Bab 2. Hijrah²

Nadeen bukanlah gadis alim dengan latar belakang yang religius. Ia hanya gadis biasa yang memutuskan mengubah cara berpakaian, setelah mengalami sedikit pelajaran dalam hidupnya.

Beberapa bulan yang lalu, ia tidak memiliki satu helai pun jilbab syar'i. Lemarinya hanya terisi penuh dengan pakaian-pakaian mini yang mengundang syahwat³ para lelaki.

Insiden kecil terjadi ketika ia berjalan di malam hari. Entah sejak kapan komplotan berandalan yang baru saja usai berpesta khamar⁴ mengikuti Nadeen dan mengincarnya di belakang. Serangan tanpa ampun telak membuat gadis itu tak mampu menghindar. Satu per satu hampir menggagahinya dan nyaris merenggut kehormatannya secara brutal. Kejadian yang akhirnya membuat ia berpikir bahwa Allah sedang memberi kesempatan padanya untuk memperbaiki hidup. Karena jika seseorang tidak kebetulan lewat di jalan sepi itu dan menolongnya, Nadeen mungkin akan sulit melepaskan diri dari trauma. Hal ini pula yang menjadikan awal dari perjalanan barunya.

“Terima kasih banyak.”

Tubuhnya menjadi sangat lemas dan bergetar. Namun, ia tak menunggu detak jantung reda untuk mengucapkan patahan kata 'terima kasih' pada pria di depannya. Tak peduli jika penampilannya kini menjadi sangat tak karuan. Bisa lolos dari bahaya saja, sudah sangat membuatnya lega.

Dosen muda bernama Ammar yang berdiri di hadapannya hanya mengangguk lalu melepas jaket di tubuhnya yang langsung ia sorongkan ke arah Nadeen.

Gadis itu termangu menatap seluruh pakaiannya saat ini. Memang cukup terbuka dan sedikit menonjolkan bentuk tubuh, tetapi ia sangat menyukai penampilannya. Sebelum ini bahkan ia bisa memakai yang lebih terbuka lagi. Ia selalu nyaman dengan itu.

Masih diam sambil berpikir, menatap Ammar dan jaket itu bergantian. Tingkah Nadeen membuat dosen muda tidak yakin jika niat baiknya akan diterima dan dimengerti. Sedetik sebelum Ammar menarik jaket itu kembali, Nadeen sudah lebih dulu mengambil dari tangannya.

"Saya ...," ucapnya ragu. "Apa saya harus memakai ini?" Sambil menunjuk jaket Ammar di tangannya.

"Kalau tidak mau, tidak usah," jawab Ammar dingin.

Ammar berusaha membuang muka ke arah lain sementara tangannya meminta kembali jaket itu. Sikap Ammar membuat Nadeen tersadar jika lelaki sepertinya sedang tidak nyaman melihat pakaian seterbuka itu. Kini Jaket itu sudah menempel di badannya, meski tidak menutupi seluruhnya.

"Kalau gitu, saya pinjam jaketnya."

"Di sepanjang jalan ini mungkin masih banyak lelaki yang akan memandangmu dengan mata binal."

Gadis berpenampilan sensual itu hanya mengangguk pelan. Sementara pria di depannya tampak menarik napasnya dalam-dalam.

“Maaf." Dia menjeda ucapannya. "Saya seorang lelaki, dan bisa tahu apa yang ada di pikiran lelaki lain saat melihatmu. Mereka tidak bisa sepenuhnya disalahkan."

Seketika wajah Nadeen menunduk. Rasa malu tak sanggup ia sembunyikan sejak pipinya berubah merah. Dia tahu Ammar sedang menasehatinya secara halus. Meski sia-sia, tangannya terus berusaha menurunkan rok mini yang memang dari sananya sudah kekurangan bahan.

“Lain kali, jangan jalan sendirian malam-malam, di tempat seperti ini."

Setelah mengecek jam di pergelangan tangan kirinya, Ammar mempersilakan Nadeen berjalan lebih dulu. "Sudah malam, saya antar pulang."

Dia masih berdiri menunggu hingga gadis rok mini itu berjalan sampai lima meter di depannya, barulah ia mengikuti di belakang pelan-pelan.

Jarak ke indekos memang sudah tak terlalu jauh, tetapi memang daerah itu sedikit rawan jika dilewati malam-malam. Hanya belasan menit saja mereka sudah sampai. Itu pun dilewati dengan langkah pelan dan hening tanpa ada yang bersuara hingga Nadeen berhenti di depan sebuah kompleks yang ditinggalinya.

"Sudah sampai." Sembari membuka resleting jaket milik Ammar yang hendak ia kembalikan.

“Jangan dibuka dulu, nanti saja di kamar,” cegahnya cepat. "Saya tunggu di sini sampai kamu benar-benar masuk ke kamar."

Ammar membuat Nadeen salah tingkah yang akhirnya hanya mengangguk sambil menarik kembali resleting jaket. Setelah berjalan dua langkah, gadis itu menoleh hanya untuk mengucapkan, “terima kasih.”

Dari jendela kamarnya, Nadeen bisa melihat, Ammar hanya ingin memastikan dirinya sampai di kamar dengan selamat setelah itu dia pulang. Tanpa ia tahu, selama ini Ammar tinggal di rumah pamannya yang tak jauh dari sana.

Di kamar indekos tempat Nadeen tinggal selama kuliah di Jakarta, ia duduk terpaku cukup lama di ujung tempat tidurnya. Lalu berdiri di depan cermin memandangi tubuh yang hampir saja dinodai secara brutal. Itu membuatnya tak ada keberanian untuk keluar dari kamar selama beberapa hari. Rasa takut terus menghantui. Pun ada rasa malu teringat ucapan Ammar malam itu.

Bersembunyi selama berhari-hari cukup untuk mengumpulkan keberaniannya lagi. Banyak hal mengharuskan ia keluar, terutama urusan kuliah tak bisa diabaikan begitu saja. Selain itu, ia perlu mengembalikan jaket milik Ammar yang baru kering setelah dicuci. Sayang sekali, keberadaan lelaki itu cukup sulit ditemui. Ia selalu menolak untuk bertemu dengan berbagai macam alasan. Entah dia sibuk, *atau mungkin enggan melihat gadis sepertiku*. Nadeen sempat menduga-duga. Ketika itulah, Nadeen untuk pertama kalinya meminta bantuan Hanin, sahabat karibnya.

“Jaket Pak Amar? Yakin ini punyanya?” Hanin tak percaya lalu coba mengintip isi bungkusan yang dititipkan Nadeen padanya. "Udahlah ngilang berhari-hari, sekarang muncul bawa-bawa jaket Pak Ammar. Pada ngapain?" Tatapannya seakan tengah menghakimi.

“Nanti saja aku cerita. Sekarang bantu aku balikin ini, ya.” Setahu Nadeen, teman-teman Hanin jauh lebih banyak karena memang orangnya pandai bergaul. Salah satu dari mereka mungkin dekat dengan Ammar dan bisa ia mintai bantuan.

Nadeen kembali berpikir. Kenapa laki-laki baik tidak suka melihat penampilannya. Padahal, tubuh seksi yang ia miliki saat ini selalu menjadi kelebihan yang ia banggakan. Ammar sangat berbeda dengan pemuda-pemuda lain yang dikenalnya. Jika mereka hampir tidak bisa berkedip menatap dengan pandangan liar, lain halnya dengan Ammar yang risih dan malu melihat hal itu.

“Nin, kamu gak malu temenan sama aku?” Obrolan di sela-sela mengerjakan tugas kampus siang itu.

“Maksudnya?” Hanin menoleh dengan dahi mengerut.

“Kamu bisa dicap perempuan tidak baik, loh, gara-gara berteman denganku.”

“Aku memang bukan perempuan yang baik, kok. Hanya cara berpakaian kita saja yang berbeda,” ucap Hanin yang kembali sibuk mencatat sesuatu.

“Pakaianku ini ... sangat buruk ya, Nin?”tanya Nadeen patah-patah.

Hanin memicingkan matanya seraya memindai tampilan Nadeen dari ujung kepala hingga ke kaki. “Hmm ... jujur ya, aku sedikit cemburu melihat tubuh molekmu terekspos begitu saja. Tapi, siapa yang tahu jika suatu hari nanti kamu berubah pikiran. maybe.” Hanin mengangkat bahunya. Ia memang bijak, tidak pernah menilai Nadeen dari tampilannya yang berbeda.

Saat itu juga Nadeen putuskan untuk berhijrah secara bertahap dimulai dengan merubah cara berpakaian menjadi sedikit tertutup meski tidak sebaik Hanin, sahabatnya. Seperti yang Ammar katakan malam itu, Mata lelaki tidak sepenuhnya salah. Kita sendiri yang mengundang pikiran jahat mereka. Semoga kejadian itu tidak terulang lagi.

Meskipun belum benar-benar sempurna, tetapi sedikit perubahan pada Nadeen cukup membuat Ammar terpana saat tak sengaja berpapasan menuju ke kampus.

Mereka sempat beradu pandang, bibir Ammar bergerak seakan ingin menyunggingkan sebuah senyuman yang tertahan. Ia segera tersadar dan memalingkan wajahnya. Ammar hanya ingin memastikan, apa benar gadis seperti Nadeen bisa berubah?

Astagfirullah “Maafkan saya,” ucapnya sambil mengusap dada lalu pergi dari hadapan Nadeen yang sedari tadi menatap kesalahtingkahan Ammar dengan wajah polosnya.

Sejak saat itu, entah kenapa semesta menciptakan banyak kebetulan di antara mereka. Seringnya bertemu di pertigaan jalan, meskipun jarak mereka tidak pernah lebih dari 5 meter saat berangkat ngampus, tetapi Nadeen merasa jika Ammar selalu berada di belakang mengawasinya.

Ammar bukanlah laki-laki dingin yang tidak menginginkan pendamping hidup di usianya saat ini. Namun, dia masih harus mendahulukan seorang kakak yang juga belum berkeluarga. Siapa pun wanita yang Ammar sukai saat ini, sementara dia simpan rapat-rapat dalam hati sampai nanti tiba waktunya dia akan mendengar kabar baik dari sang kakak yang memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya. Saat itu pula Ammar pun akan memilih proses ta'aruf ⁵ dengan wanita pilihannya.

 

__________

 

²Hijrah \= Awal dari seseorang menuju untuk sesuatu yang lebih baik meninggalkan sesuatu yang buruk (sebelumnya).

³Syahwat \= Nafsu atau keinginan bersetubuh; keberahian.

⁵Ta'aruf \= Perkenalan atau saling mengenal yang dianjurkan dalam Islam, maksudnya yaitu interaksi yang dilakukan antara dua orang atau lebih dengan disertai maksud atau tujuan tertentu.

Terpopuler

Comments

DHurley123

DHurley123

berasa ketampar ini sama alur cerita nya, hijrah nua nadeen ini gila sih .. lanjutkan thor

2023-05-24

0

Nur Yuliastuti

Nur Yuliastuti

❤️❤️

2021-04-26

1

Pandan Wangi

Pandan Wangi

👍👍 T.O.P pake bangettt 😘😘😘

2021-04-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!