RISALAH JODOH (New Version)

RISALAH JODOH (New Version)

Bab 1. Iffah¹

Kesiur angin menerabas masuk melalui jendela yang sengaja Nadeen buka. Namun, dingin membuatnya harus berpamitan pada gemintang malam yang setia menemani tuntasnya setumpuk tugas. Sekali lagi ia tatap langit sebelum menutup jendela disusul tarikan gorden yang telak membuat angin tak mampu lagi menerpa kulitnya.

Usai menutup laptop dan merapikan buku-buku di atas meja yang menghadap jendela tersebut, gegas Nadeen beranjak untuk merebahkan diri di atas tempat tidur di dalam kamar indekos-nya yang hanya berukuran 5x5 meter persegi, tak lebih. Mata nyalang menatap lurus ke arah langit-langit kamar yang sudah disetting redup, demi mendapatkan sudut tenang sebelum ia pejamkan mata.

Maindfulness selama lima belas menit, gagal menghapus seseorang yang tak seharusnya muncul dalam ingatan. Ia pun bergerak mengulurkan tangan demi meraih sebuah pena di atas meja. Benda yang terjatuh tak sengaja tepat di depan matanya. Seraya memainkan lalu memutar pena itu tepat di depan wajahnya, ia terus berpikir sambil menghitung berapa kali benda kecil itu terjatuh, kemudian berakhir di tangannya.

“Kenapa selalu jatuh di depanku, hhh? Bikin susah aja balikinnya,” gerutunya sambil nunjuk-nunjuk benda di tangan kanannya menggunakan telunjuk tangan kiri.

Mencoba mengingat kembali kejadian tadi pagi, saat langkah Nadeen memburu waktu menuju ke kampus seperti hari-hari sebelum itu. Bedanya, hari ini ia bangun sedikit telat dan bergerak pun harus lebih cepat. Setengah berlari sambil mengingat mata kuliah pagi akan dimulai jam delapan, ujung mata pun tak bisa lepas fokus dari jam di pergelangan tangan. Apalagi ketika melewati tikungan, ia harus menunduk hanya menatap jalanan. Andaikan ada jalan lain menuju kampus, sudah pasti Nadeen tak melewati jalan ini lagi.

Belumlah sampai di gerbang kampus, langkahnya harus terhenti tiba-tiba. Demi menyadari seseorang yang berlalu begitu saja setelah membuat buku-buku dalam genggamannya berserakan. Ingin mengumpat, tetapi segera ia urungkan. Tak ingin menjadi "buruk muka cermin dibelah" Nadeen menyadari ini bagian dari kesalahannya akibat kecerobohan dan ketergesa-gesaannya yang berlebihan. Di saat bersamaan, seorang pria sudah berada di sana tengah memungut buku-buku miliknya, lalu meletakkan di atas tembok semen yang memanjang membatasi taman sebelum ia membuat jarak.

Bantuan sekecil apa pun selalu ia lakukan tanpa pandang bulu. Namun, begitulah lelaki bernama Ammar. Selalu menjaga dirinya untuk tidak bersentuhan dengan perempuan. Dalam hitungan detik, punggung pria bertubuh jangkung itu sudah menjauh di balik beberapa orang mahasiswa yang dilaluinya.

Entah bagaimana, sebuah pena tiba-tiba kembali menyita perhatian Nadeen persis di tempat pria itu berjongkok mengambil buku-buku tadi. Bisa dipastikan, itu adalah milik Ammar dan Nadeen harus mengembalikannya.

“Tunggu!”

Kata itu hampir lolos ia lontarkan, tetapi akhirnya diurungkan. Selain percuma, akan malu dengan orang di sekitar itu. Pikirnya.

"Nad!"

Panggilan Hanin disertai tepukan di pundak Nadeen membuatnya terkesiap untuk kedua kali. Penasaran dengan bayangan punggung pria yang baru saja berlalu dari hadapan sahabatnya dan saat ini bahkan masih dipandanginya, gadis yang datang tiba-tiba itu pun turut melempar pandang ke arah sana.

“Dari postur tubuhnya, itu seperti Pak Ammar?” tebak Hanin sambil mensejajarkan pundaknya dengan Nadeen yang sudah mulai melangkah lagi.

“Ya,” jawab Nadeen singkat seraya melirik.

“Pantesaaan. Wangi parfumnya nempeeel di idung aku.” 

“Bisa-bisanya kamu ngomongin parfum Pak Ammar. Aku malah nggak tau dia pakai parfum atau enggak”

“Masa?” Hanin melirik sambil mengangkat alis. "Aku malah lebih kenal sama parfumnya ketimbang orangnya." Ia jelas sedang bercanda membuat Nadeen mengerutkan kening dalam-dalam.

"Kalau orangnya, jangan harap bisa kenal. Dideketin aja susah."

"Mau coba sekali lagi?" Nadeen menunjukkan sebuah pena di tangannya. Benda yang berkali-kali membuat Hanin mengejar pria itu demi mengembalikannya.

"What?! Lagi?" Hanin melotot demi melihat benda di tangan Nadeen. "Ini jatuh lagi atau dia sengaja ngasih ke kamu?" Rasa penasaran jelas terlihat di wajahnya.

"Mana ada dia ngasih ini ke aku." Nadeen hanya bergumam. Namun, Hanin masih bisa mendengar.

Hanin ambil pena itu lalu diselidiki dari semua sisi yang akhirnya dia tertawa. "Pantas saja selalu jatuh, klip di tutupnya sudah patah. Ya, nggak bisa nyangkut lagi, Nad."

"Ketawanya pelan-pelan aja, sih. Dikira orang kamu kenapa, lagi," bisik Nadeen seraya melirik orang-orang di sekitarnya lalu mempercepat langkahnya yang langsung disusul Hanin saat itu juga.

“Aku curiga.” Kali ini suara Hanin pelan membuat Nadeen melirik dengan dahi yang mengerut.

“Maksud?”

“Jangan-jangan Pak Ammar sengaja menjatuhkannya di depanmu. Atau dia patahkan klipnya supaya jatuh lagi dan lagi.” Hanin terkekeh yang langsung dihadiahi Nadeen sebuah pukulan ringan di lengannya.

“Kaaan? Mulai ngawur.”

“Astagfirullah, maaf Pak Ammar,” Hanin masih terkekeh. Namun, segera mengusap dadanya seraya beristigfar.

“Ya udah, balikin ya, ni balpennya.”

“No no no. Jangan minta aku ngelakuin itu lagi.” Hanin mengibaskan telapak tangannya berkali-kali, tak cukup dengan itu dia juga menggelengkan kepala tanda tak mau.

“Kenapa, sih? Biasanya 'kan nggak pernah bilang enggak buat aku?” Nadeen menggoyangkan lengan sahabatnya sambil merayu.

“Masalahnya, kalau keseringan aku jadi malu sendiri. Kaya orang caper, nggak, sih, Nad?”

“Iya juga, ya, Nin. Apalagi, kata Ustazah di kajian kemarin, kita harus ...."

"IFFAH!¹" seru mereka bersamaan. "Ye kan?" Nadeen memainkan alisnya.

“Tumben, bener.” Hanin melirik sambil membalas senyum simpul Nadeen.

Akhirnya gadis yang belum lama menggunakan hijab itu, menyimpan pena ke dalam tas, sebelum dia menemukan cara untuk mengembalikannya. Mungkin nanti bisa dititipkan pada seseorang. Pasalnya, sangat sulit bagi perempuan mana pun untuk bisa berkomunikasi dengan dosen yang menyandang gelar Ph.D di usianya yang ke-28 tahun ini.

Sejak kejadian beberapa bulan yang lalu, hati memang tak bisa dibohongi. Nadeen memang menyimpan sedikit kekaguman pada dosen muda bernama Ammar. Namun, dari pria itu pula ia belajar bagaimana cara menjaga hati dan juga mengendalikan perasaannya supaya tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang tercela. Kini, dia juga selalu menundukkan pandangannya, sebagaimana Ammar menjaga pandangannya dari wanita mana pun.

Dalam diam mereka hanya saling menjaga, menahan dan memelihara satu sama lain. Biarlah hanya Allah yang tahu dan mengatur perjalanannya, sekalipun mereka tidak berjodoh nantinya.

▬▬▬▬▬▬▬•◇✿✿◇•▬▬▬▬▬▬▬

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an

"Katakanlah kepada orang-orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kem\*luannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”.  \[An-Nur/24: 30\]

“Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, “Agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kem\*luannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya”.” (QS. An-Nur: 31)

▬▬▬▬▬▬▬•◇✿✿◇•▬▬▬▬▬▬▬

\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_

¹Iffah \= menahan. 

Adapun secara istilah : menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan. 

Terpopuler

Comments

Azqiara

Azqiara

Masyaaallah. keren banget ni ceritanya

2023-05-24

0

Susana

Susana

Alhamdulillah, akhirnya bisa hadir di sini. Setelah berjuang hampir dua jam. 🤧🤧
Semangat, Kak. 😍😍

2023-05-24

1

Asma Chusna

Asma Chusna

cakep banget tor ada dakwahnya

2023-05-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!