Tiga

Mungkin jika ditanya siapakah orang yang paling sok tahu di muka bumi ini, maka jawabannya hanya satu; Kenzo. Kanaya berusaha mengabaikan ocehan Kenzo dengan cara memakai earphone, namun rupanya bayangan suara Kenzo masih saja terngiang di kepalanya.

Penyuka sesama jenis? Apakah yang Kenzo maksud adalah seorang lesbian? Apa lelaki itu sudah gila telah melabelinya dengan julukan hina semacam itu? Kanaya normal dan tidak sedikitpun memiliki sifat belok. Ia gadis normal yang bisa menyukai lawan jenis. Tapi sampai sekarang ini masih belum ada yang membuatnya tertarik.

Kanaya menatap atap kamarnya dengan tatapan kosong. Banyak pemikiran juga pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya. Salah satunya tentang bagaimanakah masa depannya nanti jika ia masih memiliki ilmu menyebalkan ini? Jangan harap gadis itu senang, jingkrak-jingkrak dan melompat-lompat kesenangan. Nyatanya Kanaya justru lebih memilih menghilangkan semua ilmu yang dipunyanya agar bisa menjadi orang normal seperti pada umumnya.

Helaan napas terdengar. Entah kenapa sekarang ia bermimpi aneh. Semua mimpinya tentang teka-teki yang membingungkan. Mobil rusak, tawa anak kecil, dan darah. Anehnya setiap kali Kanaya mengingat semua itu akan membuat kepalanya pusing luar biasa. Alhasil, yang ia lakukan hanyalah diam dan tak menghiraukan, serta menganggap mimpinya itu hanyalah bunga tidur.

Tapi setiap kali Kanaya menganggap semua itu hanyalah bunga tidur, entah kenapa hatinya selalu saja tidak tenang. Terasa ada yang mengganjal, namun apa itu Kanaya tak tahu. Ada banyak hal yang belum terpecahkan. Andai saja ia dapat menerawang masa lalunya sendiri, maka dengan senang hati ia akan melakukannya. Namun sayang, ia tak bisa melakukannya dan hanya bisa melakukannya kepada orang lain saja.

Tidak ada yang menarik dengan melihat masa lalu orang lain. Semuanya tak ada yang normal. Ada banyak hal di luar diri manusia yang disembunyikan secara diam-diam dan rapat. Itu juga yang membuat Kanaya sangat membenci juga muak terhadap mereka.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 12 malam. Kanaya masih terjaga, dengan mata terbuka lebar sambil menatap layar ponsel. Tangannya sibuk mengetik rentetan kata, sedangkan telinganya masih saja dipasang earphone. Katakanlah Kanaya tidak normal karena tidak merasa ngantuk walau tengah malam sekalipun. Insomnia yang dialaminya membuat Kanaya selalu terlihat kelelahan di setiap waktu, padahal nyatanya tidak sama sekali.

Tiupan di telinganya sukses membuat gadis itu kehilangan konsentrasi. Bibirnya berdecak, lalu menghembuskan napas kesal. Ia menoleh ke kiri, mendapati Clara dengan senyuman jenaka. Kanaya hanya menggeleng lalu menekuni aktivitasnya kembali dan tak menghiraukan keberadaan hantu Clara.

"Rasanya aku sangat bosan melihatmu belum tidur di jam-jam seperti ini," kata Clara memulai pembicaraan. Hantu itu duduk di atas lemari sambil bersidekap dada menatap Kanaya yang hanya bergumam saja. "Andai saja aku manusia, bukan hantu seperti ini, mungkin aku akan menjitak kepalamu saat ini juga."

Kanaya mengangkat kepalanya dan menatap Clara. "Memang kamu hantu, kan?"

"Heh, dasar sahabat laknat. Aku kan hanya berandai, dan kamu langsung membuat mood-ku hancur," decak Clara kesal.

Kanaya tersenyum tipis lalu mengangguk. Kemudian ia menyimpan ponselnya di bawah bantal serta meletakkan earphone miliknya di atas nakas. Kanaya membenarkan selimutnya yang melorot sampai pinggang lalu menatap Clara yang kini sudah berbaring di sampingnya.

Heuh, hantu itu memang sudah terobsesi untuk menjadi manusia. Apa tidak ada keinginan yang lain lagi selain itu? Batin Kanaya menggerutu. Memang mengesalkan ketika Clara selalu saja mengutarakan keinginannya untuk menjadi manusia. Entah itu setiap kali mereka bertemu, setiap detik, menit, bahkan jam sekalipun. Kanaya tahu jika kejadian tragis yang membuat Clara tewas bukanlah kemauannya. Bukan juga kemauan keluarganya. Tapi bukankah ini sudah takdir Tuhan? Mana ada hantu yang bisa berubah menjadi manusia kembali. Clara memang memiliki pemikiran absurd.

"Aku pernah punya impian. Sangat sederhana, indah, dan menyenangkan. Aku berandai ketika aku belum menjadi hantu, ketika aku masih hidup dan memiliki keluarga bahagia, aku tersenyum dan bercanda bersama mereka. Aku memiliki suami, anak, atau cucu. Tapi semenjak kejadian itu, aku harus menghanguskan mimpi yang kurajut dengan indah. Hingga kini aku sangat ingin menjadi manusia kembali, tapi setelah aku pikir-pikir ucapan kamu benar adanya. Aku tidak boleh melawan takdir, bagaimanapun juga menjadi hantu sudah menjadi takdirku. Seharusnya aku bersyukur dengan menjadi hantu aku bisa bertemu denganmu." Clara terus menerus mengoceh, terselip nada getir di sana.

Kanaya tersenyum. Ia tak menyangka akan mendengar kalimat Clara yang sebijak itu. Biasanya Clara sangat suka mengeluarkan candaan, kalimat basa-basi, atau sesuatu yang tidak penting. Tapi kali ini, entahlah. "Syukurlah. Sekarang kamu harus bisa belajar menerima takdir. Mengeluh, bosan, dan merasa tertekan karena keadaan itu memang wajar, tapi kita harus menyesuaikan diri. Apakah yang kita lakukan itu berlebihan atau tidak."

"Jadi selama ini aku terlalu berlebihan?!" teriak Clara membahana.

"Ya, kamu terlalu mendramatisir semua kejadian yang kamu alami. Kamu tidak menyadarinya, tapi aku tahu semuanya. Kadang kita memerlukan bantuan orang lain untuk memberi penilaian terhadap diri kita sendiri. Mereka tidak bisa berbohong, tapi kita?" ujar Kanaya bijak.

Clara tiba-tiba saja menjadi lesu. Dia mengacak rambutnya kasar, lalu menatap Kanaya yang sudah memejamkan mata. Clara tahu dan menyadari kalau ucapan Kanaya memang benar adanya. Seharusnya dari dulu ia mendengarkan ucapan Kanaya, toh itu mudah dilakukan. Sedari dulu ia hanya bisa mengeluh dan tak bisa menerima keadaannya yang sudah menjadi hantu. Selalu saja tak bisa mensyukuri semua apa yang ia dapat. Mungkinkah ini sudah waktunya ia harus berubah?

Clara teringat ibunya, teringat ayahnya, juga adiknya yang sudah tewas. Di dalam kecelakaan itu semuanya telah meninggal di tempat. Hal disayangkan saat mengingat usia adiknya yang masih 3 tahun. Seharusnya adiknya bisa hidup lebih lama untuk bisa melihat luasnya dunia. Tapi Tuhan berkehendak lain, semua keluarga serta dirinya tewas ditempat. Sakit di sekujur tubuhnya tak bisa mengalahkan rasa sakit saat ia melihat anggota keluarganya bersimbah darah dan memejamkan mata. Itu semua tak bisa dijelaskan oleh kata-kata, semuanya tampak menyakitkan dan membuatnya merasa putus asa.

Setelah diingat lebih dalam lagi, kecelakaan itu murni karenanya. Itu semua karena keinginannya untuk pergi liburan di puncak. Jika saja ia tak meminta itu, mungkin keluarganya masih hidup, adiknya bisa melihat dunia lebih lama lagi, dan semuanya akan bahagia, terlebih ia tidak akan menjadi hantu gentayangan seperti ini. Jujur itu melelahkan. Tidak ada tujuan hidup, semuanya berjalan layaknya air yang mengalir.

****

Keesokan harinya Kanaya terbangun, dia menguap. Rasa kantuknya masih belum hilang. Kanaya beranjak dari ranjang lalu pergi keluar kamar, tepatnya dapur. Kanaya membuka kulkas, di sana masih ada beberapa sayur yang bisa ia masak menjadi masakan sehat. Setelah berkutat dengan alat dapur, dalam beberapa menit kemudian masakannya telah selesai. Lalu Kanaya bersiap untuk mandi dan berangkat sekolah.

Kanaya berjalan menyusuri jalanan dengan earphone di telinganya. Sejujurnya ia sangat malas pergi ke sekolah. Jika boleh memilih, Kanaya ingin menghabiskan waktunya untuk bekerja dan menulis novel. Ya, selain seorang pelajar, Kanaya juga bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran sederhana dekat rumahnya. Selain menjadi pelayan restoran, Kanaya juga menjadi seorang penulis novel. Ia menggunakan nama samaran disetiap karya-karyanya. Banyak yang bertanya-tanya siapakah nama asli dari penulis terpopuler itu? Kanaya sadar dengan menjadi pelayan restoran sederhana, gajinya tidak akan cukup untuk mengisi perutnya yang tiba-tiba saja merasa lapar. Untuk itulah Kanaya melakukan pekerjaan sampingan sebagai seorang penulis novel yang kini sudah banyak penggemarnya. Semenjak menjadi seorang penulis, Kanaya tidak merasa kekurangan lagi untuk mencukupi kebutuhannya. Ia tak masalah dengan biaya sekolahnya, karena sedari dulu ia adalah anak beasiswa yang beruntung karena memiliki otak yang cerdas. Untungnya tidak ada adegan bully-membully antar siswa di sana.

Sesampainya di sekolah, Kanaya langsung pergi ke kelas. Ia duduk di kursinya dan mengeluarkan buku catatan yang ingin ia baca. Selang beberapa lama kemudian, tiba-tiba saja earphone miliknya ditarik oleh seseorang hingga membuat Kanaya terkejut. Kanaya mengepalkan tangannya lantaran emosi. Dia menoleh ke arah samping dan berusaha merebut kembali earphone miliknya namun gagal. Orang itu lebih dulu mengangkatnya tinggi-tinggi.

"Kembalikan," desis Kanaya geram. Ia marah, tentu saja. Apalagi saat melihat ekspresi seolah tanpa dosa orang di sampingnya itu. Kanaya tidak ingin mendengar gerutuan hati orang lain. Ia tidak ingin mengetahui apapun tentang mereka. Tapi orang di sampingnya ini sudah bertindak keterlaluan. "Kubilang kembalikan!"

"Ayolah, Kay. Apa kamu tidak capek dengan terus memaki earphone itu? Kurasa telingamu sudah dungu karena terlalu sering memakainya," ujar Kenzo. Ya, orang yang menggangu Kanaya adalah Kenzo. Tidak ada yang berani mengganggu gadis itu kecuali Kenzo. "Aku akan menyimpannya."

"Kembalikan---"

"*Ih, dasar tidak peka. Padahal aku kan pacarnya, tapi kenapa sahabatnya selalu yang diprioritaskan?!"

"Aku tidak terima dia memperlakukanku seperti ini. Aku harus membalasnya, apapun caranya aku akan melakukan pembalasan."

"Ahh, Kenzo sangat tampan. Andai saja aku jadi pacarnya."

"Ih kenapa Kenzo dekat dengan cewek aneh itu?!"

"Aku malas jika harus berpura-pura baik-baik saja. Aku ingin dia tahu perasaanku, bagaimana aku mencintainya. Tapi dia seolah membentangkan jarak antara kami. Kenapa?"

"Tidak keluarga, teman, atau pacar, semuanya sama saja. Setan semua*!"

Kanaya menutup telinganya rapat-rapat. Tak kuat bila harus mendengar suara hati semua teman sekelasnya. Semuanya tampak berniat jahat, dan Kanaya tidak mau tahu tentang semua itu. Kepalanya bertambah pusing karena ocehan tanpa henti semua orang.

Lain dengan Kanaya yang tampak frustasi, Kenzo justru menatap Kanaya dengan khawatir. Lelaki itu langsung memegang bahu Kanaya dan mengguncangkan tubuhnya pelan. "Kay, kamu kenapa?!"

"Kembalikan earphone milikku!" sentak Kanaya lalu merebut paksa earphone miliknya dan memakainya dengan cepat. Perlahan suara ocehan semua teman sekelasnya tidak terdengar lagi. Kanaya menghembuskan napas lega. Dia menoleh ke arah Kenzo dan menajamkan matanya. Dia sangat marah dengan lelaki lancang itu. Bagaimanapun juga Kenzo sudah bertindak semaunya, dan ia benci itu. "Keterlaluan!"

"Hei, kamu baik-baik saja?" tanya Kenzo khawatir.

"Tidak usah bertanya. Urusi saja urusanmu!"

Kenzo diam dan tak bersuara. Mendengar nada marah dan geram yang dilontarkan Kanaya, membuat tubuhnya sedikit bergetar. Kanaya memiliki aura mencekam seperti film-film horor yang sering ia tonton. Namun rasa penasaran yang ada dalam benaknya mengalahkan rasa takutnya. Bagaimana sikap dan perilaku Kanaya saat ia merebut earphonenya, itu membuatnya terlihat aneh. Sikap Kanaya terlalu berlebihan hanya karena earphone itu. Kenzo tidak habis pikir dengan gadis dingin di sampingnya itu, bagaimana bisa dia memakai earphone itu terus menerus, apa telinganya tidak terasa sakit? Dan satu hal yang ia bingungkan. Kenapa Kanaya selalu menutup telinganya waktu ia merebut earphonenya?

Apa Kanaya memiliki rahasia tersembunyi yang orang lain tidak tahu? Atau memang dia punya alergi dengan suara berisik dari anak-anak kelas? Hell, memangnya ada penyakit alergi terhadap suasana berisik? Batin Kenzo bertanya-tanya.

Untuk mengetahui semuanya, Kenzo akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Selain ingin dekat dengan Kanaya, Kenzo juga ingin di samping gadis itu setiap waktu. Berharap Kanaya akan menyukainya dan tertarik padanya. Walaupun itu adalah hal yang cukup mustahil terjadi.

tbc

Jangan lupa vote dan memberikan komentar yang membangun ya. Sampai jumpa di next chapter

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!