Kenaya

Kenaya

Satu

Langkahnya terus berjalan menapaki ubin lantai koridor sekolah. Matanya lurus ke depan, seakan fokus pada satu tujuan. Langkah kakinya terdengar menggema, dan di telinganya terpasang earphone yang selalu siap sedia. Rambutnya terurai, nampak indah dipandang mata. Wajahnya yang ayu rupawan, hasil perpaduan wajah kedua orang tuanya yang beda negara membuat sosok itu menjadi gadis cantik jelita.

Nampak terlihat jelas, dan semua orang mengakuinya. Hanya saja sebagian orang menganggapnya aneh. Ya, mereka menganggapnya aneh lantaran mata yang dipunyanya. Kedua matanya memiliki warna yang berbeda, satu berwarna violet dan yang satu berwarna coklat terang.

Baru saja kakinya menyentuh ruangan kelas, namun suara bisikan itu mulai berdatangan. Tidak, semua teman sekelasnya tidak berbicara sama sekali. Mereka hanya membatin, membicarakan keluh kesahnya kepada diri sendiri. Dan hanya dia yang bisa mendengarnya.

Dia Kanaya, salah satu murid dari SMA Galaksi, di mana kesendirian adalah temannya. Gadis yang kerap disapa 'Kay' itu tengah duduk di kursi sambil membaca buku yang kemarin baru dipinjamnya dari perpustakaan. Sedangkan telinganya sibuk mendengarkan musik dari earphone.

Beruntungnya hari ini semua guru sedang rapat. Hal itu membuat semua siswa maupun siswi bersorak girang. Mereka tampak berpencar, saling berkumpul untuk bergosip ria bersama teman-temannya. Sedangkan di kursi paling pojok, Kanaya hanya bisa duduk dalam kesendirian.

Tidak ada suara bising lagi yang terdengar. Membuat Kanaya bergumam lega. Semua ini karena earphone kesayangannya. Satu hal yang tak pernah lupa ia bawa ke sekolah atau di manapun langkahnya berpijak.

Kanaya menutup bukunya. Lalu kakinya mulai beranjak dari kursinya menuju keluar kelas. Masih tetap menggunakan earphonenya, Kanaya terus melangkah menuju perpustakaan sekolah. Dia berkeliling mencari buku cerita tentang thriller. Namun sayangnya tidak ditemukannya.

Terpaksa, Kanaya mengambil buku tentang novel random yang ia ambil dari rak. Kanaya duduk di kursi panjang, lalu mulai sibuk membaca. Sebenarnya di perpustakaan banyak orang-orang yang sedang membaca buku, tapi kebanyakan dari mereka lebih banyak berbisik-bisik dengan temannya. Sedangkan petugas perpustakaan sedang sibuk mencatat jurnal kedatangan pengunjung perpustakaan.

Terasa dingin, seperti ada yang meniupi tengkuknya dengan sengaja. Kanaya menoleh ke arah samping dan mendapati teman tak kasat matanya tengah tersenyum padanya. Selanjutnya Kanaya memutar bola matanya malas.

Dia Clara, satu-satunya teman yang Kanaya miliki. Meskipun bukan berwujud manusia, setidaknya Clara selalu ada di saat Kanaya membutuhkannya. Clara menjadi arwah sekitar 150 tahun yang lalu, tepatnya dia terpaksa menjadi arwah karena pembantaian yang dilakukan musuh keluarganya. Wajah Clara hancur, penuh dengan darah, namun tetap saja tidak membuat Kanaya takut. Ia hanya melihat bagaimana sikap menyenangkan Clara, bukan melihat fisik arwah itu.

Clara sudah dianggap sebagai keluarga, selain itu ia sudah menganggap Clara seperti saudaranya sendiri. Clara adalah arwah yang baik, sering membantu dan membuatnya merasa nyaman. Kadang kala saat Kanaya tidak bisa tidur, Clara selalu menceritakan kisah yang bisa membuatnya mengantuk hingga tertidur lelap.

"Ada apa, Cla?" bisik Kanaya hampir tak terdengar. Namun Clara masih tetap bisa mendengar. Arwah itu lalu duduk di samping Kanaya dan mengamati wajah ayu itu.

"Aku bosen. Nggak ada teman main, Kay." Clara mengerucutkan bibir lalu memainkan rambutnya.

"Lalu? Kamu kan tahu kalau aku sedang sekolah," ujar Kanaya kalem. Ya, jika sedang bersama Clara, Kanaya akan berusaha menjadi pribadi yang hangat dan sabar. Kanaya tidak mau Clara mendapati sikap dingin darinya, sikap yang selalu Kanaya tunjukkan pada semua orang.

"Tapi aku mau main sama kamu. Kamu cuma bisa nemenin aku main waktu malam hari. Sedangkan pagi hari sampai sore, kamu sibuk." Clara merajuk.

"Aku kan ada keperluan." Kanaya lalu beranjak mengembalikan buku yang ia pinjam ke tempat semula. Clara mengekorinya dari belakang, sambil bersiul pelan. "Clara jangan bersiul, ganggu tahu!"

Clara meringis. "Maaf, tapi kan kamu masih pakai earphone."

"Tapi tetep aja ganggu. Telinga aku tajam, ya!" hardik Kanaya.

"Iya maaf. Baiklah, aku akan pergi, tapi nanti malem kamu harus main sama aku." Kanaya hanya bergumam. Sedangkan Clara kini sudah menghilang seperti angin yang berhembus.

Kanaya keluar dari perpustakaan dan duduk di taman belakang sekolah. Di sana tampak banyak pepohonan juga bunga hias yang tertanam apik di kebun. Kanaya melepas earphonenya, lalu berbaring di kursi panjang yang sekarang ia duduki. Matanya terpejam namun ia tak tertidur. Tempat ini sangat sepi, tidak ada seorang pun yang datang kemari. Hanya ada beberapa orang, tapi itupun tidak bertahan lama. Karena di menit selanjutnya mereka akan memilih pergi ke tempat lain.

"Heuh... malam nanti aku akan sibuk," gumamnya pada diri sendiri. Bayangan wajah Clara mulai melintas di benaknya, lalu senyum tipis itu mulai muncul. "Clara... dia terlihat menyeramkan tapi juga menyenangkan dalam waktu bersamaan."

Beberapa jam kemudian, ketika panas matahari mulai menyengat, Kanaya bangkit dari kursi. Dia berjalan menuju ke kelas, kali ini ia ingin segera duduk dan menelungkupkan kepalanya ke sana. Tak lupa Kanaya memasang earphonenya kembali.

Setelah berada di dalam kelas, semua orang tampak bersemangat. Ada apa? Kanaya sempat bertanya-tanya dalam hati. Namun setelahnya ia memilih acuh tak acuh.

Seorang guru masuk, guru yang notabenenya adalah wali kelasnya itu sedang berjalan dengan langkah lebar diikuti seorang laki-laki di belakangnya. Kelihatannya lelaki itu adalah murid baru. Semua orang yang ada di dalam kelas terdiam, diikuti bisik-bisik yang mulai terdengar. Bisik-bisik kagum itu mulai berdatangan, itu karena murid baru di depan.

"Selamat siang anak-anak maaf karena sebelumnya ada rapat mendadak. Ya, hari ini saya akan mengenalkan kalian kepada murid baru. Silahkan kamu mengenalkan diri," titah Bu Salma, sang wali kelas.

Senyum lelaki itu tampak ramah, ditambah dengan kadar ketampanan di luar nalar manusia. Semua bisikan mulai terdengar saat senyum maut itu mulai terbit. Matanya menyipit, menjelajahi satu persatu calon teman sekelasnya dengan teliti. Hingga matanya menentukan satu objek yang sedang menunduk membaca buku di kursi paling pojok sendirian.

"Ayo, tunggu apa lagi?" titah Bu Salma lagi.

"Namaku Kenzo Allarick Putra, kalian bisa memanggilku Kenzo. Aku harap kalian bisa menerima kedatanganku di sini dengan baik," ujarnya ramah. Hal itu menambah kesan plus bagi para gadis yang ada di kelas.

"Baiklah Kenzo, kamu bisa duduk di samping Kanaya," kata Bu Salma. Kenzo mengernyitkan dahi. "Kanaya silahkan angkat tangan!"

Kanaya mendongak lalu mengangkat tangan, wajahnya nampak datar namun dibalas senyuman oleh Kenzo. Lalu akhirnya Kenzo pun berjalan menuju bangkunya, dan duduk di samping Kanaya, gadis misterius yang tak tertarik padanya.

Setelah itu, Bu Salma berpamitan untuk pergi karena ada rapat susulan. Para murid bersorak bahagia. Setelah Bu Salma pergi, semua murid perempuan berbondong mendatangi bangku Kanaya dengan tujuan ingin mengenal lebih sosok Kenzo yang tampan. Kanaya hanya sibuk membaca buku, tak peduli pada sekitarnya yang nampak bising.

Setelah beberapa menit kemudian Kanaya dapat merasakan suasana sepi di bangkunya. Dia melirik ke samping, ternyata para perempuan itu telah pergi. Kanaya bersyukur dalam hati.

Diam-diam Kenzo melirik Kanaya. Ia tampak aneh, tak terlihat seperti para gadis lainnya. Kanaya tidak banyak bicara, tak banyak bergerak layaknya patung yang selalu diam dan tak berulah. Jika gadis lainnya mungkin akan berulah dan banyak bicara, membicarakan ini-itu yang membuat telinga berkedut ingin dilepas, tapi yang ini berbeda. Kenzo penasaran, dia tidak bisa melihat wajah Kanaya karena sedari tadi gadis itu hanya menunduk. Memang waktu Bu Salma menyuruhnya mengangkat tangan wejah gadis itu mendongak, namun sialnya Kenzo tak benar-benar memperhatikannya.

"Kamu Kanaya, kan?" ujar Kenzo memecah keheningan. Dia melihat ke arah gadis itu dengan tatapan ragu. Apakah Kanaya mendengarnya di saat gadis itu memakai earphone? Batin Kenzo bertanya-tanya.

"Hmm," jawab Kanaya tanpa menoleh ke sumber suara.

"Kamu nggak mau keluar, misalnya ke kantin?" tawar Kenzo yang masih saja mengajaknya bicara.

"Tidak." Kenzo diam mendengar jawaban itu. Ini kali pertama ada yang menolaknya. Jika dulu semua orang selalu berlomba mengajaknya pergi, kini teman sebangkunya sendiri enggan pergi bersamanya. Bahkan berbicara pun terlihat enggan.

"Kita ke kantin?" ajak Kenzo tak mau menyerah.

"Tidak."

"Kenapa?" tanya Kenzo cepat.

"Berisik. Pergilah, jangan ganggu aku."

Kenzo diam. Lalu mengamati gadis itu intens. Dari samping wajahnya tidak terlihat jelas karena tertutupi oleh rambut. Lalu kesadarannya muncul saat gadis itu mulai menutup bukunya dan menatap Kenzo tajam.

Kenzo terpaku saat melihat sosok malaikat di sampingnya. Benarkah ini adalah teman sebangkunya yang sedari tadi mendiaminya tanpa sebab? Kenzo terus bertanya-tanya dalam hatinya. Astaga mata itu, kenapa terlihat begitu indah dan unik di waktu bersamaan? Juga kenapa Tuhan bisa menciptakan wajah seproposional itu? Kenzo tidak bisa berkata-kata lagi di saat jantungnya mulai berdisko seperti dugem tanpa diminta.

Hingga saat sosok cantik itu sudah tak terlihat lagi di matanya, tapi tetap saja Kenzo masih belum tersadar. Beberapa menit kemudian bibirnya tersenyum. "Astaga malaikatku!"

Terpopuler

Comments

❀_Ayu_❀

❀_Ayu_❀

Gaskeun Kenzo, d3ketin Kanaya....💃💃💃

2022-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!