti ayah balik lagi."

"Aku senang ayah nggak ada."

"Irwan ... Jangan bicara seperti itu, nggak baik."

"Aku nggak suka ayah. Ayah jahat, suka marah dan nggak sayang sama kita."

"Sudah, sudah ... sekarang tidur. Besok Irwan sekolah, kan?" hibur Zulfa sambil mengantarkan mereka ke kamar masing-masing.

Lalu dia membelai lembut kepala Irwan hingga tertidur. Sedangkan Lika sudah tertidur dengan sendirinya di pangkuannya. Lalu Zulfa meletakkannya ke tempat tidurnya.

Setelah keduanya tertidur. Zulfa hanya menatap langit-langit kamar putra-putrinya dengan tatapan kosong.

Dengan kepergian Herman, membuatnya sesak. Karena merasa gagal untuk mendampingi Herman untuk menjadi baik.

Mungkinkah Yang Maha Pencipta hendak menunjukkan pada kami yang selama ini kami tak tahu. Dia mencoba ikhlas dengan apa yang terjadi.

Lalu dia pergi mengambil air wudhu, hendak mengadukan semua yang dia rasa pada pemilik jiwa dan raga sebenarnya.

Tanpa terasa dia pun tertidur di atas sajadah tempat dia bersujud.

Meski demikian, dia tetap terbangun seperti biasanya. Lalu dia menuju ruang fermentasi, menatap hamparan tempe yang siap dijual. Tak tahu apa yang harus dia lakukan.

Seperti biasa, Zulfa mengiris-iris tempe itu hingga menjadi bagian-bagian persegi. Lalu dia menatanya dalam keranjang-keranjang. Stelah itu dia hanya bisa duduk di ruang tengah.

Halimah yang baru saja bangun, menatap sedih Zulfa.

"Zulfa, maafkan mama, Membuatmu sedih."

"Tak apa-apa, Ma. Moga-moga mas Herman cepat berubah."

"Mama juga berdoa begitu, Zulfa."

"Kamu habis apa?"

"Mengiris tempe, Ma."

"Sudah titipkan saja sama paklikmu. Biar dijualkan."

"Iya, Ma." kata Zulfa senang. Ada pemecahan atas masalahnya.

"Zulfa ke pak Lik dulu, Ma."

"Ya."

Zulfa segera meninggalkan rumahnya, menuju rumah paklik Herman. Rumahnya tak begitu jauh. Hanya sekitar 400 meter dari rumahnya.

Beruntung pada saat tiba di sana, Pak lik nya sudah bangun dan juga sedang menata tempe yang ditemani pegawai setianya.

"Assalamu'alaikum ..., Pak Lik."

"Wa'alaikum salam ..., ada apa Zulfa?"

"Ini Pak Lik. Mau titip tempenya mas Herman."

"Apa tak pulang lagi?"

"Iya, Pak Lik."

"Anak itu, nggak berubah-ubah." gerutu pak Lik.

"Ya sudah. Nanti biar Maman ke sana. Sudah kamu siapkan."

"Sudah, Pak Lik."

"Man, kalau sudah selesai, kamu bawa pick up ke rumah Herman. Lalu bawa tempenya ke pasar. Nanti aku tunggu di sana."

"Baik, Gan."

"Ya sudah Pak Lik, Zulfa pulang dulu."

"Assalamu'alaikum ...."

"Wa'alaikum salam ...."

Zulfa pun berlalu. Berjalan menembus gelapnya malam menjelang subuh, seorang diri.

Baru beberapa langkah meninggalkan rumah pak Lik nya, dia merasa seseorang mengikutinya. Dan benar, di jalan yang masih sangat sepi, dia di hadang.

Tanpa berfikir panjang dia langsung berteriak.

"Pak Lik, Tolong Zulfa."

Dia akan balik kearah rumah pak Liknya. Tapi keburu tangannya di tarik paksa oleh orang itu.

"Tolong ... tolong ... tolong ...." teriaknya tanpa henti. Hingga membuat orang itu kewalahan.

Dia segera membekap mulut Zulfa.

Namun dia melakukan perlawanan, segera dia gigit telapak tangannya, serta menendang bagian sel***nya dengan keras. Menyebabkan orang itu mengadu kesakitan. Dan dia segera berlari kencang ke arah rumah pak Liknya lagi.

"Ada apa, Zulfa?" Kata Pak Liknya yang sudah berlari beberapa langkah dari rumahnya.

"Ada orang mau jahat sama

Zulfa." kata Zulfa terengah-engah.

"Dimana?"

"Di sana."

Tangannya menunjuk arah di mana dia di hadang.

Tanpa pikir panjang, Pak Liknya berlari ke arah yang ditunjuk Zulfa di ikuti Maman.

Beberapa saat kemudian, mereka kembali.

"Gimana pak Lik?"

"Nggak terkejar, Fa." kata pak Lik, "Sudah kabur bawa motor."

"Mulai tak aman, kampung kita, Gan."

"Iya, Pak Lik." kata Zulfa.

Dia hendak mengadukan kejadian tadi malam. Bagaimanapun keterangan suaminya membuatnya takut. Apalagi dengan kejadian yang baru saja dialami.

"Tadi malam rumah mama digedor-gedor orang tak di kenal. Mereka mencari mas Herman. Dan mengancam kami."

"Benarkah." ujar pak Lik terkejut.

"Tapi nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa, hanya Zulfa takut. Kalau mereka kembali."

"Kita aktifkan lagi anak-anak untuk ronda, bagaimana Gan?"

"Kasihan mereka. Bisa-bisa waktu kerja mereka ngantuk."

"Lalu gimana, Gan."

"Kita tunjuk saja yang mau jadi hansip atau petugas keamanan untuk RT kita. Nanti untuk biaya operasionalnya patungan."

"Berarti memang orang khusus, Gan?''

"Itu lebih baik. Dari orang sini nggak apa. Nanti aku tak ngomong sama pak RT nya, kalau kampung kita mulai tak aman."

"Sudah, kalau gitu antar Zulfa pulang. Sekalian bawa pick up. Angkut tempenya."

"Baik, Gan."

Zulfa menuju teras untuk duduk sejenak. Menunggu bang Maman mengeluarkan mobil pick upnya.

Ternyata keributan kecil tadi, membuat bu Liknya Zulfa keluar, menemui mereka.

"Ada keributan apa tadi?"

"Bu Lik."

"Kamu Zulfa. Tumben ke sini sebelum subuh."

"Ya bu Lik. Maaf ngerepotin suami bu Lik. Mau nitip tempe."

"Kenapa emangnya?"

"Mas Herman tak ada di rumah."

"Subhanallah, belum sadar juga tuch anak. Sabar ya, Fa."

"Ya, Bu Lik." jawab Zulfa tenang.

Tak mungkin Zulfa menceritakan kejadian yang sebenarnya. Kalau Herman telah diusir dari rumah, oleh Halimah.

"Fa, itu Maman sudah siap."

"Makasih pak Lik."

"Ya, Fa."

"Mari Bu Lik, Assalamu'alaikum ...."

"Wa'alaikum salam ...,"

"Oh ya, Fa. bu Lik beli juga unthuk yuyu nya."

"Nanti sore, insya Allah ada. Yang sekarang sudah pesanan semua." jawab Zulfa sebelum menutup pintu mobil.

"Nggak apa-apa. Satu kilo ya .... Sekalian kamu bungkusin berapa gitu, tak promoin di ibu-ibu PKK nanti sore."

"Siip bu Lik. Makasih sebelumnya."

...

...

.....

Terpopuler

Comments

Yukity

Yukity

like♥️

Umi Hani..jadi bundanya Yulia di
CINTA UNTUK YULIA🤔🤭😍😍

2021-09-06

0

Irma Kirana

Irma Kirana

semangat kak

2021-09-06

0

sahabat syurga

sahabat syurga

punya suami gk beres tp untung kluarganya baik smua

2021-07-23

0

lihat semua
Episodes
1 Herman dan Zulfa
2 Haruskah Ijin
3 Awal yang Baik
4 Pergilah
5 Demi Kalian
6 Masihkah Diriku Dalam Ingatannya
7 Apa Kabar
8 Mengikuti Rasa Rindu
9 Menghindar
10 Maria
11 Awal Pertemuan
12 Perwalian
13 Aku Istrinya
14 Tuhan, Ijinkan Aku Melupakannya
15 Papa dan Kakak
16 Rasa Bersalah
17 Sakit
18 Terpuruk
19 Irwan dan Lika
20 Mereka Pulang
21 Kalian yang Utama
22 Aku Benci Kamu
23 Binar Mata Tia
24 Satu Persatu pergi
25 Putusan
26 Kalung Zulfa
27 Halimah
28 Bayangan Kenangan
29 Si Spychopath Maria
30 Melarikan Diri
31 Tia, Maafkan Bunda
32 Menjenguk
33 Adakah Kesempatan Kedua
34 Putra-putriku
35 Aldo
36 Herman (POV)
37 Mutiara Insani
38 Ajakan Kak Rohman
39 Umroh dengan Bunda Redha, Istri Ridho
40 Menghubungi Ayah
41 Rencana
42 Amarah Alfa
43 Adik Tia
44 Kabar Baik
45 Bertemu Mutiara
46 Tia Masih Takut
47 Alfa dan Maria
48 Maria Tertangkap
49 Di Kantor Polisi
50 Teman Lama
51 Makan Malam
52 Hasan dan Herman
53 Moment Kecil
54 Berangkat
55 Jamilah
56 Pingsan
57 Menyesal
58 Tamu Tak Diundang
59 Ingin Bertemu
60 Kepastian
61 Ingat di Saat Terakhir
62 di Angkringan
63 Zalfa
64 Kepikiran
65 Bebas
66 Belanja
67 Menangislah, Bila Membuatmu Lega
68 Lamaran
69 Terluka
70 Pilihan
71 Sendiri
72 'Embeeek'
73 Kegelisahan
74 Kerinduan Bunda Maria
75 Kecelakaan
76 Tidurlah Dengan Tenang
77 Ta'ziah
78 Tamu Yang Dirindu
79 Sah (end)
80 Pengumuman.
81 Mengantar Shaffa
82 Bayangan Peristiwa
83 Suasana Subuh
84 Shaffa
85 Perilaku Heru
86 Kepedihan Shaffa
87 Kedua Bocil
88 Shaffa (POV)
89 Irwan(POV)
90 Lamaran ke Shaffa
91 Ishak, Ayah Shaffa
92 Dalam Keluarga Irwan
93 Dasar Malika
94 Ku Katakan Padanya
95 Persetujuan
96 Masuk Sungai
97 Dugaan Hasan
98 Di Rumah Sakit
99 Cerita Edzel
100 Babak-babak Terakhir (1)
101 Babak-babak Terakhir 2
102 Babak-babak Terakhir 3
103 Babak-babak Terakhir 4
104 Babak-babak Terakhir 5
105 Ekstra Part
106 pengumuman
107 pengumuman karya baru
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Herman dan Zulfa
2
Haruskah Ijin
3
Awal yang Baik
4
Pergilah
5
Demi Kalian
6
Masihkah Diriku Dalam Ingatannya
7
Apa Kabar
8
Mengikuti Rasa Rindu
9
Menghindar
10
Maria
11
Awal Pertemuan
12
Perwalian
13
Aku Istrinya
14
Tuhan, Ijinkan Aku Melupakannya
15
Papa dan Kakak
16
Rasa Bersalah
17
Sakit
18
Terpuruk
19
Irwan dan Lika
20
Mereka Pulang
21
Kalian yang Utama
22
Aku Benci Kamu
23
Binar Mata Tia
24
Satu Persatu pergi
25
Putusan
26
Kalung Zulfa
27
Halimah
28
Bayangan Kenangan
29
Si Spychopath Maria
30
Melarikan Diri
31
Tia, Maafkan Bunda
32
Menjenguk
33
Adakah Kesempatan Kedua
34
Putra-putriku
35
Aldo
36
Herman (POV)
37
Mutiara Insani
38
Ajakan Kak Rohman
39
Umroh dengan Bunda Redha, Istri Ridho
40
Menghubungi Ayah
41
Rencana
42
Amarah Alfa
43
Adik Tia
44
Kabar Baik
45
Bertemu Mutiara
46
Tia Masih Takut
47
Alfa dan Maria
48
Maria Tertangkap
49
Di Kantor Polisi
50
Teman Lama
51
Makan Malam
52
Hasan dan Herman
53
Moment Kecil
54
Berangkat
55
Jamilah
56
Pingsan
57
Menyesal
58
Tamu Tak Diundang
59
Ingin Bertemu
60
Kepastian
61
Ingat di Saat Terakhir
62
di Angkringan
63
Zalfa
64
Kepikiran
65
Bebas
66
Belanja
67
Menangislah, Bila Membuatmu Lega
68
Lamaran
69
Terluka
70
Pilihan
71
Sendiri
72
'Embeeek'
73
Kegelisahan
74
Kerinduan Bunda Maria
75
Kecelakaan
76
Tidurlah Dengan Tenang
77
Ta'ziah
78
Tamu Yang Dirindu
79
Sah (end)
80
Pengumuman.
81
Mengantar Shaffa
82
Bayangan Peristiwa
83
Suasana Subuh
84
Shaffa
85
Perilaku Heru
86
Kepedihan Shaffa
87
Kedua Bocil
88
Shaffa (POV)
89
Irwan(POV)
90
Lamaran ke Shaffa
91
Ishak, Ayah Shaffa
92
Dalam Keluarga Irwan
93
Dasar Malika
94
Ku Katakan Padanya
95
Persetujuan
96
Masuk Sungai
97
Dugaan Hasan
98
Di Rumah Sakit
99
Cerita Edzel
100
Babak-babak Terakhir (1)
101
Babak-babak Terakhir 2
102
Babak-babak Terakhir 3
103
Babak-babak Terakhir 4
104
Babak-babak Terakhir 5
105
Ekstra Part
106
pengumuman
107
pengumuman karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!